Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

”Fashionista!”

7 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Qaris Tajudin

  • Wartawan Tempo

    Sastrawan Prancis, Anatole France, pernah berkata: ”Jika saya diberi kesempatan untuk bangkit dari kubur seratus tahun lagi, yang pertama saya baca adalah majalah mode.” Alasan-nya, hanya dengan melihat majalah mode, ia bisa memperoleh de-ngan cepat gambaran masyarakat yang hi-dup waktu itu.

    Saya mencoba membuktikan perkataan sastrawan itu. Dahi saya mengernyit. Bukan oleh tulisan tentang koleksi musim dingin yang laku di Jakarta, melainkan oleh obral kosa-kata Inggris sejak judul hingga akhir tu-lisan.

    Seorang pemimpin redaksi majalah mode Indonesia yang lama tinggal di Paris mencoba menjawab kepusingan saya dengan mengatakan bahwa penggunaan kata-kata Inggris itu wajar karena banyak istilah mode yang tidak ada dalam bahasa Indonesia. ”Bahkan untuk kata mode saja kita mengambilnya dari Prancis,” kata penulis yang lebih sering memakai kata fesyen dan fashion daripada mode ini. ”Kita juga tidak punya istilah untuk penggila fesyen: fashionista.”

    Mungkin dia ada benarnya, tapi saya tak langsung percaya. Saya mencoba menguji kesimpulannya itu de-ngan membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sampai huruf D saja, saya mendapatkan 75 kata yang berkait-an dengan mode. Bahkan ada sejumlah kata yang, saya yakin, bahasa Ing-gris atau Prancis pun tidak memiliki padanannya.

    Misalnya, cindai adalah kain sutra bermotif bunga. Adapun kain berbahan kapas (katun) yang juga bermotif bunga disebut cita. Sedangkan kain yang tepinya bersulam emas dinamai celar. Kutang (yang belakangan seper-ti tabu digunakan) juga bisa disebut culi. Bahkan untuk tas yang digantung di pinggang pria—mungkin se-perti yang dipakai Ariel Peter Pan—kita punya istilah sendiri: dabal.

    Itu baru untuk busana. Untuk tata rias, para bangsawan perempuan Mela-yu masa lalu mempunyai ba-nyak kata. Misalnya canggai, untuk menyebut kuku palsu yang belakangan marak ini. Adapun kata kerja untuk memoleskan cat bibir adalah palis. Dan, palit itu menyapukan bubuk hitam penggaris tepi mata dan alis mata.

    Memang, kata-kata tersebut te-rasa kuno dan asing untuk manusia zaman ini, tapi jelaslah bahasa Indonesia tidak semiskin yang dikira.

    Sejumlah kata se-perti sifon, brokat, wol, satin memang serapan. Selebihnya, kita sementara ini agaknya tak punya pilihan selain memakai aslinya. Misalnya saja tulle (kain tipis terawang), tweed (semacam wol kasar), stiletto (salah satu ragam sepatu hak tinggi), atau loafer (sepatu hak tipis dengan ujung melengkung ke atas).

    Mungkin tidak semua kata dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan begitu saja. T-shirt memang bisa diganti dengan kaus-T. Tapi saya pernah dikecam karena menerjemahkan ball gown sebagai gaun pesta. ”Tidak semua gaun pesta adalah ball gown,” kata seorang penulis mode dengan nada tinggi. Istilah ini memang hanya merujuk gaun yang bagian bawahnya mekar seperti kurungan ayam.

    Mencari pengganti untuk yang be-lum ada itu memang perlu, tapi ba-gaimana mungkin menciptakan kata baru jika menghidupkan yang sudah ada saja enggan. Penulis mode mana yang mau memakai kata cerpiau untuk menunjuk pada topi berbidang pinggir yang dipakai para model peraga koleksi Jean-Paul Gaultier tahun lalu?

    Di luar kata yang tidak dapat diter-je-mahkan begitu saja, artikel-artikel gaya hi-dup dan mode masih dibanjiri kata dan frase Inggris yang sebenarnya dapat dengan mudah kita cari versi Indonesianya.

    Bacalah, misalnya, sebuah artikel berjudul ”Classy Home”. ”Atau, the best thing you can do adalah membeli barang-barang dengan desain yang classic enough, tentu dengan kualitas prima dan dilabeli brand ternama....”

    Gaya mereka dalam menulis ha-nyalah cerminan dari cara mereka bicara sehari-hari. Jika memang begitu, maka saya sudah menemukan apa arti perkataan sang sastrawan Prancis di awal tulisan ini.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus