JEAN Paul Getty nyaris sebuah sosok tragedi: terkaya di dunia,
lima kali kawin cerai, tak terhitung kali berganti-ganti
pacar, tapi tetap merasa sepi. Akhirnya, tujuh tahun lalu,
milyarder itu meninggal dalam kesepian -- 6.000 mil dari tanah
kelahirannya.
Kemalangan Getty, ayah dari lima anak, tak cuma itu. Ia juga tak
beruntung dalam soal keturunan kelima anaknya, selain tak
mewarisi bakat bisnis, juga mati muda. Timmy, yang termuda,
tumbuh menjadi anak yang rapuh. Anak ini menghabiskan sebagian
besar usianya di rumah sakit. Ia buta dan meninggal dalam usia
12 tahun. Sang ayah demikian sibuknya sehingga tidak punya waktu
untuk menjenguk Timmy.
Hanya George, putra sulung, yang tampak mewarisi bakat Getty
senior dalam urusan minyak. Dan Paul sempat menumpuk harapan di
pundak anak ini. Namun sia-sia. George kemudian jatuh ke
haribaan alkohol dan obat bius. Ia mendahului ayahnya ke alam
baka -- tiga tahun lebih dulu.
Masih ada musibah lain. Cucunya nomor satu, Paul III, putra
mendiang George, suatu ketika diculik gerombolan. Getty berkeras
tidak membayar tebusan, sampai selembar daun telinga Paul III
dikirim si penculik ke kantor sebuah surat kabar di Roma,
Italia.
Kisah sedih dinasti Getty tersebut ditulis oleh Russel Miller
dalam tiga seri di majalah Sunday Times, April lalu. Berikut ini
cuplikannya:
Tersebutlah seorang pengacara bernama George Getty. Ketika
"demam minyak" melanda Amerika, sekitar awal 1900-an, George
ikut kumat. Ia berangkat ke Oklahoma menguber emas hitam itu.
Ketika masih di Minneapolis beberapa tahun sebelum hijrah ke
Oklahoma, keluarga ini dianugerahi seorang putra. Jabang bayi
itu, lahir 15 Desember 1892, mereka beri nama Paul. Ia kemudian
menjadi anak tunggal. Ibunya, Sarah, memang pernah melahirkan
lagi seorang bayi, perempuan. Tetapi anak itu meninggal dalam
usia muda.
Sejak kecil Paul sudah kelihatan berbakat menjaring duit. Pada
usia 11 ia sudah mampu membeli 100 saham, senilai US$ 5, dari
perusahaan minyak ayahnya sendiri. Uang itu hasil tabungan upah
yang diterimanya dari melakukan pekerjaan kecil-kecilan.
Hari-hari itu tercatat dengan cermat di dalam Agenda 1904
miliknya: 17 Januari: Ayah memberi aku 10 sen untuk mengeposkan
surat. 15 Maret: Aku kini memiliki 275 kelereng. 17 Juni: Ayah
menyuruh membersihkan buku dan memberi 30 sen. 25 Desember: Ayah
memberi satu dollar (Hadiah Natal). Hura!
Catatan harian itu juga memperlihatkan betapa besar minat Getty
muda terhadap bisnis ayahnya. 17 Oktober: Semua pergi melihat
empat sumur minyak. Sumur nomor tiga paling kering dari semua.
Tetapi semalam menyembur juga pada pukul 22.15, empat quart
nitrogliserin. Kami menyaksikan minyak menyembur dengan
kecepatan seratus kaki selama lima menit.
Tahun 1906 keluarga Getty pindah ke Los Angeles. Sambil
menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah, Paul bekerja
serabutan di ladang minyak ayahnya dengan gaji US$ 3 sehari.
Selang dua tahun kemudian ia mulai kenal seks diajari anak
perempuan tetangganya yang lebih tua sepuluh tahun. "Sejak saat
itu minyak dan seks mendominasi perhatiannya," tulis Miller.
Setelah kuliah di Universitas California, Paul mempelajari ilmu
ekonomi dan politik di Oxford selama setahun. Ada keinginannya
untuk merintis karir sebagai diplomat. Tapi ayahya tak
menyetujui dan menganjurkannya terjun lebih dalam ke bidang
minyak. Dengan gaji US$ 100 sebulan, ia ditugasi melacaki
ladang-ladang minyak yang sewanya lebih rendah.
Pada musim gugur 1915 Paul menggali sumur minyaknya yang pertama
-- yang segera menghasilkan 700 barrel per hari. "Tak bisa
digambarkan dengan kata-kata," tulisnya tentang sukses itu. Mei
tahun itu juga berdirilah Getty Oil Company of Oklahoma -- usaha
patungan ayah dan anak.
Paul, yang sudah menjadi jutawan, merayakan pendirian perusahaan
"California Selatan gudangnya gadis cakap, sebagian besar belum
ada yang punya," tulisnya. "Laki-laki muda 20-an yang banyak
uang dan waktu memperoleh kesempatan lebih dari yang
diharapkan." Ia kemudian membeli mobil Cadillac V8 roadster --
dan gadis-gadis segera mengerebunginya.
Tahun 1919, tiba-tiba saja Paul merasa bosan menjadi playboy,
dan kembali mengurus bisnis keluarga. Ia bergabung dengan
ayahnya untuk memburu minyak di ladang-ladang California yang
baru saja meledak. Sumur pertama, dari ladang minyak yang
disewanya di dekat Santa Fe seharga US$ 693, memuncratkan 2.300
barrel minyak sehari. Dan Paul segera menjadi multijutawan.
Sukses Paul di ladang minyak sayang tidak diikuti kelanggengan
di ranjang perkawinan. Oktober 1923, ia menikah dengan Jeanette
Demont gadis cantik California. Tapi selang dua bulan setelah
anak mereka, George Franklin, lahir, Jeanette minta cerai.
Nyonya Jean Paul Getty berikutnya adalah Allene Ashby, 17 tahun,
putri pemilik ranch di Texas. Bertemu di Universitas Nasional di
Mexico City, mereka menikah di Cuernavaca. Begitu kembali ke
California, langsung mereka merasa tak cocok. Dan cerai.
Satu tahun kemudian, Paul berkunjung ke Eropa. Di Wina ia
bertemu dengan gadis Jerman, Adolphine Helmle. Kendati ditentang
keras oleh ayah si cewek, mereka menikah juga di Havana, Kuba.
Pasangan yang beda usia cukup jauh ini menghasilkan seorang
anak: Ronald. Industrialis Dr. Otto Helmle mengerti putrinya
hendak diceraikan, buru-buru menuntut santunan cukup besar buat
anak dan cucunya. Dan berhasil.
Tahun 1930, George F. Getty meninggal karena pendarahan di otak.
Kendati Paul menjadi Presdir perusahaan, ia hanya kebagian
warisan US$ 500 ribu dari nilai perusahaan US$ 10 juta. Ayahnya
sangat kecewa dengan tiga perkawinan anak Paul. Sehingga
sebagian besar warisan jatuh ke tangan Sarah, ibu Paul, yang
berusia 78, dan dalam keadaan sakit-sakitan.
Dua tahun kemudian, Paul berhasil mengendalikan Pacific Western
Oil Corporation, sebuah holding company yang punya ladang dengan
cadangan minyak sangat besar dan uang kontan yang cukup banyak.
Sasaran dia berikutnya, Tidewater Company, raksasa minyak yang
lainnya. Setelah itu ia turun tangan pula pada perusahaan
ibunya, The Sarah Getty Trust, yang menjadi kebanggaan keluarga
Getty -- dan menghidupi para turunannya.
Sementara itu Paul mulai lagi melirik perempuan. Sasarannya Ann
Rork, artis, putri seorang produser film Hollywood. Ann, 20
tahun, yang beda separuh dengan suaminya, menikah Desember 1933
-- empat bulan setelah Paul bercerai dengan Adolphine Helmle.
Tiga tahun kemudian Paul-Ann bercerai. Artis cantik itu berhasil
memenangkan santunan bagi dua putranya: Paul Junior dan Gordon.
Beberapa bulan kemudian, lelaki baja itu tertarik pada seorang
penyanyi klub malam: Louise "Teddy" Linch, 18 tahun. "Ketika
melihat Louise," kata Paul, "perasaanku segera berkata: inilah
gadis yang kuidamkan selama ini." Diikutinya cewek itu ke Roma
tempat Louise belajar menyanyi. Mereka kemudian menikah, 1939.
Tujuh tahun kemudian "Teddy" melahirkan Timothy, anak kelima
Getty. Bayi prematur ini lahir di California, dan meninggal
Agustus 1958, dua tahun sesudah kedua orangtuanya bercerai.
Dalam perkawinan Paul selalu gagal, tapi dalam bisnis ia maju
terus Setahun setelah perceraiannya dengan Teddy, Paul membayar
US$ 12,5 juta untuk konsesi minyak di dekat perbatasan
Kuwait-Arab Saudi. Dalam kontrak disebutkan, ia bersedia
membayar Raja Saud satu juta dollar setahun -- berhasil atau
tidak minyak diketemukan di sana. Empat kali pengeboran tanpa
semburan minyak. Setelah mengeluarkan US$ 30 juta, baru Paul
menemukan 55 sumur berminyak.
Sampai awal 1957, Paul masih belum dikenal khalayak luas. Ia
baru jadi buah bibir setelah majalah bisnis Amerika Fortune di
tahun itu mencanangkannya sebagai manusia terkaya di AS -- di
atas Rockefeller, Ford, dan Mellon. Fortune mengaku sulit
menyebut jumlah persis kekayaan Paul. Tapi diperkirakan sekitar
US$ 1,2 milyar tertanam dalam perusahaan-perusahaan, US$ 1,1
milyar dalam bentuk saham, dan kekayaan pribadi sekitar US$ 700
juta sampai US$ 1 milyar.
"Tanpa kukehendaki," kata Paul, "pers telah menemukanku." Dan ia
tidak menemukan kesenangan apa pun dari julukan "orang terkaya"
itu. Beribu surat datang dari seluruh penjuru dunia. "Ada yang
minta beberapa dollar, yang lain menginginkan sumbangan ratusan,
bahkan ribuan dollar," tutur Getty. "Seorang wanita dari Kansas
minta US$ 10 ribu untuk berlibur. Dari Brussel datang permintaan
dua kali lipat dari jumlah itu untuk membeli pesawat terbang.
Seorang penduduk Honolulu memohon US$ 75 ribu untuk ekspedisi
keliling dunia."
Paul tidak pernah meluluskan semua permintaan itu. Kalaupun
memberi ia lakukan sembunyi-sembunyi, agar tidak menimbulkan
"ilham" bagi yang lainnya. "Kukira uang harus dimanfaatkan untuk
bisnis," katanya. "Bukan untuk amal."
Setiap ditanya wartawan, Jean Paul Getty senantiasa mengaku
senang dan mencintai anak-anaknya. Namun kenyataannya ia jarang
bertemu dengan kelima anaknya -- dan hanya berhubungan dengan
mereka melalui telepon. Tidak heran bila George, putra tertua,
bertahun-tahun memanggil ayahnya dengan sapaan Mr. Getty saja.
Kisah Timothy, yang sehari-hari dipanggil Timmy, lebih memilukan
lagi. Anak ini lama terbaring di rumah sakit. Pada suatu hari,
setelah menjalani serangkaian operasi, ia menghubungi ayahnya
melalui saluran telepon trans-Atlantik untuk mengirim serangkum
sajak:
Tuhan melindungiku malam demi malam/Tuhan membantuku
memenangkan pertarungan/Kutahu Tuhan senantiasa di sini/Kutahu,
di sisi Tuhan aku tak gentar/Tuhan akan membimbingku hari demi
hari, jika kutempuh jalan yang diridhai-Nya.
Paul melapisi sajak itu dengan plastik dan menyimpannya di dalam
dompetnya sampai akhir hayat. Beberapa hari setelah menulis
sajak itu, Timmy kehilangan penglihatan. Lalu datang telepon
dari ayahnya dari Swiss. Paul bertanya apa yang diinginkan anak
itu sebagai hadiah ulang tahunnya ke-12. Timmy menjawab singkat,
"Kuingin cintamu, Daddy, dan aku ingin bertemu denganmu."
Timmy meninggal tanpa sempat bertemu ayahnya -- 8 Agustus 1958.
Paul menulis dalam catatan hariannya: "Timmy, sungguh takut aku
kehilangan engkau."
Di antara anaknya yang tinggal empat, Paul mengandalkan George,
34 tahun, untuk menduduki jabatan Presdir Tidewater Oil Company.
Ronald, 29 tahun, menjadi kepala bagian pemasaran di Eropa. Paul
II sedang disiapkan untuk menempati posisi di Getty Oil
Italiana. Dan Gordon, 24 tahun, akan ditugaskan di kawasan
netral di perbatasan Arab Saudi.
Gordon duluan terlempar. Selama "magang" di Arab Saudi, kerjanya
tidak beres. Ia, kata Paul, terlalu dikendalikan istri.
Belakangan mereka berselisih mengenai bagian yang diperoleh
Gordon dari Sarah Getty Trust.
Ronald lebih mendingan. Tugasnya di Prancis mampu
dilaksanakannya. Akan Paul II lebih senang menjadi hippie.
"Tidak diperlukan apa pun untuk menjadi orang bisnis -- setiap
kepala dapat melakukannya," katanya.
Hanya George yang benar-benar dapat diandalkan. Ia mirip
ayahnya: senang bisnis dan senang perempuan. Tapi harapan Paul
segera berakhir. Tanggal 6 Juni 1973, ketika Paul tengah
menghadiri acara santap malam yang diadakan Margaret, putri dari
Aragyll, tiba-tiba ia mendapat telepon dari Los Angeles
seberang sana terdengar suara:
"Kuharap Anda tabah, Mr. Getty. George sudah meninggal.".
Menurut laporan, George semaput dalam sebuah pesta barbecue yang
berlangsung sampai larut. Konon, terlalu banyak minum alkohol.
Tapi banyak yang meragukan George mati akibat alkohol. Sebab di
dahinya ada bekas garpu. Aib ini diperintahkan Paul untuk
ditutupi guna "melindungi nama keluarga".
Paul tidak hadir dalam penguburan George -- tak keburu. Sebab ia
takut naik kapal terbang. Ini gara-gara pada suatu hari pesawat
yang ditumpanginya ditembak orang. Itu terjadi tahun 1942. Sejak
itu Paul bersumpah: tidak akan naik pesawat sampai mati. Sumpah
itu tak pernah dilanggarnya sampai akhir hayatnya.
Tragedi juga menimpa cucunya: Jean Paul Getty III.
Ia, 24 tahun, lumpuh dan buta akibat alkohol. Di tempat kediaman
Gail, ibunya, di Brentwood, Los Angeles, Paul III mendapatkan
terapi 12 jam setiap hari sepanjang minggu. Ia didampingi
perawat 24 jam penuh.
Paul III sudah berpisah dengan istrinya, Martine. Tapi perempuan
itu suka datang menemuinya, bersama anak mereka, Paul Berthazar,
7 tahun.
Masalah timbul sekarang: uang. Bagi seorang Getty sesungguhnya
itu tak soal. Tetapi Paul III sudah melanggar aturan ayahnya:
kawin dengan Martine pada usia 17 tahun. Harusnya sesudah umur
22 tahun. Ini menyebabkan ia kehilangan hak sebagai ahli waris.
Padahal sang ayah, menerima US$ 20 juta setahun, sebagai pewaris
Getty.
Ada yang menduga, sikap Paul II terhadap anaknya semacam balas
dendam. Sebab ia juga menerima perlakuan "buruk" dari ayahnya,
Paul Pendiri dinasti Getty itu sesungguhnya tak sepenuhnya
salah. Pabby, demikian panggilan akrab Paul II dari ayahnya,
menerima tugas memimpin Getty Oil Italiana di Roma. Tapi ia
lebih senang pada hidup santai, menikmati musik, dan sastra
sambil tiduran di kursi malas. Jadinya, "Getty Oil Italiana
lebih banyak ditangani oleh anak sekretarisnya," gerutu Paul.
Setelah itu Paul II meninggalkan tugas dan hidup sebagai hippie.
Tahun 1966, Paul II menceraikan Gail, dan mengawini Talitha Pol.
Mereka kemudian menggelandang ke Timur, sambil melahap alkohol
dan membuntuti grup musik Rolling Stones. Lima tahun setelah
kembali ke Roma, tragedi kembali menimpa dinasti Getty: Talitha
kedapatan mati -- diduga karena minuman keras.
Ada kecurigaan Paul II ikut berperan. Tapi ia sudah duluan
menyingkir dari Italia. Polisi Roma gagal mendapatkan
penjelasannya. Dan sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke
sana. Dan sang ayah, Paul I, tidak pula ingin melihat tampangnya
lagi.
Sementara itu ganti Paul III yang "beraksi" di Roma. Ia memimpin
para hippie, mabuk-mabukan, kebut-kebutan, dan berpose telanjang
untuk majalah porno. Saat itu ia belum lagi 16 tahun.
Menerima julukan the Golden Hippie dari pegawai kakeknya di
Getty Oil Italiana, pada suatu malam di bulan Juli 1973, Paul
III sedang berkencan dengan seorang penari klub malam Piazza
Farnese, ketika ia kemudian dinyatakan hilang. Sembilan hari
setelah itu Gail menerima surat: anaknya diculik dan akan
dibunuh jika tidak ditebus US$ 2 juta.
Di Sutton Place, London, Jean Paul Getty menerima berita itu
dengan setengah tak percaya. "Apakah Anda tidak curiga, anak dan
ibunya merencanakan semua ini untuk memeras uang Anda," kata
seorang pembantunya. "Kau benar," kata si kakek. Ia pun bertekad
tidak akan membayar tuntutan itu satu sen pun.
Fletcher Chase, bekas agen FBI yang bekerja untuk Getty Oil,
menguber ke Roma, dan laporannya memperkuat kecurigaan Getty.
Sebelum dinyatakan hilang, Paul III pernah bercanda tentang
kemungkinan "penculikan dirinya" untuk memperoleh uang dari
kakeknya. Ia memang sedang berutang US$ 20 ribu -- yang
dipakainya untuk minum-minum.
Selang tiga bulan, Oktober, tuntutan penculik meningkat menjadi
US$ 10 juta. Tapi tetap tak diladeni Paul. Lalu pada 10
November, sebuah paket yang diposkan sepuluh hari sebelumnya
datang di meja kantor surat kabar Il Messaggero. Isinya:
potongan daun telinga Paul III, dan ancaman: "jika tuntutan
tidak dibayar, maka kakinya yang akan dipotong."
Ancaman itu segera mengubah sikap sang kakek. Paul bersedia
membayar tebusan secara penuh. Uang diam-diam ditransfer ke
sebuah bank, dan kemudian diserahkan Fletcher Chase kepada
penculik. Tanggal 15 Desember 1973, sang cucu dibebaskan sebagai
"hadiah ulang tahun" Paul yang ke-81. Dengan operasi plastik,
Paul III mendapat telinga baru dari daging pahanya sendiri.
Musim panas 1976 Jean Paul Getty meninggal karena kanker. Dalam
surat wasiatnya yang terakhir ia menyebut: dua orang yang
mewarisi namanya, Paul II dan III, tidak dapat mengontrol
kekayaan Getty. Artinya: tidak mendapat warisan.
Sutton Place adalah sebuah mansion gaya Tudor di Surrey. Tempat
inilah yang dituduh Raja Inggris Henry VIII sebagai lokasi
perjumpaan Anne Boleyn dengan kekasihnya -- yang akhirnya
membawa kematian Anne. Dua belas abad kemudian, Jean Paul Getty
yang merangsang cinta dan kecemburuan para gendaknya.
Getty membeli rumah berkamar 67 itu, berikut taman seluas 60
are, dari Duke of Sutherland, tahun 1959, dengan harga Å“ 60 ribu.
Saat itu usianya 69 tahun. Ia yang sebelumnya lebih banyak hidup
di suite hotel-hotel besar, tapi sudah layak punya rumah
sendiri. Belakangan, ia merasa salah beli. "Tempat itu mirip
lubang tikus," komentar Paul sebagaimana dituturkan kembali oleh
sahabatnya pengarang Amerika Bela von Block.
Di mansion itu, menurut von Block, para wanita saling
mempergunjingkan saingannya.
"Seks merembes ke seluruh ruangan," tambahnya. Di situ pernah
berkubang bangsawan Inggris Penelope Kitson. Mary Tessier,
seorang wanita Rusia. Lady Ursula d'Abo, saudara perempuan Duke
of Rutland. Nyonya Rosabella Burch, janda dari Nikaragua. Dan
Paul pernah pula akrab dengan gadis model Victoria Brook --
konon turunan bangsawan Serawak.
Kecemburuan, iri, dan harap-harap cemas di antara para anggota
harem Sutton Place, makin menjadi-jadi ketika Paul semakin
rapuh. Persaingan paling menghebohkan terjadi pada malam
berlangsungnya kontes Miss Dunia, 1975, yang disiarkan televisi.
Persaingan dimulai begitu santap malam berlangsung. Apalagi
setelah Getty memilih Nona Zetka duduk di samping kanannya, dan
Baroness Marianne di sisi lainnya. Ini membuat Nyonya Burch dan
Lady Ursula duduk gelisah di kursinya.
Setelah santap, semua bersiap ke ruang televisi untuk menonton
acara Miss Dunia. Getty, Bramlett, dan von Block duduk di tiga
kursi yang menghadap layar tv. Perempuan lainnya duduk di sofa
-- di belakang. Komentar-komentar tentang Miss Dunia terdengar,
tetapi perhatian tidak ke sana.
"Memandang gadis-gadis cantik di televisi si tua bangka itu
mulai bergairah," kenang von Block, "dan para wanita mulai atur
siasat bagaimana berpacu ke tempat tidur dengannya." Baroness
Marianne segera mundur dari kontes, meninggalkan Ursula dan
Rosabella bersaing berdua. Sedang yang lainnya menyibukkan diri
sebagai pelayan bar. "Situasi sudah sampai pada titik gawat --
satu gelas minuman lagi mereka akan jambak-jambakkan rambut,"
tambah von Block.
Nyonya Burch disebut von Block "termuda dan ringan kaki." Nah,
cewek ini melangkah ke punggung Getty, membungkuk, dan
melingkarkan lengannya seperti si tua itu miliknya sorangan.
Dadanya rapat ke punggung Getty, dan berbisik lirih. "Maaf,
Goodnight everyone," kata si kakek, setelah bangkit dengan susah
payah dari duduknya, sambil menggandeng Rosabella Burch ke
kanan. Yang lainnya mabuk-mabukan menghilangkan kekesalan hati.
Belakangan, beberapa saat setelah hari ulang tahunnya yang
ke-83, Getty mengeluh punggungnya sakit. Tapi cintanya pada
Nyonya Burch masih menggebu-gebu. Ia acap menerima suntikan H3
-- konon bisa membangkitkan semangat muda.
Merasa ajalnya sudah dekat, Getty menandatangani ketentuan
tambahan yang terakhir dari surat wasiatnya yang mengalihkan
kontrol kekayaan dari tangan keluarga kepada para manajer
profesional. Ini suatu banting stir. Selama ini ia hanya percaya
kepada prinsip pewarisan kekayaan kepada keluarga.
Wasiat asli Paul ditulis pada 1958. Isinya sederhana: seluruh
milik pribadi, dan sejumlah dari empat juta sahamnya di Getty
Oil, diserahkan untuk pendirian museumnya di Malibu -- ini
usahanya dalam menghindari pajak. Tapi perubahan dari wasiat itu
sering terjadi. Tahun 1960, misalnya, Paul memberikan 2.500
saham kepada Nyonya Penelope Kitson. Tiga tahun kemudian
perubahannya menyangkut penyingkiran Gordon Getty dari hak
menerima warisan. Wasiat Paul berubah sampai 21 kali.
Seorang ahli nujum meramalkan, J. Paul Getty akan meninggal di
negeri orang. Dan multijutawan itu percaya. "Semoga Anda mau
melakukan sesuatu terhadapku," tulisnya pada teman-teman
dekatnya. "Anda tahu, saya kelahiran California. Kuingin kembali
ke kampungku di Santa Monica, jika pekerjaanku rampung. Jika
terjadi sesuatu terhadap diriku, kirim aku pulang ke California.
Wassalam, J. Paul Getty." Dan wasiatnya itu dipenuhi
teman-temannya.
Paul tidak sempat menyaksikan museumnya di Malibu. Takut
terbang, dan tak mampu berlayar dengan kapal, ia mengendalikan
pembangunan proyek US$ 17 juta itu melalui telepon dari Sutton
Place.
Pendirian museum di Malibu dimaksudkan Paul untuk tempat
benda-benda seni yang dikumpulkannya sejak zaman depresi --
ketika harga jatuh melorot. Saat itu para kolektor, demi perut,
terpaksa melepas koleksinya dengan harga murah. Di antaranya:
Potret James Christie (pendiri kantor lelang) dari Rembrandt,
kemudian permadani termahal di dunia, hasil tenunan Ardabil,
yang tadinya untuk masjid Safi-ad-Din (1540).
Museum Malibu dirancang oleh arsitek Stephen Garret dari London
dibuka tahun 1974.
Mengumpulkan serampangan benda-benda seni bisa mengundang
bahaya. Bahkan bisa dianggap skandal. Dan ini dialami Paul
dengan museumnya itu. Dari barang-barang seni yang dibeli antara
1977 dan 1979, terdapat sebuah patung perunggu setinggi orang
yang berasal dari abad ke-4 sebelum Masehi. Barang antik
berbentuk atlet muda itu dipercaya sebagai satu-satunya karya
yang masih tersisa dari Lysippos, pematung istana Iskandar
Zulkarnain.
Paul membelinya untuk museum Malibu dari konsorsium seni yang
berpangkalan di Luxemburg, seharga US$ 4 juta. Dan ia lalu
disebut-sebut sebagai tukang tadah barang selundupan. Satu hal,
"museum Getty paling banyak membelanjakan uang dalam sejarah
permuseuman," tulis The Times. Untuk membeli patung marmer
Giovanni de Bologna sampai ke potret Goya serta patung Centaur
dari abad pertama Masehi, tempo kurang dari setengah tahun,
museum itu telah membelanjakan US$ 126 juta. Angka tahun-tahun
sebelumnya tak tercatat. Tapi pasti milyaran dollar.
Jasad Jean Paul Getty sudah lama terkubur. Tapi namanya, paling
tidak lewat museum Malibu, tetap dikenang orang Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini