Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Kisruh Larangan Pentas Teater 'Wawancara dengan Mulyono' di Kampus ISBI Bandung

Drama Teater Payung Hitam berjudul Wawancara dengan Mulyono batal dipentaskan. Rektor ISBI Bandung berdalih kampus harus netral.

21 Februari 2025 | 15.00 WIB

Poster pentas berjudul Wawancara dengan Mulyono dari Teater Payung Hitam. Tempo/Prima Mulia
Perbesar
Poster pentas berjudul Wawancara dengan Mulyono dari Teater Payung Hitam. Tempo/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Teater Payung Hitam sedianya menggelar pentas drama berjudul Wawancara dengan Mulyono.

  • Pementasan batal karena gedung pertunjukan digembok.

  • Rektor ISBI Retno Dwimarwati menyatakan pementasan itu bisa mencoreng prinsip netralitas kampus.

SABTU pagi itu, Tony Supartono alias Tony Broer melangkah ke Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Bandung dengan semangat 45. Sambil menjinjing kostum yang telah disetrika, aktor kelompok Teater Payung Hitam sekaligus dosen bergelar doktor di almamaternya itu bakal memainkan lakon drama terbaru, Wawancara dengan Mulyono, karya Rachman Sabur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pementasannya dijadwalkan pada Sabtu dan Ahad, 15-16 Februari 2025, pukul 20.00 di ruang Studio Teater ISBI Bandung. Walau baliho acara yang telah terbentang dua kali dicopot pengelola kampus, dia tetap hakulyakin. “Apa pun yang terjadi, malam akan main,” kata Tony, 58 tahun, kepada Tempo di Bandung, Ahad, 16 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sesampainya di gerbang kampus, beberapa petugas satuan pengamanan alias satpam menghampiri Tony. Mereka mengenal lelaki berkumis dan berjanggut putih itu. Petugas mengabarkan bahwa ruang tempat pementasan dikunci atas perintah atasan. Tony sulit percaya. Dia bergegas naik ke lantai dua.

Dengan hati masygul, dia menyaksikan sendiri dua gembok mengunci pintu teralis ruangan yang dijadwalkan untuk pertunjukan. “Saya enggak menyangka bakal digembok,” ujar Tony. Sehari sebelumnya, Tony, yang berduet dengan Rachman Sabur, sempat gladi resik hingga menjelang tengah malam.

Selain menjadi sutradara, Rachman merangkap sebagai aktor yang berperan sebagai pewawancara amatir. Adapun Tony menjadi Mulyono—nama mantan presiden Joko Widodo sewaktu kecil.

Aktor Tony Broer memaparkan pemikirannya saat diskusi di depan studio teater yang digembok setelah pihak kampus melarang pentas teater Wawancara Dengan Mulyono, di Studio Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jawa Barat, 16 Februari 2025. Tempo/Prima Mulia

Dalam lakon yang berdurasi sekitar 30 menit itu, Mulyono ditanyai beberapa masalah yang dijawabnya dengan gerakan tubuh tanpa berucap. “Pertunjukannya komedi satir, bukan yang memunculkan stressing,” kata Rachman, 67 tahun, Senin, 17 Februari 2025.

Misalnya ada pertanyaan, “Pak Mulyono, Anda bisa menjelaskan tentang parcok? Tentang IKN? Tentang bansos? Tentang KPK? Tentang PSN? Tentang PIK 2? Tentang pagar laut? Penjelasan Anda, Pak Mulyono?” Dalam naskah, tokoh utama menjawab dengan menenteng pot bunga uang ke sana-kemari.

“Sebuah penjelasan dan jawaban yang sungguh-sungguh sulit dimengerti. Tapi tidak apa-apa. Sah-sah saja. Lalu bagaimana komentar Anda tentang No Mulyono No Democration?” demikian pertanyaan lanjutan pewawancara. Dalam naskah tertulis Mulyono menggeleng-gelengkan kepala dengan sembari menjulurkan lidahnya.

Tanda-tanda pelarangan pentas teater itu muncul beberapa hari sebelum penggembokan. Pada Rabu, 12 Februari 2025, kelompok Teater Payung Hitam memasang baliho acara berukuran 3 x 4 meter di kampus ISBI Bandung, tepatnya di depan Gedung Kesenian Sunan Ambu. Setelah dicopot pengelola, baliho itu mereka pasang ulang pada Jumat, 14 Februari 2025, sebelum kembali dicopot. “Kalau kami dilarang, mana suratnya? Kami menanyakan itu, tapi tidak ada jawaban,” kata Rachman.

Tak kuasa melawan, pada Sabtu dan Ahad lalu, Teater Payung Hitam meluncurkan buku Teks-teks Monolog Rachman Sabur di ISBI Bandung. Kitab itu berisi sepuluh naskah pendek yang ditulis Rachman sejak 1986 sampai 2024, termasuk Wawancara dengan Mulyono. Peluncuran buku itu menjadi perayaan 43 tahun eksistensi Teater Payung Hitam.

Kepada hadirin yang datang pada dua hari tersebut, Rachman menjelaskan masalah gagal pentas tersebut. Tony Broer dan rekannya ikut membuat pertunjukan singkat untuk menyikapi situasi. “Sakit sekali. Seumur-umur, baru sekarang saya mengalami hal seperti ini,” ujar Rachman.

Babeh—panggilan Rachman—orang lama di kampus itu. Dia kuliah di sana mulai 1979, saat ISBI masih bernama Akademi Seni Tari Indonesia Bandung atau ASTI. Dia menjadi dosen di almamaternya hingga pensiun.

Sampul buku Teks-teks Monolog Rachman Sabur. Tempo/Prima Mulia

Pada 1982, Rachman Sabur bersama teman-teman kuliahnya membentuk Teater Payung Hitam. Kelompok seni itu tumbuh dan menjadi bagian dari kampus ISBI Bandung hingga sekarang. Anggotanya lintas generasi. Mulai dari kalangan mahasiswa, staf kampus, dosen, hingga rektor, pernah atau masih jadi bagian dari Teater Payung Hitam.

Selama perjalanannya, kelompok teater ini mementaskan lebih dari seratus pertunjukan secara mandiri dan kolaborasi. Sebanyak 43 lakon di antaranya merupakan teater tubuh. Mereka berpentas di Jakarta, Australia, Jerman, Taiwan, Belanda, dan Amerika Serikat. Naskah yang mereka mainkan antara lain karya Putu Wijaya berjudul Aduh dan Aum, Genderang di Malam Hari karya Bertolt Brecht, Macbett karya Eugene Ionesco, serta Menunggu Godot karya Samuel Beckett.

Larangan pentas teater Wawancara dengan Mulyono menuai protes. Puluhan mahasiswa ISBI Bandung dari berbagai jurusan berunjuk rasa di depan gedung rektorat sambil membentangkan spanduk dan poster. Sejumlah seniman di Bandung, seperti Tisna Sanjaya dan Herry Dim, juga menyesalkan pelarangan berkesenian di kampus seni.

Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri) dan Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Bandung ikut menyoroti kasus pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berkesenian ini. “Keberpihakan pada kebebasan berekspresi adalah langkah krusial dalam menjaga iklim demokrasi yang sehat,” kata Wakil Sekretaris Umum Penastri Sahlan Mujtaba alias Bahuy saat membacakan pernyataan sikap di ISBI Bandung pada Ahad malam, 16 Februari 2025.

Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati mengatakan pihaknya sedari awal menolak permintaan penggunaan tempat untuk pementasan Wawancara dengan Mulyono pada 15-16 Februari 2025 oleh Teater Payung Hitam. Surat pengajuan itu tertanggal 9 Januari 2025. Retno mengatakan Ketua Program Studi Seni Teater ISBI Bandung, Fathul A. Husein, telah menyampaikan penolakan itu saat berbicara dengan Rachman Sabur. “Jadi, surat pengajuan diabaikan karena sudah ditolak ketua jurusan,” kata Retno di Gedung Rektorat ISBI, Selasa, 18 Februari 2025.

Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Retno Dwimarwati memberikan keterangan di Bandung, 18 Fabruari 2025. Tempo/Anwar Siswadi

Pada 24 Januari 2025, muncul poster digital acara pementasan. Retno resah melihat gambar Jokowi dalam poster Wawancara dengan Mulyono tersebut. Keesokan harinya, pihak Rektorat bertemu dengan Teater Payung Hitam dan meminta poster itu jangan ditayangkan. Dia juga meminta pertunjukan tidak digelar di kampus ISBI. “Kami harus netral terhadap politik. Itu intinya,” kata Retno.

Saat baliho Wawancara dengan Mulyono pertama kali dipasang pada Rabu, 12 Februari 2025, di ISBI Bandung, Retno mendapat pesan WhatsApp dari polisi yang hendak mengkonfirmasi keberadaan baliho tersebut. "Polisi hanya menanyakan, tapi buat saya, ini peringatan," ucap Retno.

Dia memastikan tidak ada tekanan dari mana pun soal pelarangan pementasan teater Wawancara dengan Mulyono. Menurut Retno, polisi akan mengintervensi karena pementasan digelar di lingkungan kampus. Namun, dia melanjutkan, jika pertunjukan seni itu berlangsung, masyarakat akan menganggap ISBI Bandung memfasilitasi penghujatan. "Itu berat buat saya," ujar  Retno.

Indra Ridwan, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ISBI, menyatakan pertunjukan di kampus mereka perlu mendapat persetujuan pengelola. Lalu penggunaan fasilitas kampus harus bebas dari konflik kepentingan. “Termasuk yang bernuansa politik serta menghindari konten yang berpotensi memicu keresahan atau pertentangan di masyarakat,” kata Indra.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Anwar Siswadi (Kontributor)

Anwar Siswadi (Kontributor)

Kontributor Tempo di Bandung

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus