BEGITU memasuki ruang pameran, dua karya seni rupa berwujud
gambar jaringan terdiri dari susunan kotak-kotak dan bulatan
kecil menyambut mata. Cara penyusunan rapi, teratur, dan
mengesankan. Beranjak sedikit dari depan pintu, beberapa gambar
bentuk transparan mirip botol yang dilekuk-lekukkan, atau mirip
gelas yang dipeyot-peyotkan langsung menarik perhatian.
Lalu ada gambar kotak-kotak kecil diatur menurut rumus
perspektif hingga mengesankan kotak-kotak itu beterbangan dalam
suatu ruang. Ada pula lingkaran-lingkaran bersusun dan di
dalamnya terdapat garis-garis potong-memotong. Atau cuma sekadar
sketsa: garis linier hitam meluncur tak teratur, entah membentuk
apa.
Ke-70 karya seni komputer dari 11 seniman Jerman itu dipamerkan
di gedung Bentara Budaya Yogyakarta, 21-28 Mei ini.
Tak jelas awal mulanya, tapi dimulai tahun 1960-an di
negara-negara maju, komputer yang banyak membantu efisiensi
kerja manusia, ternyata bisa juga menciptakan gambar-gambar
seni. Mereka yang suka mengutak-atik mesin berpikir itu,
kemudian menyadari bahwa komputer bisa pula melahirkan
lukisan-lukisan yang tak kalah dengan karya para pelukis
ternama. Bukan cuma soal mencipta garis dan bentuk, mesin itu
pun bisa menghasilkan komposisi warna yang menarik.
Seperti bisa dilihat pada karya Pierre Cordier. Tumpukan bidang
yang semakin kecil dan gradasi warna pada bidang itu, mirip
sekali dengan karya-karya Josef Albers. Lalu sketsa lewat
komputer yang dilakukan Herbert W. Franke, mengingatkan goresan
ritmis Hans Hartung.
Seni komputer tidak muncul dari kampus sekolah seni atau
sanggar-sanggar seniman. Seni ini lahir dari pusat riset
industri-industri dan dari pusat komputer itu sendiri. Pun
senimannya bukanlah orang-orang dengan latar belakang pendidikan
kesenian. Pierre Cordier yang karyanya ikut dipamerkan di Yogya
ini, misalnya, berpendidikan ilmu politik dan administrasi. Yang
lain-lain berpendidikan arsitektur, ilmu kimia, fisika,
matematika, dan ilmu informatika. Soalnya ialah, memang mesin
pintar ini bisa digarap oleh siapa pun, yang tak berpengalaman
membuat gambar paling sederhana pun untuk melahirkan
gambar-gambar "seni".
Kekomplekan hasil gambar tergantung pada jenis komputer. Makin
tinggi kemampuan mesin itu, makin besar pula kemungkinan
menciptakan bentuk yang diinginkan. Garis lurus, garis lengkung,
garis spiral, bidang segi empat, segi tiga, jajaran genjang,
kubus -- bentuk-bentuk dasar geometris -- biasanya sudah
dirumuskan pada pesawat komputer. Orang tinggal memberi masukan
berdasar rumus yang telah ditentukan untuk menghasilkan bentuk
tertentu.
Penciptaan yang kemudian dimungkinkan ialah dengan mengubah
variabel rumus. Misalnya, rumus garis lurus yang diubah
variabelnya, ternyata menghasilkan garis patah-patah. Bila
indeks variabel itu diubah sebelum layar komputer memperlihatkan
bentuk, kira belum tahu bentuk yang akan muncul. Apalagi bila
kemudian kita perintahkan komputer untuk memadukan dan mengubah
sejumlah rumus garis, bidang, warna, dan lain-lain, yang muncul
di layar komputer memang bisa membuat kejutan.
Cara yang "mudah" dan cepat itu yang memungkinkan komputer
menciptakan disain-disain bentuk untuk kepentingan industri dan
arsitektur. Dan pada mulanya memang hanya gambar disain itu yang
dikerjakan komputer. Untuk menciptakan botol yang unik,
misalnya, cukup komputer itu diperintahkan membuat bagan botol
yang diinginkan. Bentuk tiga dimensinya, gampang. Tinggal
memutar bagan itu 360 derajat -- bentuk yang diinginkan plus
volume yang dikehendaki ditemukan. Mau mengubah sedikit bentuk
itu? Tak usah pusing-pusing. Cukup memberikan masukan pada
komputer bagian mana yang mau diubah. Tentu saja, untuk jenis
begini ini diperlukan pengetahuan matematika. Tapi bila sekadar
hendak menghasilkan "seni", cukup mengubah variabel rumus. Maka
itu siapa pun bisa menciptakan seni komputer.
Bila dibandingkan antara karya seni komputer dan seni rupa yang
biasa, memang tetap ada sesuatu yang membedakan. Terasa karya
seni komputer begitu eksak, terasa sangat diatur, betapapun
garis-garis yang muncul seolah dibuat ngawur. Keterbatasan (atau
kelebihan?) ini agaknya yang membuat para pengamat seni rupa
masih jual mahal. Mereka masih enggan memasukkan seni komputer
ke dalam karya seni rupa. Misalnya saja, belum ada karya dari
komputer yang dinyatakan sebagai karya empu (masterpiece).
Tapi barangkali seni komputer memang harus dipandang secara
lain. Tangan manusia, betapapun terampilnya, pasti tidak akan
persis membuat bentuk elips, garis parabola, gradasi warna yang
mempunyai sepuluh nuansa, misalnya. Sementara semua itu bisa
secara persis dikerjakan komputer. Pada keeksakan bentuk dan
warna itulah mungkin terletak "keindahan" seni komputer.
Bagaimanapun karya-karya itu, toh, menambah pengalaman baru bagi
mata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini