Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN SOSIALISME DUNIA KETIGA
Judul asli: Third World Whence and Whither?
Penulis: Wim F. Wertheim
Penerbit: Institut Studi Arus Informasi, Agustus 2008
AWAL 1990-an. Dunia baru menyaksikan runtuhnya Tembok Berlin, disusul rangkaian transformasi negara-negara eks komunis. Puncaknya, pada 1992 Uni Soviet bubar menjadi 15 negara merdeka. Setengah abad penduduk dunia terbiasa dengan bipolarisme kapitalisme-komunisme atau Barat-Timur. Setelah komunisme bubar, lalu apa?
Pada dekade 1990 muncul beberapa teori tentang dunia setelah bubarnya komunisme. Fukuyama berseru, sejarah sudah berakhir (dengan kapitalisme sebagai pemenang). Huntington berpendapat lain. Dunia akan menjadi multipolar, dengan ”peradaban”—bukan ideologi—menjadi identitas utama yang membedakan satu sama lain. Variasi lain dari teori Huntington meramalkan bahwa konflik Barat-Timur akan digantikan oleh Barat-Islam.
Pendapat lain mengatakan runtuhnya Uni Soviet dan blok Timur tak berarti kematian ideologi sosialisme. Dominasi ide-ide kapitalisme liberalisme yang disebarkan oleh Barat (baca: Amerika Serikat) ke negara-negara berkembang justru akan menimbulkan resistensi dan dorongan untuk menoleh kembali pada ide-ide dasar sosialisme.
Wim Wertheim ada dalam kelompok ini, dengan posisi yang cukup unik. Ia mengkritik kapitalisme dan demokrasi liberal tawaran Barat. Pada saat yang sama ia juga kritis terhadap sejumlah gagasan Marxis dan Neo-Marxis, khususnya kegagalan mereka memahami realitas masyarakat di dunia ketiga. Ia menganggap pendekatan determinisme historis tak cukup sahih sebagai landasan teoretis bagi analisis ilmiah tentang dinamika sejarah manusia. Ia menilai bahwa ”perjuangan kelas” diberi arti yang terlalu berlebihan oleh penganut Marxis dan Neo-Marxis.
Tapi Third World Whence and Whither—terjemahannya diluncurkan Institut Studi Arus Informasi bulan lalu—tak dimaksudkan untuk mengelaborasi kritik-kritik teoretis atas Marxisme. Buku ini lebih sebagai hasil berbagai observasi lapangan Wertheim di Indonesia dan Cina, plus hasil penelitian sejumlah mantan mahasiswanya di Filipina serta India. Dari berbagai pengamatan lapangan itu, pesan yang dicoba disampaikan Wertheim satu: dunia ketiga perlu keluar dari dogma-dogma palsu para Mammon (kapitalis) dan Leviathan (Marxis dan Neo-Marxis). Sebagian besar negara dunia ketiga didominasi oleh kehidupan masyarakat agraris. Ini membuka peluang bagi mereka untuk memiliki model sosialisme yang berbeda dengan model Uni Soviet.
Wertheim juga menekankan pentingnya gerakan emansipasi masyarakat, khususnya yang hidup di sektor agraris-pedesaan. Ini menjadi prasyarat bagi demokrasi untuk bisa berjalan dan membawa kemakmuran. Tanpa partisipasi, demokratisasi yang dipaksakan (oleh Barat) di negara-negara eks komunis dan dunia ketiga gagal membawa kesejahteraan.
Upaya menyajikan sebuah pesan dan gambaran besar melalui observasi empiris yang mendalam sesungguhnya bisa menjadi kekuatan buku ini. Sayangnya, konsep ”jalan sosialisme dunia ketiga” masih kabur. Penyebabnya, buku ini merupakan antologi sejumlah tulisan yang sudah diterbitkan sebelumnya.
Satu hal yang cukup mengganggu adalah Wertheim begitu memandang besar peran Mao dan seolah menafikan bencana kelaparan yang terjadi pada 1958-1961. Menurut taksiran paling konservatif saja, 12-14 juta orang tewas. Ini menggambarkan besarnya biaya eksperimen Mao. Bencana kelaparan justru menunjukkan apa yang akan terjadi jika mekanisme harga dan kepemilikan pribadi—komponen utama ekonomi pasar—dihilangkan.
Kekurangan lainnya, kritik atas kapitalisme dan Barat yang dilontarkan terkesan stereotipe. Wertheim melihat kapitalisme bertahan karena mendestabilisasi pesaing secara sistematis. Nyatanya, pada era perang dingin, baik Barat maupun komunis selalu berusaha mendestabilisasi yang lain. Atau Barat menjadikan lembaga donor sebagai instrumen, yang juga keliru karena, dalam banyak kasus, lembaga donor justru tersandera oleh kepentingan pemerintah negara penerima.
Ari A. Perdana,
Peneliti Centre for Strategic and International Studies, pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo