DELAPAN tahun sejak berdirinya, Proyek Pengadaan Penterjemahan
dan Penulisan Buku Departemen P&K telah menerbitkan 24 judul.
Untuk tahun anggaran 1978/79 proyek ini mentargetkan 6000
halaman atau sekitar 15 judul. Untuk terjemahan sudah melampaui
target. Tinggal tulisan asli yang masih keteter. "Baru setengah
dari target yang tercapai. Karena banyaknya naskah yang tidak
dapat diterima," kata Syahrial Wahab, ketua proyek pengadaan
buku itu.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, tahun 1978/79 proyek akan
memperbesar rencana anggaran untuk tulisan asli, menjadi Rp 100
juta. Tahun anggaran sebelumnya berjumlah Rp 87 juta. Tapi harus
diingat untuk tahun depan proyek juga akan menerbitkan thesis
yang selama ini hanya terbatas pada promotor dan di lingkungan
universitas saja.
Adanya proyek ini memang disambut, terutama dari kalangan
perguruan tinggi. Ada yang datang sudah dengan naskah siap
cetak. Tapi ada pula yang lebih dulu datang menjajagi bagaimana
caranya mendapatkan subsidi untuk mempersiapkan sebuah tulisan.
Untuk itu panitia mengajukan supaya si calon penulis mengirimkan
ringkasan dari tulisan yang akan dikerjakan. Kalau panitia sudah
memberikan lampu hijau, pekerjaan selanjutnya boleh digarap
penulis.
Konsorsium
Kalau naskah jadi sudah masuk, sebuah tim yang diketuai Syahrial
akan mengundang seseorang yang paling berwenang untuk memeriksa
naskah tadi. Selain untuk memperbaiki dan menyeragamkan istilah,
ahli ini akan bertindak sebagai editor atau penyantun tulisan
tersebut. Menurut cerita Syahrial tidaklah mudah mencari orang
yang tahu dan berwenang untuk memeriksa sesuatu tulisan. Ia
mengaku pernah gelagapan untuk menemukan seorang yang ahli dalam
ilmu anatomi klinik.
Sudah bisa dibayangkan dalam memeriksa tulisan tadi timbul
perbedaan pendapat antara si pengarang dengan ahli yang lagi
memeriksa. Misalnya dalam soal terminologi. Sebab harap diingat
sesuatu terminologi belum tentu seragam pemakaiannya di antara
berbagai perguruan tinggi di sini. Gajah Mada dan Pajajaran bisa
berlainan umpamanya. "Tapi kalau toh timbul perselisihan, maka
perbedaan tadi akan diselesai juga akan memberikan keuntungan
khusus bagi penerbit dengan membeli 20% dari jumlah buku yang
dicetak.
Lembaga swasta yang juga bergerak dalam penyediaan buku teks
adalah Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial, berdiri sejak 1971. Mereka berusaha menggalakkan
penulisan buku teks yang asli dengan honorarium bergerak sekitar
Rp 1 juta. Malahan penulis yang sudah menyelesaikan dengan baik
rancangan tulisannya sudah bisa mengantongi 25% dari honor.
Rangsangan lain berupa sponsor untuk mereka yang memerlukan
penelitian sampai ke luar negeri juga disediakan. Tahun pertama
karangan yang masuk lebih-kurang 20 judul tapi yang diterima
hanya 5.
Menurut Direktur LP3ES Ismid Hadad perjalanan naskah hingga
menjadi buku jadi dimulai dari masuknya sebuah ringkasan.
Setelah ringkasan tersebut disetujui maka penulis bisa
melebarkan rancangan tadi menjadi karangan lengkap. Kalau sudah
jadi naskah ditinjau dalam sebuah seminar. Dewan redaksi
kemudian mengundang para ahli ke dalam sebuah forum yang
beranggotakan lebih-kurang 12 orang. Ahli yang diundang tidak
selamanya harus berhubungan erat dengan isi naskah yang sedang
diperiksa. "Ahli dari bidang lain juga diundang, supaya tercapai
sifat interdisipliner," kata Ismid.
Kalau sebuah naskah suda sampai ke seminar evaluasi itu berarti
naskah tersebut sudah lewat lubang jarum. Namun penulis masih
membuat beberapa perbaikan berdasarkan anjuran yang dikemukakan
oleh seminar. Perbaikan itu bisa memakan waktu 3 bulan. Kemudian
redaksi mengadakan lagi perbaikan-perbaikan redaksionil yang
kurang berarti. Sekedar penyedap. Jadi perjalanan sebuah buku
memang panjang, bisa mencapai 2 tahun. Lamanya waktu persiapan
itulah rupanya yang membuat harga buku LP3ES lebih tinggi dari
yang lain.
LP3ES baru menerbitkan 10 judul buku. Tiap judul dicetak 5.000
Ada yang dicetak sampai 4 kali. Indonesia Dalam Perkembangan
Dunia, karangan Sumitro Djojohadikusumo menempati kedudukan
teratas dalam daptar buku laris LP3ES. Untuk menjaga mutu,
lembaga ini tidak mau terburu-buru dalam menerbitkan sesuatu
buku. Sedangkan anggaran keuangan tergantung dari hasil
penjualan. Maklumlah lembaga swasta yang kini punya kantor bagus
di Slipi itu, baru mulai berdiri sendiri, tanpa bantuan dari
induknya Friedrieh Nauman Stiftung di Jerman Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini