Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Patti dari Harlem, untuk Indonesia

6 Maret 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rambutnya memutih. Kulit-nya mengerut. Tubuhnya tampak lebih kurus—ini setelah ia dalam beberapa bulan ter-akhir- berjuang habis-habisan me-lawan obesi-tas yang diidapnya. Ia tampak seper-ti baru saja sampai dari perjalanan melelahkan ber-tahuntahun.

Patti Austin telah beranjak tua. Tapi pesonanya tak pernah padam. Tak ada yang memucat dari karisma-nya.

Penyanyi jazz 57 tahun itu tetap di-elu-elukan saat tampil membuka konser gala Java Jazz Festival, Kamis lalu, dan di panggung yang le-bih luas di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jumat. Suaranya tetap jernih dan menimang-nimang teli-nga penon-ton. Ratusan penggemarnya ma-lam itu seperti tersungkup oleh aura sang diva.

Anak baptis dari legenda jazz Quincy Jones itu mengawali penampilan dengan lagu Razzamatazz. Di-susul In and Out, yang menurutnya tercipta saat ia mengalami krisis hi-dup lima tahun lalu. Beringsut dari suasana sendu, Patti bersiul-siul di a-khir lagu ini, sesekali mirip siulan la-gu ala film koboi Clint Eastwood.

Kolaborasinya dengan Dave Koz dan Rendesvouz All Stars Band, yang sering mampir ke Indonesia, mem-buat tiga lagu hits Patti semakin hidup. Di tiga lagu ini, Smoke Gets in Your Eyes, Baby Come to Me, dan How Do You Keep the Music Playing, Patti- membagi panggung dengan Dave. Berganti-ganti, kebolehan mengolah suara dan meniup saksofon dipertontonkan secara bersama-an dan solo, menjadi satu perpadu-an indah.

Penyanyi yang kerap disebut ”ba-yangan Ella Fitzgerald” itu mengaku senang bekerja dengan Dave karena berbagi semangat yang sama. ”Dave tak cuma bermain musik. Tapi yang utama dia berusaha menjadi seorang penghibur di panggung. Itulah saya di panggung, saya selalu begitu,” t-uturnya kepada Tempo seusai pertunjukan.

Penyanyi kelahiran Harlem New York yang sudah merekam suaranya sejak usia lima tahun itu juga bertutur tentang kekagumannya pada Ella, ratu jazz dunia. Patti membuat album khusus For Ella (2002) yang didedikasikan untuk ”ibu” para penyanyi jazz itu. Dari album terakhir-nya itu, Patti menciptakan gaya mu-sik baru yang ia namai beboperella. Ini campuran dari gaya musik bebop dan karya sang le-gendaris Ella. ”Dia tak kunjung habis menginspirasi saya. Penghibur yang luar b-iasa, super-gaya dan jago improvisasi,” kata Patti.

Proyek Patti berikutnya mengikut-sertakan Dave Koz dan Rendesvouz All Stars Band. Berjudul The Higher Standards, album ini akan keluar- tahun depan. Ide dasarnya, memberikan musik yang menjadi inspirasi mengubah hidup seseorang, laik-nya semangat Oprah Winfrey. Dia juga akan mengusung proyek baru de-ngan WDR Big Band dari Koln, Jerman. Ini adalah band yang membantunya mengusung beboperella. ”Yang lain lagi, saya juga akan mem-buat album dengan musik Brasil,” ucapnya.

Sinar Patti tak kunjung berhenti.

Kurie Suditomo, Evieta Fadjar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus