Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia ahli filologi-ilmu tentang teks dan bahasa kuno-yang menekuni studi bahasa Batak dan Melayu. Dilahirkan di Hildesheim, Jerman, Ulrich Kozok, 47 tahun, menguasai bermacam bahasa Batak: Karo, Angkola, Mandailing, Pakpak, Simalungun, dan Toba.
Uli-begitu panggilannya-kaya pengalaman akademis: tujuh tahun mengajar di Universitas Auckland, Selandia Baru; setahun di Universitas Sumatera Utara; dan kini menjadi dosen di Universitas Hawaii, Amerika Serikat. Dan pekan lalu, ia hadir dalam peluncuran Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Berikut petikan wawancara wartawan Tempo, Andari Karina Anom, dengan Uli:
Apa yang dibuktikan oleh penemu-an naskah Melayu tertua ini?
Selama ini belum pernah ditemukan naskah Melayu pra-Islam. Naskah-naskah yang berhasil ditemukan berasal dari zaman setelah masuknya Islam di Indonesia (sekitar abad ke-15 dan 16) sehingga banyak dipengaruhi bahasa Arab dan Persia. Bahasa Me-layu bahkan kerap diidentikkan de-ngan Islam. Penemuan naskah Tanjung Tanah ini membuktikan bahwa bahasa Melayu sudah ada jauh sebe-lum Islam masuk ke Indonesia. Arti-nya, semua teori tentang sejarah ak-sara di Melayu perlu ditinjau kembali.
Berdasarkan literatur, masih ada kemungkinan ditemukan naskah sejenis yang lebih tua?
Kalau dalam waktu dekat, saya kira sulit karena ini adalah penemuan yang besar dan langka. Tapi tentu ada kemungkinan di kemudian hari muncul naskah yang lebih tua. Ini adalah sesuatu yang relatif, tidak absolut. Sejauh pengetahuan kita hingga sekarang, ini memang yang tertua. Tapi bisa saja suatu ketika ditemukan naskah yang lebih tua, misalnya di sebuah rumah di Sumatera.
Dalam komunike bersama Indonesia, Malaysia, Brunei yang ditanda-tangani di Jakarta, pekan lalu, bahasa Melayu diusulkan sebagai salah satu bahasa utama dunia karena penggunaannya yang luas. Menurut Anda?
Bahasa Melayu memang termasuk salah satu dari sepuluh terbesar bahasa yang terbanyak digunakan di dunia. Tapi itu pun tergantung cara penghitungannya. Ada yang menghitung berdasarkan penutur asli. Tapi ka-dang-kadang ini pun rancu. Misal-nya, apakah orang Jawa dikelom-pokkan sebagai penutur Melayu atau bukan.
Apa pandangan Anda tentang Malaysia yang kini tengah berupaya menjadi pusat kebudayaan Melayu, termasuk dengan mengangkut naskah-naskah kuno dari Indonesia? (lihat: investigasi tentang jual-beli naskah Melayu, Tempo edisi 17 Juli 2006)
Indonesia dan Malaysia pada hakikatnya merupakan negara-negara hasil bentukan para penjajah. Tak ada yang membedakan penduduk di Sumatera dan di Semenanjung Malaya kecuali pembagian wilayah berdasarkan perjanjian pihak penjajah Belanda dan Inggris. Jadi, boleh dikata pembentukan kedua negara itu sangat artifisial dan tidak punya landasan sejarah. Walaupun dalam pendidikan sejarah di Indonesia sering disebutkan bahwa Indonesia sudah ada sejak zaman Majapahit, namun itu tidak didukung fakta sejarah.
Kini penggunaan istilah Melayu menjadi sangat luas dan politis. Mi-salnya, dalam sebuah konferensi di Malaysia, ada sebuah naskah Melayu yang ditolak karena bukan berasal dari Malaysia. Padahal, satu hal yang tidak bisa disangkal adalah bahwa Kerajaan Melayu dulu berpusat di wilayah Indonesia, bukan Malaysia. Memang ada teori yang menyatakan bahwa pusat Kerajaan Melayu sempat pindah ke Melaka. Namun, teori ini tidak didukung data yang akurat. Pembahasan soal pusat kebudayaan Melayu bisa jadi isu sejarah, bisa pula isu politik.
Bagaimana Anda melihat kemauan orang Indonesia melestarikan naskah kuno?
Kemauan sebenarnya ada. Namun yang terpenting adalah memberi pe-ngetahuan kepada rakyat tentang kon-servasi naskah. Kadang-kadang mere-ka ingin berbuat yang terbaik, tapi malah sebaliknya. Di Kerinci, ada orang yang melindungi naskah kuno dengan cara dibungkus plastik supaya awet. Padahal itulah cara terbaik untuk menghancurkan naskah karena jadi mudah berjamur dan berlumut.
Apakah pemerintah Indonesia berperan dalam pelestarian naskah-naskah Melayu kuno?
Tekadnya ada. Setiap bicara, mere-ka selalu bilang bahwa ini penting dan harus dilakukan. Tapi pelaksanaannya tak ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo