Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI bagian belakang panggung, sebuah kutang merah tersampir pada tali yang terentang. Kutang itu baru diambil salah satu aktor menjelang pertengahan pertunjukan. Ia mengambil dan menekuknya menjadi dua, memegangnya seolah-olah sedang becermin dan berdandan dengan kutang itu. Setelah itu, ia mencangklongkannya ke pundak kiri layaknya tengah membawa tas dan berjalan menuju kotak-kotak di belakang, lalu menyimpannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat si aktor berdandan, aktor lain menata sejumlah kotak particle board di antara garis-garis yang tergambar di lantai panggung. Garis-garis itu membentuk semacam pola dan ruang. Ada garis yang lurus, ada yang putus-putus, ada pula yang menuju ruang buntu. Sementara itu, Sosi, sesosok boneka, didudukkan di sebuah kotak agak di belakang, tapi kemudian ia kembali tampil di antara kotak-kotak tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Flying Balloons Puppet, sebuah grup teater boneka dari Yogyakarta, Sabtu-Ahad, 18-19 Februari lalu, mementaskan sebuah lakon berjudul Jalinan Kusam di Lemari Sosi. Sebuah pertunjukan yang mengawali serangkaian festival teater, Helateater Salihara 2023. Kelompok teater ini didirikan oleh Rangga Dwi Apriadinnur dan Meyda Bestari. Mereka berkarya secara tunggal maupun berkolaborasi dengan pelaku seni lain di dalam dan luar negeri. Setelah Flying Balloons Puppet, pada pekan-pekan berikutnya akan tampil Sekat Studio, Institute Tingang Borneo Theater, dan Papermoon Puppet Theatre.
Jalinan Kusam di Lemari Sosi adalah hasil eksplorasi terhadap boneka perempuan tua, terinspirasi dari kehidupan ibu angkat Meyda, sutradara sekaligus aktor pertunjukan ini. Meyda dan Rangga adalah tokoh yang menghidupkan Sosi, sosok boneka dengan kehidupannya, segenap pengalaman dan mimpinya, juga bagaimana ia bertumbuh. Tampil di panggung yang diperkaya beragam kotak besar-kecil yang disusun sedemikian rupa di antara garis-garis di lantai panggung, Sosi mengawali kisahnya dengan dua payung yang mengembang-menutup, seperti ubur-ubur yang bergerak di kedalaman lautan. Salah satu payung itu bolong di sana-sini.
Meyda dan Rangga kadang bergantian menapakkan kaki dan menggerakkan badan Sosi, mendudukkannya, atau naik-turun menapaki kotak-kotak yang disusun, seperti menuruni tangga. Atau seolah-olah tengah melayang-layang mengikuti angin. Sesekali salah satu dari mereka memegang boneka berambut abu-abu itu dengan duduk di salah satu kotak, sementara lainnya membuka kotak lain dan mengambil sesuatu.
Tangan mungil Sosi seperti tengah meraba-raba atau mengaduk sesuatu. Keluarlah sebuah permen lolipop berwarna merah. Dibawanya permen itu, dilihat sebentar, lalu disimpan lagi di kotak yang lain. Ada pula adegan letak kotak-kotak itu diubah. Sosi juga mengeluarkan selembar kain seperti jaring transparan. Dikerudungkannya kain itu, dibiarkan sejenak seperti melayang-layang.
Sosi tampil dalam kelindan kotak dan garis ruang, berpindah dari satu kotak ke kotak lain, menapak di lantai atau berloncatan. Seperti menggambarkan sebuah perjalanan, dinamika kehidupannya. Cahaya ditata mengikuti perjalanan dan dramaturgi Sosi dengan iringan suara dari benda-benda yang akrab dalam keseharian. Seperti gemelitik botol, juga gesekan benda.
Pertunjukan Sosi ini dipenuhi bahasa simbol, personal, dan sangat intim dengan sisi feminin yang kuat. Kutang merah yang terlihat sepanjang separuh pertunjukan mungkin tak terlalu kuat menambah cerita, tapi memberikan makna tentang femininitas. Bra sangat lekat dengan tubuh perempuan dan menjadi simbol sesuatu yang intim. Meyda memakainya sebagai properti untuk berdandan dan membawa sesuatu. "Merah itu lambang keberanian, dan bra dipakai di dalam, sangat intim dan privat untuk perempuan,” ujarnya.
Sedangkan payung melambangkan keluarga yang selalu menjadi tempat berlindung pertama bagi seseorang, meski kadang punya banyak kekurangan dan tak sempurna. Hal itu ditunjukkan dengan lubang-lubang pada payung yang muncul di awal. “Keluarga itu seperti payung, meski tak selalu sempurna, ada dinamikanya,” ucap Meyda selepas pementasan. Menurut dia, tumbuh dan hidupnya seorang perempuan ditentukan oleh banyak faktor, seperti bagaimana pengasuhannya, lingkungan, dan pengalaman yang dijumpai.
Pentas Flying Balloons Puppet berjudul Jalinan Kusam di Lemari Sosi, di Galeri Salihara, Jakarta, 17 Februari 2023. Witjack Widhi Cahya/Salihara
Kisah dalam pertunjukan ini berawal dari pertemuan Meyda dengan ibu angkatnya, merefleksikan kehidupan ibunya yang beranjak tua. Bagaimana dia hidup dan bertahan hidup dengan berbagai pengalaman. Meyda pun berefleksi atas kehidupannya sebagai seorang perempuan, ibu dari seorang anak berusia balita. Peralihan kehidupan sebagai perempuan dan ibu memberinya pemikiran yang berbeda, lengkap dengan kekhawatiran dan ketakutannya sendiri. Ada banyak pikiran, mimpi, kekhawatiran, dan memori yang tersimpan, memenuhi kepala Meyda dan ibu angkatnya.
Inilah yang kemudian diwujudkan dalam cerita Sosi. Kotak-kotak sebagai gambaran lemari dengan segala kekusutan barang di dalamnya, lembaran kelambu transparan yang terpasang di atas panggung, juga garis-garis, merefleksikan pikiran, mimpi, keinginan, permasalahan, dan sesuatu di alam bawah sadarnya. Seperti sesuatu yang dipendam rapat-rapat tapi dicari-cari oleh otak.
Dalam kepala seseorang, otak dipenuhi neuron, sel saraf yang mengirimkan sinyal-sinyal ke seluruh tubuh dan pikiran. Permainan obyek dalam pentas tersebut juga merefleksikan hal itu. Kadang seseorang mencari sesuatu di luar dirinya, jati dirinya, apa yang diinginkan, tapi sebenarnya hal itu ada di dalam dirinya.
Garis-garis yang diciptakan menggambarkan neuron ini. Kadang ada sesuatu yang tersambung, ada yang terputus, yang tetap diusahakan terhubung. Hal itu, kata Meyda, seperti yang ada dalam pikiran Sosi. Juga ketika ada sesuatu di alam bawah sadar yang tertumpuk. Meyda teringat pada adegan sebuah film kartun. "Itu kalau SpongeBob lupa namanya, ia akan mencari-carinya di lemari,” tuturnya.
Penampilan kelompok Flying Balloons Puppet ini tak hanya mempertunjukkan aksi boneka Sosi, tapi juga aktornya. Meyda mengatakan mereka memang sedang bereksperimen dan mengeksplorasi segala kemungkinan. Seperti hubungan antara boneka dan aktornya, atau satu aktor dan aktor lain.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo