Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Ringan Rekan Almamater

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengkorting hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari menjadi kurang dari separuhnya. Keengganan jaksa untuk mengajukan permohonan kasasi menambah janggal perkara.

26 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Vonis banding jaksa Pinangki Sirna Malasari bertabur kejanggalan.

  • Salah seorang majelis hakim banding vonis diduga rekan Pinangki saat kuliah doktoral di Universitas Padjajaran.

  • Pinangki juga dibantu rekan almamaternya di kalangan pengacara saat mengajukan memori banding.

MENYANGGUPI permintaan seorang kawan, pengacara Achmad Munadi menyusun memori banding atas perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari sekitar pertengahan Februari lalu. Ia mengklaim tak mengenal bekas Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung itu. “Saat mempelajari putusan, kami melihat ada fakta hukum yang tidak dijadikan majelis hakim tingkat pertama dalam menjatuhkan hukuman,” kata Munadi pada Jumat, 25 Juni lalu.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan pada 8 Februari lalu. Ia terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang, dan terlibat dalam permufakatan jahat dalam penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Majelis hakim tingkat pertama berpendapat Pinangki pantas dihukum berat karena kejahatan tersebut diperbuat seorang penegak hukum. Pertimbangan lain, Pinangki berbelit-belit saat menyampaikan keterangan dan tak mengakui kesalahannya.

Pinangki melawan vonis tersebut. Lewat Munadi, ia mengajukan banding. Selama menyusun memori banding, Munadi mengaku tak pernah berkomunikasi ataupun mengunjungi Pinangki yang mendekam di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. “Kondisi lagi pandemi kan. Jadi tidak pernah bertemu,” ucapnya.

Memori banding Munadi jitu. Majelis hakim banding yang diketuai Muhammad Yusuf, yang beranggotakan Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik, memotong hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan pada Senin, 14 Juni lalu. Meski tak sampai membebaskan Pinangki, Munadi bersyukur atas putusan tersebut.

Baca juga: Kedekatan Joko Tjandra dan mantan Perdana Menteri Malaysia

Munadi tak memiliki kantor sendiri. Sehari-hari, dia bergabung dengan kantor hukum Achmad Kholidin dan Rekan di Tangerang Selatan, Banten. Achmad Kholidin adalah kolega Pinangki saat menjadi mahasiswa program doktoral Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun nama Kholidin tak tercantum sebagai salah seorang pengacara yang mengajukan banding Pinangki.

Achmad Kholidin mengakui memang berteman dengan Pinangki saat kuliah S-3 Ilmu Hukum di Unpad. Tapi ia tak mau terlibat langsung dalam banding Pinangki karena memperkirakan akan dikaitkan dengan hubungan mereka sebagai teman satu kampus. “Sejak awal saya tidak mau. Nanti pasti disangkut-pautkan karena kami sama-sama Unpad. Tapi kalau ada yang minta pendapat, kami berikan,” ujar Kholidin.

•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, tak habis pikir dengan  pemotongan hukuman Pinangki Sirna Malasari. Ia menganggap pertimbangan hakim mengada-ada. Padahal, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kejahatan Pinangki sangat kentara. Ia diduga terlibat tiga kasus pidana sekaligus: suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat. “Kejahatan yang diduga dilakukan Pinangki melampaui argumentasi majelis hakim,” ucap Kurnia.

Dalam putusannya, majelis hakim banding beralasan Pinangki telah menyesali perbuatannya dan siap dipecat dari Korps Adhyaksa. Pertimbangan lain, Pinangki adalah seorang ibu dari anak yang masih balita sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Hakim juga berpendapat Pinangki adalah seorang perempuan yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan perlakukan adil.

Menurut seorang penegak hukum yang mengetahui perkara ini, vonis banding Pinangki sudah diperkirakan sejak sidang dimulai. Salah seorang anggota majelis hakim banding, Reny Halida Ilham Malik, ditengarai merupakan kolega Pinangki saat menempuh kuliah S-3 Ilmu Hukum Unpad. Ia pernah menjadi anggota staf seorang hakim agung yang namanya muncul dalam proposal Pinangki kepada Joko Tjandra.

Baca juga: Bagaimana Cara Joko Tjandra Mengelabui Pemerintah agar Bisa Masuk ke Indonesia

Proposal berjudul “action plan” itu berisi sepuluh langkah meloloskan Joko Tjandra dari hukuman dua tahun penjara dalam perkara hak tagih Bank Bali. Langkah itu dimulai dari upaya mendapatkan fatwa Mahkamah Agung hingga membawa Joko Tjandra pulang ke Tanah Air. Dalam proposal itu, sebagaimana disebut dalam dakwaan, tercantum nama BR, yang diduga Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan HA yang ditengarai adalah bekas Ketua MA Hatta Ali.

Lingkaran satu almamater pula yang dipakai Pinangki untuk memuluskan proposal itu kepada Joko. Ia memperkenalkan seniornya di program doktoral Ilmu Hukum Unpad, Anita Kolopaking, kepada Joko Tjandra agar menjadi pengacaranya. Pinangki dan Anita lantas bermufakat mengajukan proposal “action plan”, yang isinya antara lain mencantumkan kebutuhan duit US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun untuk membebaskan Joko. Proposal disetujui, tapi angkanya berkurang menjadi US$ 10 juta atau Rp 140 miliar. Pinangki diduga membeli sejumlah kebutuhan pribadi dan mobil BMW dengan uang tersebut.

Saat menjadi saksi di persidangan Pinangki, Anita mengakui bahwa dia satu kampus dengan Pinangki. Ia tercatat satu angkatan dengan Hatta Ali dan hakim agung lain. “Hampir semua ada dari MA. Saya lupa nama-namanya. Ketua kamar pidana siapa namanya, sama-sama dengan kami. Saya lupa namanya,” tutur Anita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 25 November 2020. Anita dihukum dua setengah tahun penjara karena terbukti memalsukan sejumlah dokumen untuk membantu Joko Tjandra yang buron dan bisa keluar-masuk Indonesia.

Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Binsar Pakpahan enggan mengomentari putusan majelis hakim banding perkara Pinangki. Tapi ia membenarkan bahwa Reny adalah lulusan program S-3 Ilmu Hukum Unpad. “Angkatan dan lulus tahun berapanya saya tidak tahu pasti,” ujarnya. Ia mengaku tak tahu-menahu ihwal riwayat pertemanan Reny dan Pinangki.

Tempo berupaya menghubungi Reny untuk meminta konfirmasi tentang hubungannya dengan Pinangki. Ia tak menjawab panggilan telepon. Ia juga tak merespons permintaan wawancara yang dikirim melalui WhatsApp hingga Sabtu, 26 Juni lalu.

Meski vonis Pinangki dikorting lebih dari separuh, kejaksaan tak langsung mengajukan kasasi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono menyatakan lembaganya belum memutuskan akan mengajukan kasasi. Menurut dia, negara justru mendapat mobil BMW yang disita dari perkara Pinangki. “Kenapa sih yang dikejar-kejar Pinangki? Malah dari Pinangki, negara dapat mobil. Yang lain kan susah ngelacaknya,” ujar Ali.

ICW mengkritik sikap kejaksaan tersebut. Kurnia Ramadhana mengatakan sikap kejaksaan yang tak segera mengajukan permohonan kasasi menambah janggal perkara jaksa Pinangki. Sejak awal penyidikan, kata Kurnia, keanehan sebenarnya sudah terlihat. Ia mencontohkan, ada banyak informasi mengenai perkara ini yang tidak ditindaklanjuti penyidik. Misalnya nama-nama yang muncul di proposal “action plan”. “Rendahnya tuntutan jaksa turut menjadi indikasi,” katanya.

LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus