Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Wawancara Blueboy: Kami Tak Bisa Kembali ke Masa Lalu tapi Bisa Mengambil Etos Musiknya

Blueboy berjibaku memainkan lagu-lagunya dalam sesi latihan usai Joyland Festival Jakarta 2024 menawari mereka untuk bermain di hari ketiga.

29 November 2024 | 20.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Blueboy berjibaku memainkan lagu-lagunya dalam sesi latihan usai Joyland Festival Jakarta 2024 menawari mereka untuk bermain di hari ketiga di Lapangan Bisbol GBK Senayan. Unit indie pop asal Reading, Inggris itu kerap memamerkan proses latihan dan persiapannya untuk tampil di hadapan para 'indie kids' yang jaraknya menempuh waktu sekitar 22 jam lewat udara dari kota mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memainkan musik indie pop, Blueboy dibentuk oleh Keith Girdler dan Paul Stewart pada 1989, dan berjalan hingga 1999. Usai bubar dan Girdler meninggal pada 2007 karena kanker, Stewart kembali mengajak teman-temannya itu mengaktifkan band pada tahun lalu sembari mengumpulkan lagu-lagunya di masa lampau yang kemudian dirilis dalam format album bertajuk Clearer and other singles, 1991-1998 (2024).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Clearer" adalah batu lompatan pertama mereka yang dirilis oleh Sarah Records—sebuah label rekaman independen berbasis di Bristol, Inggris—pada 1991. Kemudian Blueboy merilis beberapa single hingga berujung pada album If Wishes Were Horses dan Unisex di tahun yang sama, 1994 lewat Sarah Records.

Sebelum mereka hiatus selama 24 tahun, kali terakhir Blueboy merilis album bertajuk The Bank Of England lewat label rekaman Shinkansen Recordings.

Dalam jangka satu dekade di era 90-an itu, Blueboy beberapa kali gonta-ganti personil. Selain Stewart, Gemma Malley yang saat ini lebih dikenal sebagai penulis fiksi, aktif bermain musik bersama Blueboy sejak 1991, disusul Mark Cousens dan Martin Rose.

Meninggalkan tiga album penuh, Blueboy masih diputar di mana-mana hingga 24 tahun kemudian. Anak-anak ‘culun’ yang memainkan musik indie pop di tengah gempuran kebangkitan Britpop itu tak menyangka kini banyak yang menyanyikan “The Joy Of Living”, “Sea Horses”, hingga “Boys Don’t Matter”.

Usai kembali mengaktifkan band pada tahun lalu, Blueboy telah mengeluarkan dua single bertajuk “One” pada Mei dan “Deux” yang dirampungkan pada November 2024 usai menerima tawaran tampil di Joyland.

Wartawan Tempo, Bagus Pribadi, bertemu dengan Paul Stewart (Gitar), Gemma Malley (Vokal), Mark Cousens (Bass), dan Martin Rose (Drum), dua jam sebelum mereka naik panggung di Jakarta pada Ahad, 24 November 2024. Blueboy berkisah tentang situasi dan posisi indie pop di era 90-an, alasan mereka kembali mengaktifkan band, hingga peran Sarah Records dalam karier mereka.

Bagaimana pengalaman kalian untuk pertama kalinya bermain di Jakarta, apakah menyenangkan? 

Gemma Malley: Luar biasa, fantastis. Maksud saya, kami datang ke suatu tempat seperti Jakarta, kami ingin menjelajahinya sebisa mungkin dalam beberapa hari sebelum konser, karena kami juga sebelumnya benar-benar fokus pada konser. Jadi mungkin setelahnya kami bisa sedikit jalan-jalan. 

Namun, menurut saya hal yang paling luar biasa adalah bertemu dengan orang-orangnya. Jadi kami menonton beberapa band sejak hari pertama festival ini dan bertemu dengan banyak orang yang tidak hanya menyukai musik kami, melainkan musik kami telah andil secara signifikan dalam hidup mereka. Itu yang mereka utarakan kepada kami.

Ceritanya macam-macam. Mereka memainkan Blueboy saat berjalan menuju altar, atau mereka memainkan Blueboy saat menina-bobokkan anaknya hingga tertidur pulas. Kamu bayangkan bagaimana rasanya jadi kami mendengar cerita mereka, ini sangat-sangat mengharukan dan luar biasa. Kami tak menyangkan bahwa kami telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama sekitar 20 tahun terakhir tanpa menyadarinya. Jadi sungguh menyenangkan sekarang bisa datang ke sini dan dapat memainkan lagu-lagu kami di hadapan mereka.

Paul Stewart: Rasanya kita telah kembali ke era ketika orang-orang mendengarkan musik dan menulis fanzine untuk mengulas musik. Di Inggris, tidak banyak yang seperti itu, meski itu dimulai lagi. Namun di sini, ada anak muda yang menulis fanzine, membuat band, memulai label rekaman. Itu adalah dunia yang sangat… sangat sehat dan bersemangat. Dan dari sanalah kami berasal, kami melakukan itu di tahun 90-an. Jadi, datang ke sini dan langsung kembali ke dunia itu lagi rasanya sungguh luar biasa. Saya pikir musik kami cocok untuk situasi dengan ekosistem sepertii itu. Jadi, itulah alasan lain yang sangat penting bagi kami untuk berada di sini saat ini.

Martin Rose: Luar biasa. Kami menyaksikan festival ini dua malam sebelumnya, dan kami berdiri di sana dan banyak orang mendatangi kami. Mereka memberi kami demo, bahkan dalam bentuk kaset dan CD. Senang sekali bertemu dengan semua orang. 

Kalian tampak semangat sekali saat akan tampil di Joyland Festival 2024. Bagaimana persiapan kalian tampil di acara ini, dan seberapa besar pengaruh acara ini bagi Blueboy?

Paul Stewart: Ya, kami telah mempersiapkan diri sejak saat kami diminta datang, kami telah berkumpul dan berlatih sebanyak mungkin. Kami ingin single kedua kami dirilis dan selesai sebelum kami datang ke sini, jadi kami akan memainkannya malam ini. Kami ingin sesuatu yang baru untuk ditampilkan di panggung. Ini baru kedua kalinya kami memainkan lagu itu secara langsung. Jadi ya, saya pikir kami hanya ingin mengasah keterampilan kami. Sehingga saat kami tiba di sini, kami dapat tampil sebaik mungkin dan kami siap untuk itu. 

Gemma Malley: Alasan lainnya adalah karena momentum diundang ke Joyland hampir bersamaan dengan kami bersua kembali bersama-sama. Jadi, kami bukan seperti sudah benar-benar kembali bersama selama tiga tahun dan melakukan tur keliling dunia. Memang, kami (Stewart ddan Malley) bermain akustik dan berkata, “baiklah, kami akan manggung dan kita lihat saja nanti.” Lalu tiba-tiba kami diundang ke Joyland, dan kami seperti, “oke, jadi, baiklah, kami akan manggung.” Kami punya alasan yang sangat bagus untuk berkumpul dalam format full band.

Mengenai Blueboy sendiri, sempat aktif satu dekade kemudian bubar dengan meninggalkan tiga album penuh. Bagaimana perasaan kalian saat itu dan kenapa bubar? 

Saya pikir, kami hanya merasakan sudah melakukan apa saja, dan banyak hal. Menurutku kami sampai pada titik di mana band ini sudah tak ada alasan lagi untuk bersenang-senang dan tetap berlanjut. Jadi butuh rehat dalam waktu yang panjang.

Paul Stewart: Saat itu sulit untuk menemukan tempat kami yang sungguh-sungguh, dan band ini mulai terpecah. Setiap dari kami sudah punya komitmen yang berbeda, mengeksplorasi proyek musik lain, yang jelas-jelas berhak saja kami lakukan dengan alasan apapun. Kemudian hari itu saya merasa sudah waktunya untuk mengakhiri band ini, karena saya tidak tahu lagi apa itu Blueboy. 

Jadi ada beberapa catatan yang menurut saya kurang di album ketiga, yang sungguh-sungguh tidak saya ketahui. Saya pikir album itu tidak memiliki daya tarik yang sama dan penulisan lagu klasik seperti dua album pertama, yang merupakan inti dari band. Jadi saya pikir itu bukti ke mana arah musik itu, dan di mana sekarang, dan sekarang musik itu berada di tempat yang tepat lagi. 

Lalu setelah 24 tahun kemudian kalian kembali meneruskan band ini lagi. Apa yang melatarbelakangi?

Martin Rose: Ya, setelah 24 tahun, kami telah mengeksplorasi inti Blueboy dalam beberapa hal. Beberapa kali saya dan Paul sebenarnya sudah membincangkan materi Blueboy, inti band ini. Cuma kami tak pernah kepikiran perihal waktu yang tepat untuk mengaktifkan band lagi. Kami tidak mengira Gemma atau Mark akan mau bergabung lagi. 

Kemudian di satu waktu, ketika Jane (Jane Duffus—penulis buku berjudul These Things Happen: The Sarah Record Story) sedang mengerjakan buku tentang Sarah Records (label rekaman independen yang aktif medio 1987 hingga 1995), Paul memberi tahu saya bahwa Jane telah meminta dirinya dan Gemma untuk datang ke acara penandatanganan buku, dan kemudian mengundang kami. Dan itu terasa tepat. Itu adalah momen yang tak kami bayangkan sebelumnya bahwa kami akan berkumpul lagi, dan itu terasa tepat. Maksud saya, ya seperti itu.

Bisakah kalian ceritakan bagaimana ekosistem musik khususnya indie pop di era 90-an di Reading hingga Bristol, dan apa perbedaannya dengan saat ini, serta peran Sarah Records saat itu?

Paul Stewart: Hal itu benar-benar lucu, karena pada saat itu Sarah Records digambarkan seperti kumpulan anak-anak aneh di sekolah, anak kutu buku, culun, dan sama sekali tidak keren jika kamu mendengarkan rilisan Sarah Records. Band lain juga menindas kami, karena jangan lupa saat itu ada kebangkitan Britpop yang kokoh, merupakan gerakan yang sangat macho. Jadi ketika kami memainkan pop yang lembut, akustik, dan ceria, dengan lirik mengenai emosi dan memainkan celo, itu berbenturan dengan semua hal lain yang terjadi pada saat itu. Jadi itulah yang kami alami dan itu terbukti dalam banyak ulasan di media musik tentang beberapa rilisan Sarah Records. Ulasan itu sangat-sangat kejam.

Selain kalian, band-band rilisan Sarah Records seperti Another Sunny Day, The Field Mice, hingga The Orchids sampai saat ini masih digandrungi…

Iya ironisnya adalah sekarang, bahkan di Inggris, album-album itu lebih dicintai dan dirayakan ketimbang saat album itu ada. Jadi saya pikir orang-orang bernostalgia, dan sekarang kami mendengarkan band-band indie, dan berpikir, kedengarannya seperti apa yang dulu kami dengar dan mainkan. Jadi, semuanya kembali seperti semula. Seperti yang Gemma katakan, siklusnya berputar. Saya tak tahu dengan perasaan ini tapi belakangan ingin sekali menulis ke media massa dan berkata, “kalian menjelek-jelekkan kami 30 tahun yang lalu, dan sekarang kalian menganggap kami hebat.”

Sarah Records secara praktis menekankan pada kerja-kerja DIY (do it yourself) juga budaya fanzine. Apakah kalian masih menerapkan itu?

Gemma Malley: Dunianya sudah berbeda dan bergeser, jadi yang ingin kami lakukan adalah mengambil etosnya tapi kami tak bisa kembali menciptakan masa lalu. Kami tahu saat ini kaset mungkin agak disingkirkan karena kita sudah punya Spotify, misalnya. Jadi tak masalah jika kalian berusaha melawan itu atau mengembangkan diri kalian melalui medium itu. Kembali ke masa lalu, orang-orang punya daya ketertarikan lebih untuk mendapatkan musik-musik yang mereka sukai, tapi sekarang tersedia dengan mudah dengan adanya Spotify. Bahkan di Indonesia banyak orang terhubung dengan kami karena medium digital. Jadi saya pikir kita harus menempatkan masa lalu di masa lalu dan bergerak melenggang ke masa yang akan datang.

Setelah kalian kembali mengaktifkan Blueboy, apa yang kalian harapkan, dan apa yang sedang kalian kerjakan dalam waktu dekat?

Kami sedang mengerjakan album saat ini, dan kami harap itu bisa selesai tahun depan. Kemudian kami sangat senang jika bisa melakukan tur, berkelana, dan melihat apa yang orang-orang pikirkan tentang kami. Sesederhana itu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus