Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Selasar Sunaryo Art Space menggelar pameran berjudul Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh selama sebulan, mulai Jumat, 22 September hingga 22 Oktober 2023. Pameran seni rupa itu menampilkan karya dari 16 seniman individu dan kelompok di Bandung yang mayoritas difabel. "Pameran ini hanyalah rintisan untuk kegiatan-kegiatan lanjutan yang harus diupayakan secara bersama-sama oleh berbagai pihak,” kata manajer program Open Arms, Agung Hujatnikajennong, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Yayasan Selasar Sunaryo menghelat pameran itu sebagai bagian dari program Open Arms yang bertujuan mendukung penguatan inklusivitas dalam kancah seni rupa Indonesia. Prosesnya berlangsung selama 15 bulan sejak Oktober 2022. Program itu terdiri dari serangkaian kegiatan seperti riset, ceramah, diskusi, dan lokakarya seni rupa. Pesertanya para seniman difabel dan pendampingnya.
Pameran Seni Rupa Belum Jadi Ruang yang Inklusif
Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif. Dalam banyak perhelatan besar, keterlibatan seniman-seniman dengan disabilitas masih sangat minim. Selain itu, kegiatan-kegiatan edukasi pendamping seperti tur pameran atau lokakarya seni juga belum memberikan prioritas kepada para penyandang disabilitas. Aksesibilitas dan kenyamanan untuk kehadiran mereka di ruang-ruang seni seperti galeri, museum atau ruang-ruang pamer lainnya juga masih minim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para seniman yang terlibat dalam pameran bersama itu adalah Achmad Ilham Sadikin, Dwi Andini Maruf, Faisal Rusdi, Karina Budiati Yuwono, Mahesa Damar Sakti, Marsha Natama, Muhammad Nabil, Muthia Kusuma Radjasa, Patricia Saerang, dan kelompok Tab Space. Mereka telah aktif berkarya dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah tempat di Indonesia. Beberapa di antaranya telah menjadi anggota dari asosiasi seniman internasional.
Karya seniman difabel berupa lukisan hingga patung di pameran Lengan Terkembang di Selasar Sunaryo Art Space Bandung. Foto: TEMPO | ANWAR SISWADI)
Selama lokakarya yang hasilnya dipamerkan itu, mereka didampingi oleh fasilitator dari kalangan seniman dan pengajar, yaitu RE Hartanto, Evan Driyananda dan Attina Nuraini alias REEXP, Gangga Saputra dan Sukri Budhi Dharma. Beberapa karya peserta ada yang dibuat bersama dengan seniman muda Bandung seperti, Kinara Akhmad Syafril dan Mufti Widi.
Banyak Ekspresi yang Belum Terungkap karena Stigma
Menurut kurator Krishnamurti Suparka, program Open Arms mewakili suatu tawaran perspektif, suara dan perasaan yang selama ini tidak terungkap secara gamblang oleh mereka yang terlanjur terpisahkan oleh stigma dan stereotip. “Pameran ini memberi sorotan pada keterbukaan dan sikap saling menghargai kebisaan setiap orang, sebagai anugerah dan keunikan yang dimiliki setiap manusia,” katanya.
Sebagai bagian dari upaya untuk menjadi inklusif, pameran ini juga mengupayakan fasilitas pendukung pameran yang aksesibel, dan layanan edukasi kepada para pengunjung difabel. Program dan pameran itu juga seiring dengan kegiatan lain terkait peringatan seperempat abad Selasar Sunaryo Art Space. "Setelah 25 tahun berjalan, Selasar ingin menjadi lebih inklusif,” kata Direktur Selasar Sunaryo Art Space, Arin Dwihartanto Sunaryo.
Pihaknya terus berbenah agar berbagai kegiatan mereka dapat diakses oleh kalangan yang lebih luas lagi. Rencananya program Open Arms akan berlanjut dengan seminar nasional tentang seni dan disabilitas yang akan diselenggarakan melalui kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung.
Pilihan Editor: Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika