Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bad Samaritans: Negara-negara Kaya, Kebijakan-kebijakan Buruk, dan Ancaman bagi Dunia Berkembang
Judul asli: Bad Samaritans: Rich Nations, Poor Policies, and Treats to the Developing World
Penulis: Ha-Joon Chang
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti, Juni 2008
Daniel Defoe, jurnalis dan penulis Inggris yang terkenal lewat karyanya, Robinson Crusoe, pernah bilang bahwa bocah balita bisa membiayai hidupnya sendiri. Dalam pikiran Defoe, anak laki-laki kesayangan Anda yang menggelandang di jalan, bekerja sebagai penyemir sepatu, pedagang koran, atau pengasong, akan jadi pengasong yang makmur atau penyemir yang mahir.
Tentu saja, pandangan Defoe lumayan naif. Dalam bukunya, Bad Samaritans: Negara-negara Kaya, Kebijakan-kebijakan Buruk, dan Ancaman bagi Dunia Berkembang, Ha-Joon Chang mencemooh para ekonom properdagangan bebas yang mirip Defoe dan aktif mencekoki negara berkembang dengan liberalisasi. Mereka berkukuh bahwa daya saing para produsen di negara berkembang harus digenjot hingga titik darah penghabisan. Dengan begitu, mereka juga mampu meraup pendapatan maksimum untuk mendongkrak produktivitas. Makin cepat mereka bertarung di gelanggang, menurut para pendukung perdagangan bebas ini, makin baik bagi pertumbuhan ekonomi.
Chang, ekonom Cambridge, yang selama dua dasawarsa terakhir mengajar dan meneliti isu-isu yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi dan globalisasi, mengistilahkannya sebagai ”Bad Samaritan”. Istilah bagi mereka yang suka mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.
Jadi bocah balita yang disebut Defoe di atas perlu dilindungi sebelum ia cukup besar dan bisa bertarung di pasar kerja yang pantas. Begitu pula negara berkembang, mereka harus dinaungi negara produsen adidaya sebelum cukup dewasa dan siap menghadapi pesaing buas di luar sana.
Chang mencontohkan dengan akurat kisah sukses Jepang dan Korea yang membidani produk kelas dunia, seperti Toyota dan Samsung. Lexus, Prius, dan beragam mobil keluaran Toyota lainnya tumbuh dengan baik di pasar yang ganas. Mereka, kata Chang, tidak menggelandang di jalan raya ketika masih belia, tapi diasuh dan disusui sampai kenyang oleh perusahaan kelas dunia yang didukung dengan senang hati oleh pemerintahnya. Kini, merekalah yang justru menguasai induknya, jika bukan mendepak mereka.
Teori yang dikemukakan Chang ini dikenal dengan istilah infant industry protection. Penggagasnya Menteri Keuangan Amerika Serikat yang pertama, Alexander Hamilton. Seusai Perang Anglo-Amerika pada 1812, Amerika Serikat menerapkan sistem proteksi terhadap industrinya. Dua dekade kemudian, tarif industri mereka, berkisar 40-50 persen, termasuk yang tertinggi di dunia, bahkan hingga akhir Perang Dunia Kedua.
Belakangan, pertumbuhan ekonomi Cina, Korea, Timur Tengah, dan Brasil yang mencengangkan tidak lahir karena perdagangan bebas dan globalisasi. Mereka tumbuh mengikuti tahapan alamiah: tidak berdaya, tidak punya daya saing, lalu berkembang menjadi industri yang kuat dan agresif. Resepnya mangkus: proteksi pemerintah.
Chang memang berdiri pada fondasi pemikiran yang kuat, meski sayang sekali ia kelihatan menghindari pembahasan masalah favoritisme dalam proteksi. Di Indonesia, pernah ada proteksi khusus bagi anak presiden yang terjun dalam industri otomotif. Di Nigeria, proteksi serupa berlaku dalam industri pertambangan. Sebagai penganut paham ekonomi heterodoks—yang menentang konsep pasar kaum ortodoks—Chang tentu harus bersepakat bahwa politik yang sehat di satu negara akan berdampak positif pada sistem proteksi yang dijalankan pemerintah.
Sebenarnya buku Chang yang padat dan menohok ini bisa mematahkan pengaruh The World is Flat Thomas L. Friedman, yang menyebut semua negara di dunia punya peluang yang sama dalam persaingan. Keberadaan WTO, IMF, dan Bank Dunia menunjukkan bahwa negara berkembang yang tidak kuat bersaing hanya akan jadi korban. Kelas menengah terpaksa menjadi pekerja melarat. Pada kenyataannya, kata Chang, perdagangan bebas adalah sejarah yang keliru.
Angela Dewi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo