Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH lebih dari setengah abad kematian Lal Bahadur Shastri. Perdana Menteri India kedua ini—setelah Jawaharlal Nehru—meninggal sesudah meneken Perjanjian Tashkent di Uzbekistan, yang ketika itu masih menjadi bagian Uni Soviet, pada 1966. Namun tak semua orang percaya Shastri wafat karena serangan jantung. Mereka yang mengendus ada kejanggalan di balik kepergiannya ini membuat hipotesis: Shastri tewas diracun.
Misteri kematian Shastri menjadi roh film The Tashkent Files. Sutradara Vivek Agnihotri (Chocolate, Hate Story) mengawali film sepanjang 144 menit itu dengan situasi masa kini: kantor surat kabar di India, jurnalis perempuan bernama Raagini Phule (Shweta Basu Prasad) yang doyan menulis berita palsu dari media sosial, serta bosnya yang geregetan karena tak disetori tulisan politik sensasional dan faktual.
Persoalan pemberitaan itu menjadi pengantar yang mengusik penonton pada pertanyaan ini: betulkah kita sudah tak peduli kepada kebenaran? Dan menganggap gosip lebih mengenyangkan ketimbang fakta? Sebagaimana Raagini Phule yang menganggap kebenaran hanyalah utopia? Tapi sebuah telepon misterius mengantarkan Phule ke dokumen yang membikin darah jurnalisnya menggelegak. Dokumen tersebut berisi konspirasi kematian Lal Bahadur Shastri, yang dihabisi dinas spionase Rusia, KGB, karena ogah bekerja sama dengan negara adikuasa tersebut. Tulisan soal itu kemudian naik cetak dan nama Phule serta-merta merebak.
Moralitas yang dituturkan gamblang di sini malah membuat The Tashkent Files terlihat naif.
Telepon misterius itu pula yang menderek laju The Tashkent Files. Phule, dengan keingintahuannya yang meletup-letup, kemudian mengajak penonton menyu-suri kontroversi kematian Shastri. Ia bergabung dengan komite bentukan pemerintah yang bertugas menguak kebenaran di balik wafatnya sang Perdana Menteri. Selain diisi Phule, komite itu beranggotakan politikus partai oposisi, Shyam Sunder Tripathi (Mithun Chakraborty), aktivis sosial, sejarawan, juga bekas hakim agung.
Lewat perdebatan dalam rapat-rapat komite, Agnihotri menjejali kita dengan segudang desas-desus politik, dari kematian Shastri, jejak KGB di India, problem India dengan Pakistan, sampai sejarah demokrasi di India sejak masa Perdana Menteri Nehru, Shastri, hingga Indira Gandhi. Sayangnya, ada kalanya perang narasi di ruang rapat itu jatuh ke klise. Apalagi saat Tripathi sebagai ketua komite mengupas satu per satu borok profesi para anggotanya.
Soalnya, moralitas yang dituturkan gamblang di sini malah membuat The Tashkent Files terlihat naif. Sejumlah adegan yang melibatkan Phule di luar ruang rapat komite seperti dipaksakan. Padahal porsi narasi bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa jurnalis yang awalnya semau gue menulis berita itu mendadak begitu terobsesi pada kebenaran, atau untuk mendalami proses menjumput fakta, seperti dalam film Spotlight (2015), yang juga berbau jurnalisme investigasi.
The Tashkent Files kembali menghanyutkan saat sejumlah rumor disebut dengan terang-benderang. Salah satunya yang menyebutkan Indira Gandhi menerima 2 juta rupee pada masa itu karena mau “menjual” India ke KGB. Sayangnya, hingga akhir film, sebagian tuduhan The Tashkent Files tidak terverifikasi dan hanya berlandaskan arsip Vasili Mitrokhin, bekas agen KGB. Ujung-ujungnya, film ini tetap menyajikan misteri—seperti halnya Phule yang menyerah dan berlutut di makam Shastri, memohon petunjuknya.
PRIHANDOKO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IMDB
Sutradara : Vivek Agnihotri
Pemeran : Shweta Basu Prasad, Mithun Chakraborty, Pallavi Joshi, Pankaj Tripathi, Naseeruddin Shah
Produksi : SP CineCorp, Vivek Agnihotri
Tayang : 12 April 2019
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo