Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Akhirnya Kita Punya Film Zombi

Indonesia akhirnya memiliki serial bertema zombi yang digarap dengan serius. Mini seri Hitam di KlikFilm menghadirkan kisah zombi yang meneror sebuah desa dan bertumpu pada relasi ayah-anak.

17 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Adegan dalam Film Hitam. Youtube Falcon Picture

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGIAN besar peristiwa genting di desa itu terjadi di bawah selimut malam yang digambarkan dengan kegelapan bersaput pendar kebiruan yang samar. Baik itu peristiwa ternak terpenggal, orang-orang hilang, maupun keloneng isyarat dari perangkap yang dipasang di tepi hutan. Sedari awal sudah kentara bahwa desa itu sedang didera teror misterius. Namun kali ini yang menghantui kampung bukanlah lelembut “tradisional” seperti kuntilanak, kuyang, atau pocong, melainkan zombi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zombi—umumnya digambarkan sebagai pasukan mayat hidup pemakan daging manusia—berakar dari cerita rakyat yang berkembang di antara penderitaan budak Afrika di perkebunan tebu Haiti pada abad ke-17. Legenda ini diadopsi kultur pop global menjadi film, serial televisi (dari Night of the Living Dead hingga The Walking Dead), atau video musik seperti yang dilakukan Michael Jackson dalam “Thriller”. Ciri zombi dalam tiap cerita itu boleh jadi berbeda-beda, tapi paling tidak kita telah memiliki imajinasi bersama ketika mendengar nama makhluk ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Donny Dama (kiri) dalam Hitam. Youtube Falcon Picture

Serial Hitam, yang ditayangkan lewat platform KlikFilm, membawa kisah zombi yang sudah bejibun itu ke konteks cukup segar, yaitu sebuah perdesaan di Jawa. Maka penonton melihat yang berhadapan dengan zombi di sini, salah satunya, adalah seorang lurah yang terkadang belum sempat melepaskan seragam cokelat pegawai negeri sipilnya.

Lurah itu adalah Dibyo (Donny Damara) yang tinggal berdua saja dengan anak perempuannya, Tika (Sara Fajira), di rumah bata mereka yang berbatasan langsung dengan hutan rimbun. Dibyo dikesankan sebagai pemimpin jujur dan bertutur sopan. Fokusnya saat ini adalah proyek revitalisasi pasar dan membersihkannya dari preman. Sementara itu, Tika yang baru pulang bersekolah dari London tak puas atas desanya, membenci ayahnya, dan sesekali melontarkan makian berbahasa Inggris.

Episode pertama mini seri ini diberi judul tak berbasa-basi: “Masalah Datang”. Dan memang tanda-tanda ketidakberesan langsung kelihatan sejak menit-menit awal cerita berjalan. Tika terbaring demam dan menerima pesan dari kawannya di Inggris tentang “virus” yang menyebar. Tak lama terdengar berita menghilangnya salah satu warga.

Hitam terdiri atas empat episode yang masing-masing berdurasi 35-60 menit. Judul tiap episode makin intens, dari “Kecurigaan”, “Keruh”, dan terakhir “Hitam Legam”. Ada banyak irisan konflik yang hendak diceritakan sehingga cerita berjalan padat. Petunjuk dikeluarkan sedikit demi sedikit. Tapi penonton yang biasa menikmati film zombi serupa atau film thriller apa saja rasanya dapat segera menangkap dan menebak keseluruhan petunjuk sebelum diungkapkan. Tak ada pengungkapan yang benar-benar mengejutkan.

Adegan dalam Film Hitam. Youtube Falcon Picture

Hal yang paling menarik adalah melihat pilihan sutradara Sidharta Tata yang melokalisasi kisah zombi ke relasi sosial perdesaan. Latar kantor kelurahan hingga pasar dan segala interaksi warga di dalamnya terasa dekat. Keguyuban juga segera tercipta di antara warga begitu ada sebuah kabar yang menggelisahkan. Warga bergotong-royong menyisir hutan, membangun perangkap, dan seterusnya.

Di sisi lain, serial ini tak hanya menampilkan romansa desa yang rukun. Sebagai lurah, Dibyo juga diperlihatkan harus berhadapan dengan Bambang (Seteng A. Yuniawan), seorang tokoh mafia proyek infrastruktur desa yang bermulut manis dan bermuka dua. Selain itu, preman-preman pasar yang memalaki pedagang. Relasi dengan kelompok mafia ini menjadi salah satu plot utama yang dimunculkan untuk menghadirkan eskalasi konflik di ujung cerita.

Pada kebanyakan film bertema mirip, kemunculan zombi biasanya segera diikuti penularan masif. Kadang lewat gigitan atau virus yang menyebar. Tak butuh waktu lama hingga pasukan mayat berjalan terbentuk dan menjadi bencana skala nasional. Rumus lain yang cukup umum dalam film bertema zombi adalah tokoh utama berupaya menemukan pola para mayat hidup itu, kemudian mencari celah untuk mengakalinya agar dapat bertahan hidup. Misalnya ada zombi yang hanya menyerang pada malam hari, ada yang buta dan baru menyerbu jika terpicu oleh suara, dan seterusnya.

Dalam Hitam, karakteristik khas zombi ini tampaknya tak begitu dipentingkan untuk masuk cerita sehingga tak ada pola konsisten yang dapat dibaca. Dalam rentang beberapa hari saja, penonton melihat zombi yang tadinya hanya aktif pada waktu tertentu berubah menjadi makhluk yang terjaga selalu, tanpa penjelasan berarti. Juga mengherankan melihat bagaimana dalam waktu singkat Dibyo langsung dapat menciptakan berbagai peralatan dan sistem untuk mengendalikan perilaku zombi.

Adegan dalam Film Hitam. Youtube Falcon Picture

Harus diakui ada banyak lubang tak tertambal, konteks tak terjelaskan, dan karakter yang tak berkembang. Beberapa lubang dapat dimaklumi dan coba diabaikan saja. Namun ada pilihan mengganggu yang tak cukup didalami, seperti mengapa interaksi Dibyo dan Tika begitu kaku dan penuh kemarahan. Padahal relasi ini yang menggerakkan keseluruhan cerita.

Sara Fajira memikul beban cukup berat untuk memerankan anak perempuan yang marah-marah melulu kepada ayahnya di setengah bagian awal, lalu menjadi monster pemakan daging berkulit abu-abu tanpa kornea mata pada setengah bagian berikutnya. Dalam pengalaman pertamanya bermain peran ini, Sara dapat dibilang cukup luwes.

Beruntung pula lawan mainnya adalah Donny Damara yang, seperti biasa, dapat meyakinkan. Pengembangan karakter Dibyo terukur baik. Dari Pak Lurah penuh wibawa di awal cerita menjadi ayah penuh rahasia dan kecemasan yang membuat jenggotnya tumbuh makin semrawut dan kantong matanya makin tebal. Beberapa karakter, seperti Retno (Eka Nusa Pertiwi) dan Gilang (Aksara Dewa), terkadang tak dapat memutuskan antara berakting gaya natural dan teatrikal.

Film zombi tentu tak lengkap tanpa adegan gore keji yang penuh cipratan daging dan darah. Bagian ini dapat disajikan dengan elegan dan tak berlebihan. Salah satu adegan yang akan sulit dilupakan sepanjang seri ini adalah tatkala naluri kemanusiaan yang bertolak belakang dipertentangkan, yaitu saat Dibyo mencencang potongan tubuh manusia dengan iringan sebuah lagu yang mendayu.

Ku timang si buyung, belaian sayang

Anakku seorang, tidurlah tidur

Ibu berdoa, ayah menjaga

Agar kau kelak jujur melangkah....

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA

Hitam yang ditayangkan KlikFilm.

Hitam

Sutradara: Sidharta Tata
Pemain: Donny Damara, Sara Fajira, Eka Nusa Pertiwi, Aksara Dewa
Produser: Ifa Isfansyah
Produksi: KlikFilm Productions & Fourcolours Film
Jumlah episode: 4

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Moyang Kasih Dewi Merdeka

Moyang Kasih Dewi Merdeka

Bergabung dengan Tempo pada 2014, ia mulai berfokus menulis ulasan seni dan sinema setahun kemudian. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ini pernah belajar tentang demokrasi dan pluralisme agama di Temple University, Philadelphia, pada 2013. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk belajar program master Social History of Art di University of Leeds, Inggris. Aktif di komunitas Indonesian Data Journalism Network.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus