Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tiga malam dengan christie

Sutradara: galeb husin karya: agatha christie produksi: yayasan teater nasional. (ter)

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Tiga malam dengan christie
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PERANGKAP TIKUS Karya: Agatha Christie Sutradara: Galeb Husin Produksi: Yayasan Teater Nasional (eks Akademi Teater Nasional, Indonesia). BEBERAPA gedung teater yang mementaskan The Mousetrap atau perangkap Tikus di London jalan terus ketika pengarangnya, 1976, meninggal. Sementara beberapa gedung yang lain, yang mementaskan lakon lain, tutul. Meski berbeda, kedua cara itu sama-sama untuk menghormati yang meninggal: Agatha Christie. Tapi mungkin pula karena lakon Prangkap Tikus, ditulis hampir 30 tahun yang lalu dan tetap dimainkan sampai kini di London hampir setiap malam, memang begitu memikat. Yayasan Teater Nasional (YTN) pun menganggap lakon ini penting, meski "kurang bobot sastranya" tapi "telah dipertunjukkan sekitar 15 ribu kali." Maka pementasan tiga malam, 9-11 Juli lalu di Bali Room Hotel Indonesia, dengan menampilkan nama-nama populer seperti Rahayu Effendy, Deddy Sutomo, Agust Melaz memang siap menghibur publik. Cobalah anda lihat di malam terakhir. Ada bisik-bisik dari penonton: "Itu Rahayu Effendy. Itu Deddy Sutomo," bisik seorang gadis kepada temannya menonton. "Iho, yang mana Agut Melaz? O, itu." Ini adalah pementasan YTN yang ketiga-- YTN berdiri 1976. Scbelumnya. di Taman Ismail Maruki telah ditampilkannya Montserrat (1977) dan Jangan Kirimi Aku Bunga (1978). Dengan tata pangung yang elok rapi, daya pikat pernentasan Perangkap tikus rupanya terletak pada cerita yang tegang, penuh teka-teki--hal yang biasa pada cerita Agatha Christie. Para penonton, di hadapan tokoh cerita (orang), dipaksa membuat macam-macam dugaan. Kisah ini kisah pembunuhan balas dendam seorang pemuda, yang mempunyai masa kecil suram dan menyedihkan. Tapi pembunuhan terakhir yang hendak dilakukannya keburu dipergoki kakak perempuannya. Dan kembalilah pemuda ini menjadi setengah sinting, berlaku kekanak-kanakan. Sejak kecil, ia memang sangat patuh kepada kakaknya itu. Dengan cerita semacam ini, sebuah grup yang didirikan oleh bekas keluarga Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), yang bertekad membina kehidupan teater profesional. Memang belum sampai pada cita-citanya. "Program pementasan dua kali setahun saja, masih sulit," kata Sutopo HS, Sekretaris YTN. Juga latihan rutin, pembinaan kader, belum bisa berjalan. Untuk pementasan ini, 3 bulan latihan terpaksa masih pinjam tempat di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Yayasan Jantung Modal mmang belum ada. Pada pementasan Montserrat, disponsori Dewan Kesenian Jakarta, honorarium habis dibagi. Pementasan kedua, ditangani sendiri, menurut Sutopo ada sisa uang sedikit. Kini memang dia mengharap ada uang masuk untuk modal. Meski honorarium yang dibayarkan bagi mereka vang bekerja untuk pementasan kali ini lumayan. Minimal Rp 75 ribu, maksimal RP 150 ribu. Malam pertama dan kedua sudah ada ang memborong Yayasan Jantung Kartika dan LPKJ. Untuk tiap malam YTN hanya tahu terima duit Rp 1,5 juta. Karcis masuk hendak dijual berapa, terserah. Baru malam ketiga karcis masuk dijual YTN sendiri, rata-rata Rp 5 ribu -- 5 kali lebih mahal dari karcis teater di TIM. Itulah mengapa mereka memilih pentas di HI. "Penjualan karcis lebih gampang," kata Sutopo pula. Lagipula, memang ada korting sewa Bali Room. Juga pajak penjualan karcis mendapat keringanan dari Pemda DKI. Kini tak semua adalah anggota bekas keluarga ATNI (yang bubar di akhir tahun 60-an). Untuk membina grup dan membina penonton itulah, agaknya YTN mementaskan hanya naskah yang "konvensional" saja. Dalam pengertian Barat, "linear". Tapi dengan niat yang sungguh-sungguh dan pengelolaan yang baik, mungkin saja mereka menjadi satu kelompok yang punya ciri sendiri. Apalagi melihat orang-orang yang terlibat di dalamnya, seperti Pramana Padmadarmaya, Wahab Abdi, Sukarno M. Noor, D. Djajakusuma.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus