Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Tergambar barisan bukit

Sutradara: nya'abbas akup pemain: titik puspa, aedi moward, nanu moeljono, dan lydia kandou. resensi oleh: eddy herwanto.(fl)

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROJALI DAN ZULEHA Cerita, Skenario, dan Sutradara: Nya' Abas Akup. Pemain: Titiek Puspa, Aedi Moward, Nanu Moeljono, dan Lydia Kandou. Semula Rojali jatuh hati pada Saloma, penyanyi dang-dut, penggoda iman. Cinta anak pedagan tuak itu, tentu saja, tak pernah kesampaian. Maklum kedudukan Saloma sudah seperti meteor di langit ketujuh. Sedang Rojali masih tinggal di lorong kampung becek, dan menganggur. Bunuh dirikah Rojali? Film Rojali dan Zuleha bukanlah kisah serius seperti legenda Romeo dan Juliet. Tapi dari kisah tersebut Nya' Abas Akup agaknya menggarap komedi ini. Rojali (Nanu Moeljono) kemudian dituturkan jatuh cinta pada Zuleha (Lydia Kandou). Status sosial kedua remaja itu -- kebetulan keduanya anak tunggal -- jauh berbeda. Ibu Rojali (Titiek Puspa), seorang janda, hanyalah pedagang tuak, sambil membuka warung nasi. Sedang Pak Edi (Aedi Moward), ayah Zuleha, pegawai negeri kaya. Konon mendiang ayah Rojali adalah teman seperjuangan ayah Zuleha. Ayah Zuleha tidak menyetujui hubungan kedua remaja itu. Apalagi setelah diketahuinya Rojali adalah anak janda yang dimusuhinya. Tak jelas apa pangkal permusuhan. Hanya disebut sekilas janda itu dituduh menyerobot tanah miliknya. Rojali juga harus menghadapi saingan. Yaitu pengusaha muda, yang sering dipanggil boss. Ia selalu membawa sejumlah pengawal (berkaca mata hitam, berambut crew cut, yang senantiasa menenteng walkie-talkie) bila bertandang ke rumah Zuleha. Nya' Abas Akup di sini mengejek. Tokoh-tokoh dalam film tersebut pada hakikatnya adalah barisan badut. Coba saja dengan volume suara sember Zuleha, dan penampilannya. Anak kampung yang barusan memasuki kelas gedongan itu seperti sebuah karikatur. Juga sang boss. Sedang Rojali dengan segala kenaifannya mewakili kelompok jelata. Sikap Abas terhadap Rojali dan Zuleba tidaklah selapang ketika menghadapi filmnya terdahulu, Inem Pelayan Sexy. Kalau dulu sekedar berolok, Abas kini melampiaskan amarah, kebenciannya. Dalam menyindir, Abas terasa mengulang, seolah mulai kehabisan bahan. Ketika pesta dan tahun Zuleha, misalnya, sekelompok nyonya terlibat mempercakapkan kemampuan suaminya membuat kolam renang, dan lapangan bola di dalam rumah. Sekalipun demikian, olok-olok segar masih muncul. Suatu malam, misalnya, Rojali dengan tambang memanjat tembok rumah, dan merayu Zuleha. "Wahai Rojali, kata-katamu panas seperti tuak yang dijual ibumu," sahut Zuleha dari balkon rumah. "la seperti membakar dan melelehkan tubuhku." Selain suka membanyol, Abas juga tukang kritik. Diceritakannya kemudian ibu Rojali berhasil menemukan surat tanahnya. Ternyata ayah Zuleha yang sesungguhnya merampas haknya. Dengan sebuah demonstrasi (agak konyol) ayah Zuleha diusir orang kampung. Dan hubungan Rojali-Zuleha pun putus di jalan. Sekali ini sang sutradara meninggalkan banyak teka-teki. Tampaknya ia lebih mementingkan pesan ketimbang cerita yang utuh. Eddy Herwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus