Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Bagaimana menghindari kesalahan

Buku "sejarah perkembangan ilmu pengetahuan" dikritik s.i poeradisastra. cara kerja panitia pengadaan buku dep. p & k dikecam prof. slamet iman santoso dan minta supaya rekomendasi buku itu dicabut.(bk)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH buku Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan mendapat kritik dari SI Poeradisastra, keputus yang diambil pengarangnya, Prof. Slamet Iman Santoso, memang mengagetkan. Dalam suratnya yang ditujukan kepada Proyek pengadaan Buku Departemen P&K ia mengecam cara kerja panitia pengadaan buku dan meminta supaya rekomendasi untuk bukunya itu dicabut saja. Sementara dalam suratnya yang ditujukan kepada SI Poeradisastra (TEMPO 23 September) ia menunjukkan kesan menyerah. "Bagi saya jelas, saya tidak mampu memperbaiki kesalahan itu," katanya. Untuk memperbaiki kesalahan yang diungkapkan pengeritiknya juga sudah tak mungkin karena kesibukannya. Malahan ia memutuskan untuk menghentikan saja usahanya menyusun buku capita selekta tentang ilmu kimia, biologi dan fisika. "Untuk menghindarkan penyebaran pengetahuan yang salah," katanya. Tentu saja keputuan yang amat polos dari guru besar Universitas Indonesia yang sederhana itu mengejutkan Poeradisastra. Meskipun di dalam penulisan fakta sejarah buku Prof. Slamet itu banyak kekurangannya, Poeradisastra menilai, "buku itu baik dipakai untuk pengganti bahan kuliah studium generale". Apa yang telah dilakukan Prof. Slamet, menurut bekas dosen Sejarah Sastra Indonesia di Fakultas Sastra UI itu, "baik idenya. Hanya memang penalaran dari gagasan itu kurang baik. Kurang seimbang didalam mengupas berbagai disiplin ilmu pengetahuan." Rasa Segan Prof. Slamet sendiri mengakui, dia bukanlah seorang manusia yang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Ia mengeluh tentang banyaknya buku yang dibutuhkan untuk referensi tapi sulit dijumpai di perpustakaan UI atau lembaga-lembaga ilmiah. Kalau ada, menurut Prof. Slamet Iman Santoso, "kebanyakan terbitan tahuh '60-an, padahal dari tahun ke tahun ilmu pengetahuan senantiasa berkembang." Berkata kepada wartawan TEMPO Eddy Herwanto di rumahnya, Prof. Slamet mengakui, "tidak mempunyai literatur dan uang yang cukup untuk menunjang usaha itu." Ia sendiri mengalami kesulitan untuk mencari buku-buku mutakhir di pasaran. Karena apa? "Pemerintah tidak memiliki kebijakan perbukuan secara jelas dan baik," ulasnya. Ternyata baru kemudian, setelah buku Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan itu terbit, Prof. Slamet menemukan beberapa buku yang bisa mendukung penulisan -- setidaknya bisa dianggap melengkapi kekurangan. Beberapa tahun setelah buku itu selesai dikerjakan baru ia menemukan buku pegangan seperti Van Nostrand's Scientific Encyclopaedia dan Hutcbinson's New 20th Century Encyclopaedia. Kalau keadaan perbukuan dan kesibukan pribadinya masih tetap seperti sekarang, Prof Slamet berpendapat apapun yang kelak akan dihasilkannya tetap akan menurun. "Apakah salah kalau saya menghentikan menyusun buku berikutnya, karena saya mengatakan saya kurang fasilitas!" tanyanya tanpa mengharap jawab. Tapi kalau P&K tetap membujuknya untuk meneruskan penulisan buku, ia yah masih bersedia. Asal disediakan sebuah tim yang kuat. Niat Prof Slamet menyusun buku itu bermula awal tahun 1970. Ketika dari hasil pengamatannya, banyak mahasiswa "tidak tahu apa-apa". Kalau para mahasiswa ditanya tentang Socrates misalnya, "mereka hanya tahu Socrates minum racun. Siapa itu Socrates, mereka tidak tahu lagi." Tahun 1973 naskah buku Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan sudah siap. Menyadari ia bukan ahli sejarah, fisika, kimia ataupun biologi, dibuathmnya beberapa kopi naskah buku itu :lalam bentuk stensilan. Beberapa instansi dikirimi, dengan permintaan kalau menjumpai kekeliruan agar memberikan koreksi dan tanggapan. "Tapi sampai tahun 1976 tidak ada tanggapan dari instansi yang dikirimi naskah itu. Saya kecewa sekali," ungkap Slamet. Kemudian akhir tahun 1976 Prof Slamet membicarakan naskahnya itu dengan Proyek Pengadaan Penterjemahan dan Penulisan Buku Dep. P&K. Buku itu kemudian diteliti, seperti dikatakan Pimpinan Proyek -- drs. Syahrial Wahab. Umpan Balik Hanya 3 bulan, naskah itu diteliti, kemudian keluar keputusan Dep. P&K memberikan rekomendasi untuk menerbitkannya. Tapi di luar dugaan setelah mendapat ulasan cukup tajam dari Poeradisastra, buku itu memiliki banyak kekurangan. Tentu saja, Slamet Iman Santoso, 72 tahun, yang menyangka bukunya telah diteliti dengan baik oleh Dep. P&K, menjadi gusar. Dalam suratnya yang dilayangkan ke alamat Proyek Pengadaan Buku, ia mengecam cara kerja yang dilakukan pihak Dep. P&K. Dep. P&K mengaku kekurangannya. Seperti dikatakan Pimpinan Proyek Pengadaan Buku Perguruan Tinggi, drs. Syahrial Wahab, "sulit mencari orang yang bisa meneliti dengan baik." Sehingga dalam situasi itu, ia kemudian mengambil keputusan, untuk mempercayakan pada seseorang (tidak disebu. namanya) buat meneliti naskah buku Prof. Slamet tadi. Bagaimanapun, kritik Poeradisastra, merupakan umpan balik yang baik. "Saya anjurkan, meskipun telah dikritik, Prof. Slamet tidak lantas pesimis. Beliau saya anjurkan untuk melakukan revisi, tapi tampaknya sulit, sebab beliau mengatakan kini sibuk mengetuai Komisi Pembaharuan Pendidikan," cerita Syahrial. Ditemui di rumahnya yang sederhana di sela pohon durian dan kecapi di sebuah desa Pangkalan Jati, Jakarta Selatan, Poeradisastra yang dikenal sebagai eseis kebudayaan tahun 1950-an itu, menyarankan agar dibentuk sebuah tim untuk menyusun, atau setidaknya untuk merevisi buku SPIP. Di dalam tim yang beranggotakan paling sedikit 6 orang (paling besar 15 orang), didudukkan orang yang mewakili disiplin ilmu Matematika dan llmu Pengetahuan Alam, IPS dan Humaniora. Sukar mengandalkan pekerjaan yang sedikitnya memerlukan waktu 2 - 3 tahun itu, "pada seorang saja. Hanya pemerintah yang mampu berbuat itu, karena untuk menyusun buku ini perlu perpustakaan yang besar " kata Poeradisastra, 56 tahun, dari balik kacamatanya yang tebal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus