BELUM lagi jelas perkembangan cerita pemecatan dua pejabat
tinggi Dirbin Film Deppen, drs Sunaryo St dan Narto Erawan
(TEMPO 21 Januari 1978), tiba-tiba kedua pejabat itu sudah
diberi pula jabatan baru.
Lewat instruksi Dirjen Radio Film dan Televisi (RTF), sejak 30
Januari yang lalu, drs Sunaryo St mendapit kedudukan baru
sebagai Anggota Satuan Tugas Penangan Pembuatan Film Proyek
Mass Media Perfilman. Sedang Narto Erawan diperbantukan pada
Kepala Bagian Penyusunan Program dan Laporan Sekretariat
Dirjen RTF. Apakah pengangkatan tersebut berarti rehabilitasi
terhadap nama baik kedua pejabat yang diberhentikan dengan
tuduhan melakukan pemalsuan surat-surat rekomendasi?
Haji Ismael Hassan SH, Direktur Bina Humas Deppen memberikan
jawaban: "Ini mutasi saja, dan kejadian macam. ini sudah hal
yang lumrah. Lagi pula kami tidak pernah merasa mencemarkan nama
baik mereka."
Ismael memang boleh tidak merasa mencemarkan nama baik kedua
pejabat Deppen itu, tapi Sunaryo St berpendapat lain. Ia
kabarnya menilai pemecatan dan penjelasan humas Deppen
(ditandatangani oleh H. Ismael Hassan SH) sebagai "pukulan yang
luar biasa serta dirasakan sebagai suatu keaiban yang menodai
pengabdian kami selaku pegawai negeri . . ." Ia sudah
menjelaskan duduk perkaranya kepada Menteri Penerangan a.i.
Sudhannono SH.
Tapi dari Ismael Hassan juga diperoleh keterangan bahwa
pemeriksaan atas diri kedua pejabat itu masih terus berlangsung.
"Mereka tetap datang ke kantor untuk melancarkan jalannya
pemeriksaan terhadap penyimpangan yang mereka lakukan," kata
Ismael kepada Widi Yarmanto dari TEMPO. Setelah bebrapa hari
dilakukan pemeriksaan sudahkah diketahui kesalahan mereka di
"Vonnis memang belum dijatuhkan, jadi masih belum diketahui
salah tidaknya mereka," jawab Ismael.
Kalau belum diketahui salah tidaknya, mengapa dipecat? Dan
setelah dipecat, proses pemeriksaan belum selesai, sudah diberi
jabatan baru lagi? "Mereka itu tidak dipecat, cuma dimutasikan.
Dan sebagai pegawai Deppen, wajar kalau mereka dapat tugas. Kami
tidak ingin melihat pengangguran dalam departemen," jawab Ismael
Hassan.
Bagaimana tanggapan drs Sunaryo St dan Narto Erawan terhadap
keputusan baru atas diri mereka itu? Wartawan TEMPO yang
berhasil menemui Sunaryo ternyata gagal mendapatkan tanggapan
dari bekas Direktur Bina Film itu, "Ada ketentuan bahwa kita
tidak boleh memberikan keterangan kepada pers," katanya lesu.
Konsensus Diam
Sudah tentu sulit untuk mengecek kebenaran persoalan ini jika
para pejabat Deppen sudah mencapai konsensus untuk tidak memberi
keterangan kepada pers mengenai kasus Sunaryo dan Narto.
Satu-satunya jawaban yang diperoleh TEMPO datangnya dari
Zulharmans, Direktur PT Peredaran Film Nasional (Perfin). Kata
Zulharmans: "Pemberhentian dari jabatan atas seorang pejabat
oleh atasannya adalah lumrah, namun untuk saya, release itu
terasa sangat drastis, karena ia justru mengundang trial by the
press, suatu hal yang melanggar hak asasi seseorang."
Sehubungan dengan disebut-sebutnya nama bekas Menpen Mashuri SH
dalam kasus kekisruhan film impor dewasa ini, Zulharmans -
sebagai orang yang dekat dengan Mashuri, menegaskan: "Saya tidak
percaya bahwa beliau terlibat dalam hal sogok menyogok. Di
samping soal itu pasti melanggar sumpah dan menghinakan diri
sebagai pejuang, hal itu juga tidak terlihat dalam tata
kehidupan beliau yang saya lihat cukup sederhana."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini