Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diam-diam, KH Abdullah Gym-nastiar menelepon Sekreta-ris Kabinet Sudi Silalahi pekan la-lu. Dai yang populer dengan pang-gilan Aa Gym ini meminta Sudi untuk bersikap ”HHN”. Ini bukan pelesetan dari KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme, tapi kependekan dari ”hadapi, hayati, dan nikmati”.
Aa Gym rupanya sedang menghibur Sudi yang sedang diterpa masalah. ”Se-telah menerima telepon itu, saya jadi tenang,” kata Sudi kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Sepanjang dua pekan terakhir, bekas Panglima Kodam Brawijaya Jaya itu memang menjadi pusat kontroversi. Ini gara-gara dua suratnya yang pernah dikirim ke Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda me-nge-nai renca-n-a renovasi kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Korea Selatan.
Dua surat yang ditujukan kepada Mente-ri Luar Negeri itu tertanggal 20 Janua-ri 2005 dan 21 Februari 2005. Isi ke-dua-nya nyaris sama. Sudi antara lain me-nulis: Presiden memberi petunjuk agar menteri dapat merespons dan mene-ri-ma presentasi manajemen Sun Hoo En-gineering, perusahaan asal Korea, pa-da kesempatan pertama. ”Hasil pre-sen-tasi kiranya dapat dilaporkan kepada Presiden,” demikian bunyi akhir surat yang lalu ditembuskan ke Presiden dan manajemen Sun Hoo.
Banyak kalangan menilai surat Sudi sebagai tekanan agar Menteri Luar Ne-geri memberi prioritas kepada Sun Hoo dalam proyek renovasi senilai Rp 2 tri-liun itu. Komisi Pemerintahan (Komisi II) Dewan Perwakilan Rak-yat pun telah memanggilnya, Kamis dua pekan lalu. Kepada anggota par-le-men, Sudi menyatakan bahwa surat yang ia teken dan fotokopinya ber-edar luas itu palsu. Ia juga telah melapor-kan stafnya yang dianggap bertanggung jawab ke polisi.
Penjelasan itu rupanya tidak memuaskan sebagian politikus di Senayan. Me-nurut anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi M.S. Simbolon, Komisi Keamanan DPR akan memanggil Menteri Luar Negeri, Duta Besar Indonesia di Korea Selatan, dan Sekretaris Kabinet untuk menuntaskan masalah ini.
Fraksi PDI Perjuangan juga berenca-na membentuk tim investigasi yang akan berangkat ke Seoul. Mereka akan mendatangi kantor pusat Sun Hoo dan Kedutaan RI di kota itu. Menurut Tri-medya Panjaitan, anggota Fraksi PDI Perjuangan, kasus surat Sudi itu memiliki implikasi politik. ”Tidak hanya soal hukum,” katanya.
Anggota Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, bahkan mendesak di-laku-kan rapat konsultasi untuk memi-nta penjelasan dari Presiden Yudhoyono. Alas-annya, surat Sudi itu mengatasnama-kan Presiden. ”Surat ini jelas mengindi-kasikan adanya korupsi, kolusi, dan ne-potisme,” kata Yuddy.
Mendapat serangan politik, Sudi se-per-ti tiarap. Selepas memberikan penjelas-an di parlemen, pensiunan letnan jende-ral ini seolah menghilang. Sepekan lebih ia tidak mendampingi Presiden. Ini tak lazim, karena biasanya ”di mana ada SBY, di situ ada Sudi”.
Saat Presiden melawat ke Brunei Darussalam, Kamboja, dan Myanmar, na-ma Sudi Silalahi juga tak tercantum da-lam daftar rombongan. Spekulasi pun sempat merebak: Sudi telah mengajukan pengunduran diri ke Presiden.
Barulah setelah Presiden pulang dari kunjungannya ke luar negeri, Sudi mulai muncul. Ia ikut pula menjemput Susilo Bambang Yudhoyono yang mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Kamis malam pekan lalu. Dibalut setelan jas warna gelap, Sudi banyak menebar senyum. Ia se-se-kali menjawab pertanyaan wartawan d-engan bercanda.
Selain karena telepon dari Aa Gym, ada hal lain yang membuat langkah Sudi lebih enteng. Sumber Tempo yang mengaku telah menanyakan kepada Pre-siden menyatakan posisi Sudi cukup aman. SBY tidak akan mencopot orang dekatnya itu.
Sinyal itu juga terlihat dari pernyataan Presiden di Brunei Darussalam, Selasa pekan lalu. Menjawab pertanyaan seorang warga negara Indonesia di nega-ra itu, ia meminta masyarakat tak terlalu cepat menghakimi seseorang telah me-lakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menurut sumber Tempo di Istana, di-du-ga bocornya surat yang dikeluarkan se-tahun lalu itu hanya bagian dari per-saing-an antara Sudi dan Menteri Sekre-ta-ris Negara Yusril Ihza Mahendra. Itu se-babnya Presiden tak akan mengambil tin-dakan apa pun terhadap Sudi. ”Sudi ha-nya akan habis jika tekanan di media massa terus berlanjut,” tutur sumber ini.
Persaingan antara Menteri Yusril dan Se-kretaris Kabinet Sudi itu sebenarnya isu lama. Pada Februari 2005, misalnya, Yusril menyatakan, ”Sekretaris Kabinet itu bukan anggota kabinet, yang anggota kabinet adalah Menteri Sekretaris Ne-ga-ra.” Pernyataan ini langsung dibantah Sudi keesokan harinya. ”Sekretaris Kabinet masuk kabinet,” katanya.
Gara-gara silang pendapat itu, mere-ka pernah dipanggil Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat tahun lalu. Setelah rapat, Komisi meminta kedua pejabat bekerja sama secara terkoordinasi dan terpadu dalam memberikan dukungan teknis serta administrasi kepada Presiden.
Juru bicara kepresidenan Andi Malla-rangeng menampik adanya rival-itas an-tara Sudi dan Yusril saat ini. Me-nurut dia, kedua pejabat berhubungan baik. ”Saya tidak melihat adanya ketegangan atau perang dingin,” katanya. Heru Lelono, staf khusus Presiden, juga tidak melihat adanya persaingan antara kedua pejabat. ”Tapi, dalam hati s-iapa tahu,” katanya. Ia menambahkan, jika persaingan benar terjadi, itu akan sa-ngat berbahaya bagi pemerintahan. ”Bisa saja saling boikot,” katanya.
Sudi sendiri tak membantah, tapi juga tidak membenarkan adanya persaing-an antara dirinya dan Yusril. ”Kalau sana (Yusril) menganggap ada persaing-an, yang silakan saja,” katanya. Soal hu-bungan antara persaingan ini dengan bocornya surat ke Menteri Luar Negeri, alumnus Akademi Angkatan Bersenja-ta Republik Indonesia 1972 itu hanya ter-tawa sebelum kemudian berkata: ”Ja-ngan memancing-mancing saya.”
Yusril sendiri menolak menjawab pertanyaan tentang soal itu. Ia hanya tersenyum sambil menyatakan: ”Tak ada komentar.” Kepada wartawan di Brunei Darussalam, ia pun menolak menjelaskan alasan absennya Sudi dalam rombongan Presiden ke luar negeri. ”Mohon maaf, untuk masalah itu, saya harus berkonsultasi dulu dengan Presiden,” tuturnya.
Kini posisi Sudi kian aman setelah muncul pernyataan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrahman Ruki. Menurut dia, KPK tak mene-mukan unsur korupsi dalam surat-surat yang dikeluarkan Sudi kepada Menteri Luar Negeri.
Ruki menjelaskan, menurut Undang-Undang Antikorupsi, suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan korup-si jika memenuhi tiga unsur. Pertama, melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang. Kedua, merugikan nega-ra. Ketiga, perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. ”Saya belum melihat ada-nya kerugian negara. Orang lain ataupun diri sendiri juga belum diuntungkan,” katanya.
Polisi pun kini hanya memusatkan penyelidikan pada kasus ”pemalsuan” surat-surat yang diteken Sudi Silalahi. Menurut Kepala Kepolisian Jenderal Sutanto, staf Sekretaris Kabinet berinisial A (yang dimaksud adalah Brigadir Jenderal Aziz Ahmadi) telah mengaku menerima ”kompensasi” dari Sun Hoo atas keluarnya surat-surat itu. Dan Sudi tampaknya tak tersentuh.
Budi Setyarso, Oktamandjaya, Ramidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo