Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tragedi jutawan kesepian

Biografi milyuner jean paul getty i. (sel)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEAN Paul Getty nyaris sebuah sosok tragedi: terkaya di dunia, lima kali kawin cerai, tak terhitung kali berganti-ganti pacar, tapi tetap merasa sepi. Akhirnya, tujuh tahun lalu, milyarder itu meninggal dalam kesepian -- 6.000 mil dari tanah kelahirannya. Kemalangan Getty, ayah dari lima anak, tak cuma itu. Ia juga tak beruntung dalam soal keturunan kelima anaknya, selain tak mewarisi bakat bisnis, juga mati muda. Timmy, yang termuda, tumbuh menjadi anak yang rapuh. Anak ini menghabiskan sebagian besar usianya di rumah sakit. Ia buta dan meninggal dalam usia 12 tahun. Sang ayah demikian sibuknya sehingga tidak punya waktu untuk menjenguk Timmy. Hanya George, putra sulung, yang tampak mewarisi bakat Getty senior dalam urusan minyak. Dan Paul sempat menumpuk harapan di pundak anak ini. Namun sia-sia. George kemudian jatuh ke haribaan alkohol dan obat bius. Ia mendahului ayahnya ke alam baka -- tiga tahun lebih dulu. Masih ada musibah lain. Cucunya nomor satu, Paul III, putra mendiang George, suatu ketika diculik gerombolan. Getty berkeras tidak membayar tebusan, sampai selembar daun telinga Paul III dikirim si penculik ke kantor sebuah surat kabar di Roma, Italia. Kisah sedih dinasti Getty tersebut ditulis oleh Russel Miller dalam tiga seri di majalah Sunday Times, April lalu. Berikut ini cuplikannya: Tersebutlah seorang pengacara bernama George Getty. Ketika "demam minyak" melanda Amerika, sekitar awal 1900-an, George ikut kumat. Ia berangkat ke Oklahoma menguber emas hitam itu. Ketika masih di Minneapolis beberapa tahun sebelum hijrah ke Oklahoma, keluarga ini dianugerahi seorang putra. Jabang bayi itu, lahir 15 Desember 1892, mereka beri nama Paul. Ia kemudian menjadi anak tunggal. Ibunya, Sarah, memang pernah melahirkan lagi seorang bayi, perempuan. Tetapi anak itu meninggal dalam usia muda. Sejak kecil Paul sudah kelihatan berbakat menjaring duit. Pada usia 11 ia sudah mampu membeli 100 saham, senilai US$ 5, dari perusahaan minyak ayahnya sendiri. Uang itu hasil tabungan upah yang diterimanya dari melakukan pekerjaan kecil-kecilan. Hari-hari itu tercatat dengan cermat di dalam Agenda 1904 miliknya: 17 Januari: Ayah memberi aku 10 sen untuk mengeposkan surat. 15 Maret: Aku kini memiliki 275 kelereng. 17 Juni: Ayah menyuruh membersihkan buku dan memberi 30 sen. 25 Desember: Ayah memberi satu dollar (Hadiah Natal). Hura! Catatan harian itu juga memperlihatkan betapa besar minat Getty muda terhadap bisnis ayahnya. 17 Oktober: Semua pergi melihat empat sumur minyak. Sumur nomor tiga paling kering dari semua. Tetapi semalam menyembur juga pada pukul 22.15, empat quart nitrogliserin. Kami menyaksikan minyak menyembur dengan kecepatan seratus kaki selama lima menit. Tahun 1906 keluarga Getty pindah ke Los Angeles. Sambil menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah, Paul bekerja serabutan di ladang minyak ayahnya dengan gaji US$ 3 sehari. Selang dua tahun kemudian ia mulai kenal seks diajari anak perempuan tetangganya yang lebih tua sepuluh tahun. "Sejak saat itu minyak dan seks mendominasi perhatiannya," tulis Miller. Setelah kuliah di Universitas California, Paul mempelajari ilmu ekonomi dan politik di Oxford selama setahun. Ada keinginannya untuk merintis karir sebagai diplomat. Tapi ayahya tak menyetujui dan menganjurkannya terjun lebih dalam ke bidang minyak. Dengan gaji US$ 100 sebulan, ia ditugasi melacaki ladang-ladang minyak yang sewanya lebih rendah. Pada musim gugur 1915 Paul menggali sumur minyaknya yang pertama -- yang segera menghasilkan 700 barrel per hari. "Tak bisa digambarkan dengan kata-kata," tulisnya tentang sukses itu. Mei tahun itu juga berdirilah Getty Oil Company of Oklahoma -- usaha patungan ayah dan anak. Paul, yang sudah menjadi jutawan, merayakan pendirian perusahaan "California Selatan gudangnya gadis cakap, sebagian besar belum ada yang punya," tulisnya. "Laki-laki muda 20-an yang banyak uang dan waktu memperoleh kesempatan lebih dari yang diharapkan." Ia kemudian membeli mobil Cadillac V8 roadster -- dan gadis-gadis segera mengerebunginya. Tahun 1919, tiba-tiba saja Paul merasa bosan menjadi playboy, dan kembali mengurus bisnis keluarga. Ia bergabung dengan ayahnya untuk memburu minyak di ladang-ladang California yang baru saja meledak. Sumur pertama, dari ladang minyak yang disewanya di dekat Santa Fe seharga US$ 693, memuncratkan 2.300 barrel minyak sehari. Dan Paul segera menjadi multijutawan. Sukses Paul di ladang minyak sayang tidak diikuti kelanggengan di ranjang perkawinan. Oktober 1923, ia menikah dengan Jeanette Demont gadis cantik California. Tapi selang dua bulan setelah anak mereka, George Franklin, lahir, Jeanette minta cerai. Nyonya Jean Paul Getty berikutnya adalah Allene Ashby, 17 tahun, putri pemilik ranch di Texas. Bertemu di Universitas Nasional di Mexico City, mereka menikah di Cuernavaca. Begitu kembali ke California, langsung mereka merasa tak cocok. Dan cerai. Satu tahun kemudian, Paul berkunjung ke Eropa. Di Wina ia bertemu dengan gadis Jerman, Adolphine Helmle. Kendati ditentang keras oleh ayah si cewek, mereka menikah juga di Havana, Kuba. Pasangan yang beda usia cukup jauh ini menghasilkan seorang anak: Ronald. Industrialis Dr. Otto Helmle mengerti putrinya hendak diceraikan, buru-buru menuntut santunan cukup besar buat anak dan cucunya. Dan berhasil. Tahun 1930, George F. Getty meninggal karena pendarahan di otak. Kendati Paul menjadi Presdir perusahaan, ia hanya kebagian warisan US$ 500 ribu dari nilai perusahaan US$ 10 juta. Ayahnya sangat kecewa dengan tiga perkawinan anak Paul. Sehingga sebagian besar warisan jatuh ke tangan Sarah, ibu Paul, yang berusia 78, dan dalam keadaan sakit-sakitan. Dua tahun kemudian, Paul berhasil mengendalikan Pacific Western Oil Corporation, sebuah holding company yang punya ladang dengan cadangan minyak sangat besar dan uang kontan yang cukup banyak. Sasaran dia berikutnya, Tidewater Company, raksasa minyak yang lainnya. Setelah itu ia turun tangan pula pada perusahaan ibunya, The Sarah Getty Trust, yang menjadi kebanggaan keluarga Getty -- dan menghidupi para turunannya. Sementara itu Paul mulai lagi melirik perempuan. Sasarannya Ann Rork, artis, putri seorang produser film Hollywood. Ann, 20 tahun, yang beda separuh dengan suaminya, menikah Desember 1933 -- empat bulan setelah Paul bercerai dengan Adolphine Helmle. Tiga tahun kemudian Paul-Ann bercerai. Artis cantik itu berhasil memenangkan santunan bagi dua putranya: Paul Junior dan Gordon. Beberapa bulan kemudian, lelaki baja itu tertarik pada seorang penyanyi klub malam: Louise "Teddy" Linch, 18 tahun. "Ketika melihat Louise," kata Paul, "perasaanku segera berkata: inilah gadis yang kuidamkan selama ini." Diikutinya cewek itu ke Roma tempat Louise belajar menyanyi. Mereka kemudian menikah, 1939. Tujuh tahun kemudian "Teddy" melahirkan Timothy, anak kelima Getty. Bayi prematur ini lahir di California, dan meninggal Agustus 1958, dua tahun sesudah kedua orangtuanya bercerai. Dalam perkawinan Paul selalu gagal, tapi dalam bisnis ia maju terus Setahun setelah perceraiannya dengan Teddy, Paul membayar US$ 12,5 juta untuk konsesi minyak di dekat perbatasan Kuwait-Arab Saudi. Dalam kontrak disebutkan, ia bersedia membayar Raja Saud satu juta dollar setahun -- berhasil atau tidak minyak diketemukan di sana. Empat kali pengeboran tanpa semburan minyak. Setelah mengeluarkan US$ 30 juta, baru Paul menemukan 55 sumur berminyak. Sampai awal 1957, Paul masih belum dikenal khalayak luas. Ia baru jadi buah bibir setelah majalah bisnis Amerika Fortune di tahun itu mencanangkannya sebagai manusia terkaya di AS -- di atas Rockefeller, Ford, dan Mellon. Fortune mengaku sulit menyebut jumlah persis kekayaan Paul. Tapi diperkirakan sekitar US$ 1,2 milyar tertanam dalam perusahaan-perusahaan, US$ 1,1 milyar dalam bentuk saham, dan kekayaan pribadi sekitar US$ 700 juta sampai US$ 1 milyar. "Tanpa kukehendaki," kata Paul, "pers telah menemukanku." Dan ia tidak menemukan kesenangan apa pun dari julukan "orang terkaya" itu. Beribu surat datang dari seluruh penjuru dunia. "Ada yang minta beberapa dollar, yang lain menginginkan sumbangan ratusan, bahkan ribuan dollar," tutur Getty. "Seorang wanita dari Kansas minta US$ 10 ribu untuk berlibur. Dari Brussel datang permintaan dua kali lipat dari jumlah itu untuk membeli pesawat terbang. Seorang penduduk Honolulu memohon US$ 75 ribu untuk ekspedisi keliling dunia." Paul tidak pernah meluluskan semua permintaan itu. Kalaupun memberi ia lakukan sembunyi-sembunyi, agar tidak menimbulkan "ilham" bagi yang lainnya. "Kukira uang harus dimanfaatkan untuk bisnis," katanya. "Bukan untuk amal." Setiap ditanya wartawan, Jean Paul Getty senantiasa mengaku senang dan mencintai anak-anaknya. Namun kenyataannya ia jarang bertemu dengan kelima anaknya -- dan hanya berhubungan dengan mereka melalui telepon. Tidak heran bila George, putra tertua, bertahun-tahun memanggil ayahnya dengan sapaan Mr. Getty saja. Kisah Timothy, yang sehari-hari dipanggil Timmy, lebih memilukan lagi. Anak ini lama terbaring di rumah sakit. Pada suatu hari, setelah menjalani serangkaian operasi, ia menghubungi ayahnya melalui saluran telepon trans-Atlantik untuk mengirim serangkum sajak: Tuhan melindungiku malam demi malam/Tuhan membantuku memenangkan pertarungan/Kutahu Tuhan senantiasa di sini/Kutahu, di sisi Tuhan aku tak gentar/Tuhan akan membimbingku hari demi hari, jika kutempuh jalan yang diridhai-Nya. Paul melapisi sajak itu dengan plastik dan menyimpannya di dalam dompetnya sampai akhir hayat. Beberapa hari setelah menulis sajak itu, Timmy kehilangan penglihatan. Lalu datang telepon dari ayahnya dari Swiss. Paul bertanya apa yang diinginkan anak itu sebagai hadiah ulang tahunnya ke-12. Timmy menjawab singkat, "Kuingin cintamu, Daddy, dan aku ingin bertemu denganmu." Timmy meninggal tanpa sempat bertemu ayahnya -- 8 Agustus 1958. Paul menulis dalam catatan hariannya: "Timmy, sungguh takut aku kehilangan engkau." Di antara anaknya yang tinggal empat, Paul mengandalkan George, 34 tahun, untuk menduduki jabatan Presdir Tidewater Oil Company. Ronald, 29 tahun, menjadi kepala bagian pemasaran di Eropa. Paul II sedang disiapkan untuk menempati posisi di Getty Oil Italiana. Dan Gordon, 24 tahun, akan ditugaskan di kawasan netral di perbatasan Arab Saudi. Gordon duluan terlempar. Selama "magang" di Arab Saudi, kerjanya tidak beres. Ia, kata Paul, terlalu dikendalikan istri. Belakangan mereka berselisih mengenai bagian yang diperoleh Gordon dari Sarah Getty Trust. Ronald lebih mendingan. Tugasnya di Prancis mampu dilaksanakannya. Akan Paul II lebih senang menjadi hippie. "Tidak diperlukan apa pun untuk menjadi orang bisnis -- setiap kepala dapat melakukannya," katanya. Hanya George yang benar-benar dapat diandalkan. Ia mirip ayahnya: senang bisnis dan senang perempuan. Tapi harapan Paul segera berakhir. Tanggal 6 Juni 1973, ketika Paul tengah menghadiri acara santap malam yang diadakan Margaret, putri dari Aragyll, tiba-tiba ia mendapat telepon dari Los Angeles seberang sana terdengar suara: "Kuharap Anda tabah, Mr. Getty. George sudah meninggal.". Menurut laporan, George semaput dalam sebuah pesta barbecue yang berlangsung sampai larut. Konon, terlalu banyak minum alkohol. Tapi banyak yang meragukan George mati akibat alkohol. Sebab di dahinya ada bekas garpu. Aib ini diperintahkan Paul untuk ditutupi guna "melindungi nama keluarga". Paul tidak hadir dalam penguburan George -- tak keburu. Sebab ia takut naik kapal terbang. Ini gara-gara pada suatu hari pesawat yang ditumpanginya ditembak orang. Itu terjadi tahun 1942. Sejak itu Paul bersumpah: tidak akan naik pesawat sampai mati. Sumpah itu tak pernah dilanggarnya sampai akhir hayatnya. Tragedi juga menimpa cucunya: Jean Paul Getty III. Ia, 24 tahun, lumpuh dan buta akibat alkohol. Di tempat kediaman Gail, ibunya, di Brentwood, Los Angeles, Paul III mendapatkan terapi 12 jam setiap hari sepanjang minggu. Ia didampingi perawat 24 jam penuh. Paul III sudah berpisah dengan istrinya, Martine. Tapi perempuan itu suka datang menemuinya, bersama anak mereka, Paul Berthazar, 7 tahun. Masalah timbul sekarang: uang. Bagi seorang Getty sesungguhnya itu tak soal. Tetapi Paul III sudah melanggar aturan ayahnya: kawin dengan Martine pada usia 17 tahun. Harusnya sesudah umur 22 tahun. Ini menyebabkan ia kehilangan hak sebagai ahli waris. Padahal sang ayah, menerima US$ 20 juta setahun, sebagai pewaris Getty. Ada yang menduga, sikap Paul II terhadap anaknya semacam balas dendam. Sebab ia juga menerima perlakuan "buruk" dari ayahnya, Paul Pendiri dinasti Getty itu sesungguhnya tak sepenuhnya salah. Pabby, demikian panggilan akrab Paul II dari ayahnya, menerima tugas memimpin Getty Oil Italiana di Roma. Tapi ia lebih senang pada hidup santai, menikmati musik, dan sastra sambil tiduran di kursi malas. Jadinya, "Getty Oil Italiana lebih banyak ditangani oleh anak sekretarisnya," gerutu Paul. Setelah itu Paul II meninggalkan tugas dan hidup sebagai hippie. Tahun 1966, Paul II menceraikan Gail, dan mengawini Talitha Pol. Mereka kemudian menggelandang ke Timur, sambil melahap alkohol dan membuntuti grup musik Rolling Stones. Lima tahun setelah kembali ke Roma, tragedi kembali menimpa dinasti Getty: Talitha kedapatan mati -- diduga karena minuman keras. Ada kecurigaan Paul II ikut berperan. Tapi ia sudah duluan menyingkir dari Italia. Polisi Roma gagal mendapatkan penjelasannya. Dan sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke sana. Dan sang ayah, Paul I, tidak pula ingin melihat tampangnya lagi. Sementara itu ganti Paul III yang "beraksi" di Roma. Ia memimpin para hippie, mabuk-mabukan, kebut-kebutan, dan berpose telanjang untuk majalah porno. Saat itu ia belum lagi 16 tahun. Menerima julukan the Golden Hippie dari pegawai kakeknya di Getty Oil Italiana, pada suatu malam di bulan Juli 1973, Paul III sedang berkencan dengan seorang penari klub malam Piazza Farnese, ketika ia kemudian dinyatakan hilang. Sembilan hari setelah itu Gail menerima surat: anaknya diculik dan akan dibunuh jika tidak ditebus US$ 2 juta. Di Sutton Place, London, Jean Paul Getty menerima berita itu dengan setengah tak percaya. "Apakah Anda tidak curiga, anak dan ibunya merencanakan semua ini untuk memeras uang Anda," kata seorang pembantunya. "Kau benar," kata si kakek. Ia pun bertekad tidak akan membayar tuntutan itu satu sen pun. Fletcher Chase, bekas agen FBI yang bekerja untuk Getty Oil, menguber ke Roma, dan laporannya memperkuat kecurigaan Getty. Sebelum dinyatakan hilang, Paul III pernah bercanda tentang kemungkinan "penculikan dirinya" untuk memperoleh uang dari kakeknya. Ia memang sedang berutang US$ 20 ribu -- yang dipakainya untuk minum-minum. Selang tiga bulan, Oktober, tuntutan penculik meningkat menjadi US$ 10 juta. Tapi tetap tak diladeni Paul. Lalu pada 10 November, sebuah paket yang diposkan sepuluh hari sebelumnya datang di meja kantor surat kabar Il Messaggero. Isinya: potongan daun telinga Paul III, dan ancaman: "jika tuntutan tidak dibayar, maka kakinya yang akan dipotong." Ancaman itu segera mengubah sikap sang kakek. Paul bersedia membayar tebusan secara penuh. Uang diam-diam ditransfer ke sebuah bank, dan kemudian diserahkan Fletcher Chase kepada penculik. Tanggal 15 Desember 1973, sang cucu dibebaskan sebagai "hadiah ulang tahun" Paul yang ke-81. Dengan operasi plastik, Paul III mendapat telinga baru dari daging pahanya sendiri. Musim panas 1976 Jean Paul Getty meninggal karena kanker. Dalam surat wasiatnya yang terakhir ia menyebut: dua orang yang mewarisi namanya, Paul II dan III, tidak dapat mengontrol kekayaan Getty. Artinya: tidak mendapat warisan. Sutton Place adalah sebuah mansion gaya Tudor di Surrey. Tempat inilah yang dituduh Raja Inggris Henry VIII sebagai lokasi perjumpaan Anne Boleyn dengan kekasihnya -- yang akhirnya membawa kematian Anne. Dua belas abad kemudian, Jean Paul Getty yang merangsang cinta dan kecemburuan para gendaknya. Getty membeli rumah berkamar 67 itu, berikut taman seluas 60 are, dari Duke of Sutherland, tahun 1959, dengan harga Å“ 60 ribu. Saat itu usianya 69 tahun. Ia yang sebelumnya lebih banyak hidup di suite hotel-hotel besar, tapi sudah layak punya rumah sendiri. Belakangan, ia merasa salah beli. "Tempat itu mirip lubang tikus," komentar Paul sebagaimana dituturkan kembali oleh sahabatnya pengarang Amerika Bela von Block. Di mansion itu, menurut von Block, para wanita saling mempergunjingkan saingannya. "Seks merembes ke seluruh ruangan," tambahnya. Di situ pernah berkubang bangsawan Inggris Penelope Kitson. Mary Tessier, seorang wanita Rusia. Lady Ursula d'Abo, saudara perempuan Duke of Rutland. Nyonya Rosabella Burch, janda dari Nikaragua. Dan Paul pernah pula akrab dengan gadis model Victoria Brook -- konon turunan bangsawan Serawak. Kecemburuan, iri, dan harap-harap cemas di antara para anggota harem Sutton Place, makin menjadi-jadi ketika Paul semakin rapuh. Persaingan paling menghebohkan terjadi pada malam berlangsungnya kontes Miss Dunia, 1975, yang disiarkan televisi. Persaingan dimulai begitu santap malam berlangsung. Apalagi setelah Getty memilih Nona Zetka duduk di samping kanannya, dan Baroness Marianne di sisi lainnya. Ini membuat Nyonya Burch dan Lady Ursula duduk gelisah di kursinya. Setelah santap, semua bersiap ke ruang televisi untuk menonton acara Miss Dunia. Getty, Bramlett, dan von Block duduk di tiga kursi yang menghadap layar tv. Perempuan lainnya duduk di sofa -- di belakang. Komentar-komentar tentang Miss Dunia terdengar, tetapi perhatian tidak ke sana. "Memandang gadis-gadis cantik di televisi si tua bangka itu mulai bergairah," kenang von Block, "dan para wanita mulai atur siasat bagaimana berpacu ke tempat tidur dengannya." Baroness Marianne segera mundur dari kontes, meninggalkan Ursula dan Rosabella bersaing berdua. Sedang yang lainnya menyibukkan diri sebagai pelayan bar. "Situasi sudah sampai pada titik gawat -- satu gelas minuman lagi mereka akan jambak-jambakkan rambut," tambah von Block. Nyonya Burch disebut von Block "termuda dan ringan kaki." Nah, cewek ini melangkah ke punggung Getty, membungkuk, dan melingkarkan lengannya seperti si tua itu miliknya sorangan. Dadanya rapat ke punggung Getty, dan berbisik lirih. "Maaf, Goodnight everyone," kata si kakek, setelah bangkit dengan susah payah dari duduknya, sambil menggandeng Rosabella Burch ke kanan. Yang lainnya mabuk-mabukan menghilangkan kekesalan hati. Belakangan, beberapa saat setelah hari ulang tahunnya yang ke-83, Getty mengeluh punggungnya sakit. Tapi cintanya pada Nyonya Burch masih menggebu-gebu. Ia acap menerima suntikan H3 -- konon bisa membangkitkan semangat muda. Merasa ajalnya sudah dekat, Getty menandatangani ketentuan tambahan yang terakhir dari surat wasiatnya yang mengalihkan kontrol kekayaan dari tangan keluarga kepada para manajer profesional. Ini suatu banting stir. Selama ini ia hanya percaya kepada prinsip pewarisan kekayaan kepada keluarga. Wasiat asli Paul ditulis pada 1958. Isinya sederhana: seluruh milik pribadi, dan sejumlah dari empat juta sahamnya di Getty Oil, diserahkan untuk pendirian museumnya di Malibu -- ini usahanya dalam menghindari pajak. Tapi perubahan dari wasiat itu sering terjadi. Tahun 1960, misalnya, Paul memberikan 2.500 saham kepada Nyonya Penelope Kitson. Tiga tahun kemudian perubahannya menyangkut penyingkiran Gordon Getty dari hak menerima warisan. Wasiat Paul berubah sampai 21 kali. Seorang ahli nujum meramalkan, J. Paul Getty akan meninggal di negeri orang. Dan multijutawan itu percaya. "Semoga Anda mau melakukan sesuatu terhadapku," tulisnya pada teman-teman dekatnya. "Anda tahu, saya kelahiran California. Kuingin kembali ke kampungku di Santa Monica, jika pekerjaanku rampung. Jika terjadi sesuatu terhadap diriku, kirim aku pulang ke California. Wassalam, J. Paul Getty." Dan wasiatnya itu dipenuhi teman-temannya. Paul tidak sempat menyaksikan museumnya di Malibu. Takut terbang, dan tak mampu berlayar dengan kapal, ia mengendalikan pembangunan proyek US$ 17 juta itu melalui telepon dari Sutton Place. Pendirian museum di Malibu dimaksudkan Paul untuk tempat benda-benda seni yang dikumpulkannya sejak zaman depresi -- ketika harga jatuh melorot. Saat itu para kolektor, demi perut, terpaksa melepas koleksinya dengan harga murah. Di antaranya: Potret James Christie (pendiri kantor lelang) dari Rembrandt, kemudian permadani termahal di dunia, hasil tenunan Ardabil, yang tadinya untuk masjid Safi-ad-Din (1540). Museum Malibu dirancang oleh arsitek Stephen Garret dari London dibuka tahun 1974. Mengumpulkan serampangan benda-benda seni bisa mengundang bahaya. Bahkan bisa dianggap skandal. Dan ini dialami Paul dengan museumnya itu. Dari barang-barang seni yang dibeli antara 1977 dan 1979, terdapat sebuah patung perunggu setinggi orang yang berasal dari abad ke-4 sebelum Masehi. Barang antik berbentuk atlet muda itu dipercaya sebagai satu-satunya karya yang masih tersisa dari Lysippos, pematung istana Iskandar Zulkarnain. Paul membelinya untuk museum Malibu dari konsorsium seni yang berpangkalan di Luxemburg, seharga US$ 4 juta. Dan ia lalu disebut-sebut sebagai tukang tadah barang selundupan. Satu hal, "museum Getty paling banyak membelanjakan uang dalam sejarah permuseuman," tulis The Times. Untuk membeli patung marmer Giovanni de Bologna sampai ke potret Goya serta patung Centaur dari abad pertama Masehi, tempo kurang dari setengah tahun, museum itu telah membelanjakan US$ 126 juta. Angka tahun-tahun sebelumnya tak tercatat. Tapi pasti milyaran dollar. Jasad Jean Paul Getty sudah lama terkubur. Tapi namanya, paling tidak lewat museum Malibu, tetap dikenang orang Amerika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus