SAMPAH ada kalanya juga berarti nafkah. Di Jakarta dulu, apalagi kini, tak sedikit manusia yang menyambung hidup dari sampah. Ada yang dapat duit dengan mengutip sampah untuk didaur ulang, ada pula yang digaji untuk membersihkan lingkungan dari sampah yang berserakan. Tanpa petugas-petugas kebersihan itu barangkali Jakarta sudah tenggelam di bawah timbunan sampah. Bagaimana tidak. Setiap hari tak kurang dari 18.000 meter kubik sampah yang harus diangkut ke tempat penimbunan . Masalah sampah di Jakarta adalah problem yang tak pernah terselesaikan sampai sekarang. Sudah silih berganti gubernur yang memerintah, sampah tetap saja masalah yang rawan. Membereskan sampah yang dihasilkan 7,6 juta penduduk Jakarta bukan gampang. Apalagi dana yang tersedia juga terbatas: Rp 6 milyar setahun . Sekalipun sekarang ini Pemda Jakarta memiliki 600 truk pengangkut sampah dan 6.000 orang petugas kebersihan, jumlah itu masih belum memadai. Untuk petugas kebersihan, misalnya, Jakarta membutuhkan sedikitnya 15.000 orang. Maka, untuk mengatasi masalah itu, Pemda Jakarta memakai tenaga bantuan dari PT Sarana Organtama Sanitasi (SOS), dengan nilai kontrak Rp 19 juta per bulan. Pada saat ini, SOS baru beroperasi di kawasan Monas dan sekitarnya. Menggebrak sampah denga sistem kontrak sekaligus lapangan kerja baru untuk sejumlah orang. Pada tahap awal ini saja tidak kurang dari 50 orang anggota karang taruna Jakarta Pusat -- ada yang putus sekolah, dan ada pula yang bertitel sarjana ditampung SOS sebagai pekerja, dengan penghasilan Rp 130 ribu per bulan. "Daripada menganggur kan lebih baik kerja. Yang penting hasilnya halal," kata seorang jebolan STM yang sekarang di SOS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini