Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

TOTO dan 15 Tahun Java Jazz

Java Jazz Festival 2019 menghadirkan musikus dan artis idola seperti TOTO, H.E.R., dan Raveena. Bukan musikus jazz tulen, tapi sukses menjadi magnet festival jazz tahunan itu.

9 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gitaris Steve Lukather dan keyboardis Steve Procaro dari TOTO membawakan lagu hitsnya dalam Java Jazz Festival 2019 di JIExpo Kemayoran. TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR 75 menit riuh rendah teriakan ribuan penonton terdengar di Hall D2 Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Ahad malam dua pekan lalu. Mereka seperti tak henti terpukau menyaksikan penampilan kelompok musik rock legendaris asal Los Angeles, Amerika Serikat, TOTO. Mulanya “gairah” penonton belum terlalu tinggi ketika band yang berdiri pada 1977 itu membuka penampilannya dengan membawakan lagu Devil’s Tower. Tapi suasana memanas ketika TOTO mengentak dengan lagu kedua: Hold the Line. Para penonton bernyanyi bersama sambil mengabadikan momen dengan telepon seluler masing-masing.

Pada malam puncak perayaan 15 tahun Java Jazz Festival itu, band yang pernah meraih Grammy Awards tersebut menampilkan sejumlah lagu yang sempat hit pada masanya. Total 16 lagu mereka bawakan. Setelah menyajikan Devil’s Tower dan Hold the Line, TOTO membawakan Lovers in the Night, yang menonjolkan bunyi saksofon, keyboard, dan gitar. Lalu sang vokalis, Steve Lukather, menyapa penonton. “Halo, Jakarta, cukup gugup dan senang bisa tampil dalam perayaan 15 tahun Java Jazz Festival,” katanya. Kemudian TOTO kembali menggeber Hall D2 dengan lagu Alone.

Lukather mengambil jeda setelah menyanyikan Alone. Ia memperkenalkan satu per satu musikus yang tampil pada malam itu. Selain Lukather (yang juga memainkan gitar), ada Joseph Williams (vokal), Steve Porcaro (keyboard), Shem von Schroeck (bas), Warren Ham (saksofon), Dominique Xavier Taplin (keyboard), Shannon Forrest (drum), dan Lenny Castro (perkusi). Tapi tak ada nama David Paich (vokal dan keyboard), yang memang absen tampil malam itu.

Penonton kembali histeris ketika TOTO membawakan intro tembang I Will Remember. Mereka bernyanyi bersama sambil mengacungkan ponsel masing-masing. Lagu selanjutnya, English Eyes, yang diciptakan pada 1981 dan terdapat dalam album Turn Back, tak kalah mempesona. Kemudian muncul gebukan drum solo dan instrumen gitar yang nge-jazz dalam tembang Jake to the Bone. Setelah itu, TOTO kembali berinteraksi dengan penonton. “Kalian ingin lagu pesta?” Penonton kompak menjawab “Yeaaa”. Mengalunlah lagu Rosanna, yang disambut dengan bernyanyi bersama. Lukather dan kawan-kawan kemudian menurunkan tensi, membuat suasana lebih tenang dengan tembang Georgy Porgy, yang lebih kalem.

Tembang Human Nature, yang dipopulerkan Michael Jackson, juga dinyanyikan malam itu. Lalu ada lagu I’ll Be Over You dan entakan rock pada lagu Girl Goodbye. Suasana kembali tenang ketika TOTO membawakan lagu yang dipopulerkan The Beatles, While My Guitar Gently Weeps. Penonton ikut bernyanyi bersama ketika lagu yang ditunggu-tunggu, Africa, dibawakan. Pada lagu itu, TOTO memberikan sentuhan perkusi solo dan keyboard, yang membuat penonton bergoyang ketika lirik tak dinyanyikan, seolah-olah memberi jeda istirahat bagi sang vokalis. Tembang ini nyaris menjadi penutup, tapi penonton berteriak minta tambah lagu. Lagu pamungkas, Home of the Brave, pun mengantar penonton pulang.

Meski tak lagi muda, stamina para personel TOTO cukup bagus untuk membawakan 16 lagu secara terus-menerus. Beberapa kali mereka memang bergantian menyanyi dan memberi jeda dengan memainkan alat musik. Tapi, secara keseluruhan, mereka mampu memuaskan penonton. Susi, salah seorang penonton, mengaku sangat antusias. “Tiga awak utama cukup memukau. Sayang, David Paich tidak bisa datang,” ujarnya. “TOTO memang keren dari sejak formasi awal. Semua bisa nyanyi.” Penonton lain, Bambang Pramusinto, yang mendengarkan lagu-lagu TOTO sejak kuliah, sangat senang bisa menonton setelah 25 tahun menggemari band itu. “Semua personel mampu menampilkan musik khas TOTO,” ucapnya.

Grup rock TOTO merupakan satu di antara tiga artis yang masuk kategori pertunjukan khusus dalam Java Jazz Festival 2019, yang berlangsung selama tiga hari pada Jumat-Ahad dua pekan lalu. Selain TOTO, ada biduan R&B asal Amerika Serikat bernama panggung H.E.R. (Having Everything Revealed) dan penyanyi pop Amerika Serikat keturunan India, Raveena. Ketiganya memiliki kesamaan, yakni tak berlatar belakang jazz, aliran musik yang menjadi tema festival musik tersebut.

Namun panitia festival memiliki alasan untuk mengundang ketiga artis tersebut. Direktur Utama Java Jazz Festival Dewi Gontha mengatakan tema festival itu adalah “Music Unites Us All”. Dengan begitu, memungkinkan jika Java Jazz Festival diisi genre musik yang beragam. Tujuannya agar cakupan usia penontonnya lebih luas. “TOTO adalah representasi band legendaris, Raveena mewakili peluang untuk pendatang baru, sedangkan H.E.R., kita tahu, digandrungi milenial,” kata Dewi.

H.E.R. tampil sekitar satu setengah jam pada Jumat malam dua pekan lalu. Perempuan 22 tahun dengan nama asli Gabriella Wilson itu membawakan sejumlah lagu. Salah satunya Best Part?, yang bermodal lirik manis dan penuh gombalan layaknya orang yang sedang kasmaran. H.E.R., yang meraih dua Grammy Awards untuk kategori album R&B terbaik dan kolaborasi terbaik pada Januari lalu, memang tak hanya bersenjatakan lagu cinta. Ia memiliki suara tebal yang empuk. Bahkan, saat menarik napas, suara H.E.R. terdengar seksi. Itulah yang membuat ratusan orang yang berkerumun di konsernya berkaraoke massal dan sesekali mengelu-elukan namanya. “Saya tak sabar ingin kembali lagi ke Indonesia,” ujarnya. Beberapa lagu lain yang dibawakan H.E.R. adalah Gone Away, Hard Place, Lights On, Say It Again, I’m Not Okay, dan Every Kind of You.

Tercatat lebih dari 100 musikus bergantian tampil di 11 panggung Java Jazz Festival ke-15 pada tahun ini. “Komposisinya 70 persen artis Indonesia, sisanya dari 10 negara lain,” ucap Direktur Program Java Jazz Festival Nikita Dompas. Untuk musikus lokal, ada Barry Likumahuwa, Addie M.S., Andien, Dira Sugandi, Parkdrive, Danilla Riyadi, Iwa K., Endah N Rhesa Extended, Sore, Radhini, Isyana Sarasvati, dan Ardhito Pramono. Sedangkan dari mancanegara di antaranya Go Go Penguin, J-Newbies, Nathan East Band of Brothers, Lucky Chops, Bob James Trio, dan Ron King Horn.

Dari ratusan musikus tersebut, J-Newbies menjadi salah satu pencuri perhatian. Grup band jazz itu terdiri atas lima remaja berusia rata-rata 16 tahun dari Hokkaido, Jepang. Mereka adalah Mizuki Yano (saksofon), Reiya Terakubo (trompet), Makoto Togashi (kontrabas), Koichi Hirata (gitar), dan Naoki Takahashi (drum). Walau J-Newbies masih anak baru gede, aksi panggung mereka bisa memantik aplaus ratusan penonton di Brava Radio Stage, Jumat malam dua pekan lalu. J-Newbies membawakan tujuh lagu bikinan mereka sendiri yang semuanya energetik khas anak muda, yakni Jack, Warm Time Street, Dreamlike, It’s My Town, It Could Happen to You, Chili Sauce, dan The Newbies.

J-Newbies menembus Java Jazz Festival setelah memenangi kompetisi dalam festival musik tahunan di Jepang, Sapporo City Jazz, pada 2017. “Hadiah dari kompetisi itu adalah kami bisa tampil dalam festival jazz di luar Jepang,” kata Reiya Terakubo lewat pesan elektronik. Sebenarnya sebagian dari mereka pernah tampil dalam acara musik di Boston, Amerika Serikat. Namun saat itu sebagian anggota J-Newbies masih bergabung dengan band lain. “Sebagai J-Newbies, Java Jazz adalah festival perdana kami di luar Jepang.”

Yang tak kalah mengentak adalah penampilan dari Lucky Chops. Dari belasan panggung Java Jazz pada Jumat malam dua pekan lalu, band asal New York, Amerika Serikat, ini bisa merebut perhatian ratusan orang ke depan panggung mereka di Java Jazz Stage. Bahkan hujan tak menyetop laju penonton untuk berkerumun. Berbasah-basahan, penonton bergoyang meningkahi siulan trombofon, sousafon, dan saksofon yang Lucky Chops mainkan.

“Huru-hara” yang dibikin Lucky Chops bahkan terdengar dari jarak puluhan meter dari panggung, seolah-olah memanggil untuk datang dan larut dalam kebisingan, menikmati sejumlah lagu instrumental, baik milik Lucky Chops, seperti Danza 2016, maupun I Got You (I Feel Good) milik James Brown. Tak aneh bila Lucky Chops demikian sakti memantik perhatian orang. Sebelum beberapa kali tur ke luar Amerika, band ini kadang tampil di jalanan. Tepatnya di area subway atau kereta bawah tanah di New York. Lucky Chops baru mendapat sorotan setelah seorang turis dari Amerika Selatan merekam aksi band tersebut sampai akhirnya viral di Internet.

Lewat pesan elektronik, trombonis Lucky Chops, Josh Holcomb, mengaku antusias bisa manggung di Java Jazz Festival 2019. “Rasanya gila, melihat musik kami beresonansi dengan begitu banyak orang di seluruh dunia. Apalagi banyak musikus hebat ada di sini, baik lokal maupun internasional. Kami bangga menjadi salah satunya dan mendengar beragam musik sepanjang waktu,” ujar Holcomb. Rasanya sukacita Lucky Chops ini menguar dan berenergi. Membikin Java Jazz 2019 jadi segar, di tengah kebanyakan artis pendukungnya yang itu-itu saja.

DIAN YULIASTUTI, ISMA SAVITRI, PRIHANDOKO. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus