Boleh berkhianat pada negeri, asalkan jangan pada kemanusiaan. Cerita spionase yang membuat penonton merasa jadi agen. THE RUSSIA HOUSE Pemain: Sean Connery, Michelle Pfeiffer, Roy Scheider Skenario: Tom Stoppard Cerita: John le Carre Sutradara: Fred Schepisi Produksi: Pathe Entertaintment BARLEY Blair (Sean Connery), orang Inggris yang penerbit buku itu, diinterogasi. Soalnya, ia mendapat kiriman manuskrip rahasia dari Katya (Michelle Pfeiffer) untuk diterbitkan. Celakanya, kiriman itu jatuh ke tangan dinas rahasia Inggris-Amerika. Biar pun ditodong untuk kembali ke Rusia, mencari informasi, siapa Katya dan siapa penulis calon buku itu. Blair teringat pada sebuah pertemuan para pengarang, ketika ia diundang ke Rusia. Di situ, ia bertemu dengan Dante, seorang yang pendiam, tetapi menaruh kepercayaan bahwa ide melaksanakan glasnost dan perestroika saja tidak cukup bagi Rusia. Ia membutuhkan yang lebih kongkret. "Berkhianat pada negerimu tak apa, asalkan jangan berkhianat pada kemanusiaan," kata Blair. Dante terpesona. Ia mendekati Blair dan meminta Blair mempergunakan nurani semacam itu, kalau pada suatu ketika ia melakukan tindakan "kepahlawanan". Katya membantu Blair mencari kontak dengan Dante. Wanita yang dekat sekali dengan Dante ini kini menjanda. Blair terpesona sejak pandang pertama. Tapi ia membawa daftar pertanyaan yang harus diajukan. Belum sampai tuntas menyampaikan pertanyaan itu, Dante "diamankan". Berarti, Katya dalam bahaya. Maka, Blair "mengkhianati" tugasnya dan menyerahkan daftar pertanyaan rahasia itu. Katya selamat. Tetapi, belakangan, pengkhianatan Blair pun tak perlu dipikirkan karena daftar pertanyaan itu juga hanya tipuan para bos yang memperalatnya. Orang-orang di atas sudah tahu bahwa daftar itu akan sampai ke tangan musuh pada suatu ketika. Akhirnya, film ini menjadi kisah cinta lelaki separuh baya. Asmara menang. Katya keluar dari Rusia dan disambut dengan pelukan oleh Blair. Tidak ada dar-der-dor meskipun ada detik-detik yang menegangkan. Selebihnya adalah panorama Rusia yang mempesona, karena jarang kita lihat, dan memang tampaknya ditonjol-tonjolkan dengan sengaja. Di bagian awal, film ini terlalu minta banyak perhatian. Struktur berceritanya minta ampun, bergaya. Lengah sedikit, informasi yang disampaikan membingungkan. Ada narasi dan kemudian flash back yang nyelonong tanpa urut-urutan dan penjelasan sebagaimana lazimnya. Keruwetan yang agaknya juga setengah dibikin ini agak melelahkan pada awalnya. Dan hampir menimbulkan kesan angkuh, habis tak peduli pada penonton. Tetapi kemudian, di banyak kesempatan, humor mendadak muncul. Ketegangan dipatahkan, diejek sendiri, sehingga suasana yang tegang menjadi segar. Setelah sekitar seperempat jam, ketika alat rekorder dililitkan di badan Blair, cerita mengalir dan memikat. Tetapi dekat ke buntut, mengusut lagi membuat penasaran. John Le Carre, 60 tahun, penulis novel yang menjadi dasar film ini, adalah bekas diplomat. Lima tahun ia bekerja di dinas luar negeri. Karya fiksi spionasenya berbau sastra. Konon, ia selalu mengetengahkan pergumulan batin di dalam diri seorang agen rahasia. Antara agen sebagai manusia dan sebagai budak. Obsesinya itu meskipun masih ada, tak terlalu mencuat dalam film. Itu risiko, akibat gaya penuturan skenarionya yang "edan". Di dalam novel- best seller, terbitan Bantam Books, 1990- The Russia House adalah sebuah kisah yang mengalir. Blair kembali ke Rusia sebagai spion karena tekanan yang keras. Di tangan Tom Stoppard dan sutradara Fred Schepisi, tekanan itu ada, namun tidak terlalu mengguncangkan. Sutradara tampak sibuk dengan panorama-panorama seperti mengajak penonton jadi turis. Sambil dengan semacam "ugal-ugalan yang komersial" mengetengahkan profil Blair yang tampak "ngebos". Anehnya, justru "keruwetan" skenario jadi daya tarik. Gaya tutur semacam itu meneror, memaksa penonton awas dan berpikir. Membuat penonton tidak duduk mengunyah, tapi sibuk mencari dan menafsir-nafsirkan. Layar memang tidak sibuk. Tak ada kejar-kejaran atau hantam-hantaman, sebagaimana umumnya film spionase. Yang sibuk justru penonton. Mereka diajak menjadikan dirinya agen rahasia. Memperhatikan setiap pojokan, setiap kelebatan, di sekitar tokoh utama. Film ini penuh silat lidah yang membuat penasaran. Dialog-dialognya pintar, tangkas, penuh humor, dan nyelekit. Satir lunak tentang kekonyolan sekaligus kecanggihan para penentu di dinas rahasia Inggris dan Amerika. Bukan itu saja. Kita juga disuguhi kemampuan akting Sean Connery dan Michelle Pfeiffer. Keduanya matang. Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini