KRITIKUS sastra ini pernah dijatuhi hukuman. Sebabnya: ia memuat
cerita pendek Langit Makin Mendung karya seorang pengarang baru
yang memakai nama Kipanjikusmin, di majalah Sastra Mei 1968.
Cerita pendek itu dituduh "menghina Tuhan" -- satu tuduhan yang
memang agak sulit dibuktikan. Tapi setidaknya itu menunjukkan
bahwa ada kesalah-fahaman besar dari pihak yang berkuasa, yakni
Departemen Agama, dalam menghadapi kreasi kesenian. Hukuman
terhadap Jassin kini nampaknya dilupakan oleh mahkamah
pengadilan sendiri. Juga Jassin yang kini selesai menterjemahkan
Qur'an, nampaknya sudah "dimaafkan" oleh kebanyakan tokoh
golongan Islam, meskipun di tahun 1968 itu kantor majalahnya
sempat diserbu dan dirusak oleh sejumlah pemuda Islam.
Tapi pengalaman Jassin dengan masalah seperti itu sudah ada
sebelumnya. Di tahun 1463, ia merupakan salah seorang
penandatangan utama Manifes Kebudayaan, yang di masa "demokrasi
terpimpin" itu menolak prinsip "politik sebagai panglima" dan
faham "realisme sosialis" gaya Stalin. Akibatnya, waktu Manifes
dilarang, Jassin kehilangan pekerjaan di Fakultas Sastra UI,
setelah hampir tiap hari diganyang di koran seperti Bintang
Timur, Harian Rakyat dan Suluh Indonesia.
Kebebasan itu rupa-rupanya kalau dibawa ke tengah masyarakat
akan mendapat halangan.
"Dengan dilarangnya Manifes Kebudiyaan di tahun 1964 oleh
Bung Karno dulu, kita tidak merasa kalah. Kita hanya tahu bahwa
kebenaran dan kekuasaan tidak sama. Saya sendiri dayat mengerti
mengapa Pemimpin Besar Revolusi waktu itu melarangnya. Mungkin
dia secara pribadi tidak apa-apa, tapi untuk kesatuan dia
melakukan tindakan kekuasaan. Dan seperti halnya dengan Manifes,
dengan kasus Langit Makin Mendung saya tak pernah merasa kalah.
Kebebasan itu rupa-rupanya kalau dibawa ke tengah masyarakat
akan mendapat halangan. Ini terjadi sejak sebelum perang: selalu
merupakan perkelahian, dan harus diterima sebagai konsekwensi
kebebasan itu sendiri.
Seharusnya sebuah pusat kesenian semacam Hyde Park juga. Kita
perlu itu karena di negeri kita banyak yang perlu diperbaiki.
Tentu saja kemerdekaan kreatifitas bisa dipergunakan dengan cara
yang berlain-lainan. Rendra misalnya blak-blakan. Tapi ada yang
begitu rupa hingga publik toh mengerti tanpa ditunjukkan.
Sekarang ada seniman-seniman yang mencari cara-cara yang aman.
Bagi saya itu bukan ketakutan, karena efeknya sama saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini