LAKI-LAKI berambut panjang ini, dosen di Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta, termashur karena ciptaan tarinya yang mendapat
sambutan hangat di luar dan di dalam negeri: Dongeng Dari Dira.
Karyanya yang terdahulu Sangita II, menimbulkan pertentangan
dengan para penjaga tari klasik Jawa, ketika dipentaskan di
Sala. Ia juga mendapat hambatan di Bali, ketika menciptakan tari
bersama rakyat Teges di tahun 1971.
Pekan lalu ia berada di Bali, menghadiri upacara ngaben pelukis
besar Nyoman Lempad. Di bawah ini pendapatnya, tentang
kemerdekaan kreatif, Rendra dan TIM:
"Kesenian mempunyai juga sifat spesialisasinya sendiri, seperti
halnya dunia kedokteran. Apalagi kesenian di TIM. Karena
keterbatasan ruang itu, belum pernah ada kesenian yang
menimbulkan pemberontakan. Kesenian di TIM itu semacam kegiatan
spesialisasi yang tak punya kekuatan apa-apa di dunia lain
--dunia sosial politik misalnya.
Rendra ingin merobek ruang lingkup keterbatasan kesenian, untuk
meluaskan wilayah. Tapi masih harus dipersoalkan apakah kesenian
itu menjadi sama kuat seperti kalau ia tetap dalam keterbatasan
ruangnya. Dan mungkin karena wilayahnya menjadi meluas itu,
kesenian yang tampil, tidak lagi mendapat penilaian kesenian.
Tanggungjawab TIM adalah memberi kesempatan seniman menunjukkan
ekspresinya. Jika seniman itu ditangkap, seniman itulah yang
mempertanggungjawabkan diri, bukan TIM lagi. Justru kalau TIM
ikut campur atau dilibatkan, berarti TIM tidak menhormati
kemerdekaan ekspresi seniman tadi, karena kemerdekaan ekspresi
harus disertai tanggungjawab."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini