Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bunyi dentaman drum itu terde-ngar ritmis. Makin lama irama-nya kian cepat. Tangan sang pemain lincah menari-nari di an-tara simbal dan drum. Kakinya begitu cekatan menginjak pedal.
Sang penggebuk drum itu masih se-orang bocah. Muhammad Ibnu Rafi na-manya. Umurnya baru sembilan ta-hun. Tapi ia tampak begitu fasih memainkan tujuh nomor jazz, antara lain milik grup Tower of Power dan Incognito. Puluhan penonton yang menyaksikan penampilannya di Cenderawasih Room, Jakarta Convention Center, Jumat pekan lalu, memberikan aplaus untuknya. ”Saya senang banget bisa tampil di Java Jazz,” ucapnya seusai pementasan.
Di usia belia itu, siswa kelas tiga se-kolah dasar ini sudah kerap tampil. Awal Februari 2005, pengagum Mike Portnoy (drummer Dream Theater) itu pentas untuk pertama kali di New York Cafe, Jakarta. Lulusan Sekolah Musik Yamaha itu juga pernah tur keli-ling 24 kota di Jawa dan Bali bersama grup Naif, Gamma, dan Juliette.
Rafi adalah salah satu nama dari beberapa pemusik jazz belia yang menye-marakkan Java Jazz. Selain Rafi, ada Gadiz dan Bass, kakak-beradik saksofonis yang membawakan 12 repertoar. Sebagian besar diambil dari album perdana mereka, Exotic Saxes, yang dirilis pada Desember 2004. Di antara-nya Song for Mama dan A Tune for Dave Koz. Sisanya diambil dari album ke-dua yang tengah mereka garap.
Saksofon telah menjadi bagian hidup Gerardia Geacinta Genoneva Gadisva-nia (Gadiz), 13 tahun, dan Geraldo Bhas-kara Putra Sebastian (Bass), 11 ta-hun. Mereka mengenal saksofon sejak kecil. Maklum, ayahnya, Denis Si-b-bald, adalah pemusik sekaligus kolektor saksofon.
”Saya menyukai saksofon terutama jenis baby sax,” kata Gadiz. ”Warna suaranya genit dan ceria.”
Di bawah bimbingan sang ayah, me-reka menekuni alat musik tiup itu. Secara formal mereka juga belajar ke sejumlah saksofonis seperti Agus Cipto, Anto Praboe, dan Benny Likumahua. Mereka sempat pula berguru pada sak-sofonis Ron Graham selama lima pekan di San Francisco, AS.
Nama G&B—inisial Gadis V & Bass G—dikukuhkan sejak pertama kali pentas di Hard Rock Hotel Bali pada 2003. Sejak itu G&B tampil di berba-gai ajang jazz di dalam dan luar nege-ri, antara lain Singapura, Cina, dan AS. ”Dave Koz adalah saksofonis favorit saya,” Gadiz mengungkapkan.
Yang juga bertunas di panggung Java Jazz adalah pianis belia asal Bandung, Zefanya Hartani Putra. Bocah 11 tahun ini mulai dikenal setelah setahun lalu tampil dalam Java Jazz Festival 2005. Zefa mulai bersentuhan dengan piano sejak usia enam tahun.
Awalnya, Zefa belajar piano klasik- dan jazz di Sekolah Musik Nada Ya-ma-ha di Bandung. Tapi, ketika gagal lolos audisi festival pianis klasik di Ita-lia pada 2005, ia seolah patah arang. Zefa kemudian lebih menekuni piano jazz. Sepekan sekali, siswa kelas enam sekolah dasar itu belajar piano dari pia-nis jazz Andy Wiriantono di Jakarta.
Zefa kemudian bergabung dengan grup jazz The Uncles Band. Tampil per-dana di Jazz Goes to Campus UI, Zefa dan grupnya langsung menyedot perhatian. Grupnya meraih kategori band terbaik. Zefa meraih penghargaan the best keyboard player.
Di Java Jazz tahun ini, Zefa dan grup-nya membawakan sembilan reper-toar. Sebagian besar adalah kom-posisi milik Miles Davis, Charlie Parker, dan Eddie Harris. Sisanya komposisi cipta-an Ze-fa yang beralir-an progressive- jazz: Mother’s- Steps -dan Won-der-ful Days. ”Saya memang suka jazz bertempo cepat seper-ti pro-gressive jazz,” kata Ze-fa kepa-da Ah-mad- Fikri dari Tempo.
Nurdin Kalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo