Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMBERIKAN “tugas” mengasuh anak kepada bapaknya sering dianggap sebagai awal bencana. Tak terhitung berapa banyak film, anekdot dan meme satire yang melanggengkan ide bahwa lelaki, karena satu dan lain hal, bukan makhluk yang bisa diberi kepercayaan mengasuh anak. Bahwa pandangan seksis itu warisan patriarki yang sampai Lebaran kuda amat berat dienyahkan dari muka bumi, tentu iya. Tapi prasangka itu bertahan karena memang ada saja orang yang menyangsikan ketelatenan lelaki untuk momong anak. Padahal bukankah wajar bila seorang lelaki menjalaninya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melody Hurd dan Kevin Hart dalam Fatherhood. Netflix
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lelaki kerap diidentifikasi sebagai gender yang lebih cocok bergulat di ruang publik. Kerap mendengar pernyataan menjengkelkan “mengasuh anak itu urusan perempuan, bukan”? Anggapan itu dalam sejumlah kondisi justru tak menguntungkan siapa-siapa karena perempuan menjadi terkungkung oleh peran domestiknya. Pun lelaki yang tak semuanya menikmati peran-peran maskulin yang diikatkan pada mereka sejak lahir.
Hal itu dialami Matthew Logelin (diperankan Kevin Hart), yang istrinya meninggal setelah melahirkan Maddie, putri pertama mereka. Pada masa berkabung, Logelin mesti memilih salah satu: membesarkan sang anak seorang diri atau memasrahkan bocah itu kepada nenek dan kakeknya. Pada akhirnya Logelin memilih opsi pertama, walau pastinya urusan ini tak mudah karena ia pekerja kantoran. Semua orang, tak terkecuali kawan dan ibu mertuanya, ragu terhadap keputusan itu. Logelin, yang merawat diri sendiri saja tak becus, disangsikan bisa mengurus bayi, yang episode hidupnya penuh adegan buang air, merengek minta susu, dan menghamba pada pelukan.
Perjalanan Logelin sebagai ayah tunggal menjadi plot utama film Fatherhood yang tayang di Netflix pada 18 Juni lalu, atau sehari sebelum Hari Ayah Sedunia. Film ini berangkat dari kisah nyata Matthew Logelin dan putrinya yang termuat dalam buku populer Two Kisses for Maddy: A Memoir of Loss and Love yang dirilis pada 2011. Semula tokoh Logelin bakal diperankan Channing Tatum. Namun rencana itu batal. Kevin Hart lalu menjadi salah satu produser sekaligus aktor utama film ini sebagai bentuk hasratnya memotret sosok ayah kulit hitam di Amerika Serikat.
Bila ingat, dulu ada film serupa berjudul The Pursuit of Happyness (2006) yang membikin banyak penonton termehek-mehek. Dibintangi Will Smith dan Jaden Smith, film ini juga menyajikan perjuangan seorang bapak dalam membesarkan anaknya seorang diri. Kontras dengan film itu, Fatherhood, yang diarahkan sutradara Paul Weitz (About a Boy), meracik problem yang mirip dengan bumbu humor dan kritik gender yang kontekstual. Ada banyak adegan yang membuat kita mempertanyakan kembali peran ibu dalam pengasuhan anak. Seperti saat Maddie (Melody Hurd) tumbuh dengan preferensi berbeda dengan anak perempuan kebanyakan.
(dari kiri) Lil Rel Howery sebagai Jordan, Kevin Hart sebagai Matt, Melody Hurd sebagai Maddy, dam Anthony Carrigan sebagai Oscar. Phillipi Bosse/Netflix © 2021.
Hal itu terlihat antara lain ketika Maddie dan Logelin sedang berbelanja pakaian dalam di sebuah toko. Maddie, dengan nada sungguh-sungguhnya yang menggemaskan, menolak dipilihkan celana dalam anak perempuan. Ia memilih model yang (umumnya) dipakai lelaki, dan pilihan ini tak ditentang Logelin, yang ingin sang anak merasa bahagia dengan pilihan sendiri. Pun di sekolah. Maddie memakai celana panjang. Sekalinya memakai rok, ia malah kena ledek teman-temannya karena ketahuan memakai pakaian dalam lelaki.
Perdebatan antara pihak sekolah dan Logelin mengenai masalah ini membuka isu tentang pakaian yang hingga kini pun terkadang bias gender. Apakah anak perempuan dengan seragam celana panjang adalah bentuk ketidakwajaran? Apakah anak perempuan haram memakai pakaian dalam bocah lelaki? Perlukah kita, dengan demikian, membiasakan diri melumrahkan norma-norma yang kita kenal seksis selama ini? Yang dialami Logelin bersama putrinya mengingatkan akan feminis Prancis, Simone de Beauvoir, yang mengkaji ketubuhan perempuan. Seseorang, menurut Beauvoir, tidak dilahirkan sebagai perempuan, tapi “menjadi” perempuan. Jikalau demikian, bukankah yang dilakukan si kecil Maddie sebenarnya hanyalah upaya merayakan kebebasan atas tubuhnya sendiri?
Sejumlah visual mengajak kita terbahak melihat Logelin yang kewalahan menjalankan tugas kantor dan mengasuh anak sekaligus. Pergulatan batin Logelin ditampilkan secara jenaka, seperti saat ia menyanyikan lagu ninabobo untuk Maddie dengan lirik yang diganti dengan ungkapan kerinduannya terhadap bar. Juga saat Logelin pada akhirnya bisa mendapatkan me time di bar dan menitipkan putrinya kepada pengasuh anak di rumah. Bir sudah di hadapannya, musik di sekelilingnya. Tapi Maddie terus saja mengusik pikirannya. Gara-gara itu, Logelin akhirnya balik ke rumah. Dia pun gagal nongkrong.
Ide Fatherhood sebenarnya amat menarik karena menunjukkan bahwa mengurus anak, dengan segala kompleksitasnya, bukan peran yang seksis. Kevin Hart pun bermain baik, mengimbangi dua seniornya yang cemerlang, Thedra Porter (ibu Logelin) dan Alfre Woodward (ibu mertua Logelin). Bila mengingat peran-peran Hart sebelumnya, melihatnya tampil dalam Fatherhood sebagai bapak berbadan kekar dan berhati lembut sangatlah menyenangkan.
Sayangnya, karakter Logelin dalam film ini hadir dengan terlalu banyak privilese yang mungkin hanya dimiliki segelintir orang di dunia. Pertama, Logelin, yang seorang pekerja teknologi informasi, punya lingkungan yang sangat mendukungnya. Ia berkawan dengan para lelaki keren yang sering membantunya mengurus Maddie. Logelin juga punya mertua dan orang tua yang tak bawel serta bisa diandalkan kapan saja. Seolah-olah rintangan Logelin hanyalah antara si anak dan kesendiriannya.
Terakhir, yang juga terpenting, lingkungan kerja Logelin adalah surga bagi pekerja, kantor yang serupa dengan gambaran ideal bagi siapa pun yang membesarkan anak seorang diri. Bosnya, seorang lelaki, membebaskannya bekerja dari rumah agar bisa mengasuh Maddie. Bos Logelin sadar bahwa punya anak adalah hal yang menyenangkan. Tapi, di sisi lain, orang tua bakal dihadapkan pada situasi-situasi yang brutal dan tak terkendali.
Kevin Hart dalam Fatherhood. Philippe Bosse/Netflix 2021
Logelin pun jarang terlihat repot menyeimbangkan urusan rumah dengan pekerjaan di kantor. Pada satu waktu, Logelin mesti datang ke kantor untuk memberikan presentasi. Namun Maddie, yang diajak ke kantor, merajuk dan menangis sekencang-kencangnya. Walhasil, Logelin mesti menggendongnya sembari berpresentasi di hadapan para bos dan klien—adegan yang dimaksudkan untuk menggambarkan perjuangan si ayah pekerja. Presentasi kacau-balau? Oh, tentu tidak. Para klien itu justru tersentuh dan terpesona melihat betapa kerennya upaya Logelin menyeimbangkan beban ganda sebagai bapak dan pegawai kantoran.
“Kisah Cinderella” itu masih ditambah perjumpaan Logelin dengan Liz, perempuan penuh kasih yang menganggap sikap kebapakan Logelin justru sangat seksi. Tak ada banyak kejutan dalam film tentang hubungan yang Hollywood banget ini. Namun, terlepas dari banyak keberuntungan yang klise itu, Fatherhood membuat kita tertawa dan terharu sekaligus, juga mengingatkan bahwa mengasuh anak tak ubahnya pekerjaan tanpa henti.
ISMA SAVITRI
Netflix
Fatherhood
Sutradara: Paul Weitz
Pemain: Kevin Hart, Rodney Alexandre, Lil Rel Howery
Tanggal rilis: 18 Juni 2021
Distributor: Netflix
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo