MICHAEL Jackson bukan saja raja pop, tapi juga raja mogok. Itulah gelar barunya sejak ia memiliki kebiasaan lain: menunda pertunjukannya dengan alasan sakit. Penundaan pertunjukan Dangerous World Tour di Bangkok, dua pekan silam, bukan peristiwa pertama. Jackson sudah mulai ngadat ketika ia memulai pertunjukan Dangerous World Tour di Eropa, September tahun lalu. Tapi raja adalah raja. Penggemar di Singapura tetap menanti lambaian tangannya dari jendela kamar Raffles Hotel yang mewah itu. Mereka menyusulnya ke Rumah Sakit Mount Elizabeth tempat ia mengadakan pemeriksaan, mengirimi Jackson bunga, cokelat, dan memasang poster yang berbunyi Michael, We love you. ''Saya sudah menantinya sejak pagi, menanti lambaian tangannya,'' kata Norieti, 20 tahun, pekerja Pabrik Sony, kepada TEMPO. ''Kami tetap menantinya karena anak-anak ingin sekali melihatnya,'' kata penyanyi Achmad Albar, yang datang bersama ketiga anak lelakinya. Tapi yang kecewa juga banyak. Roy Marten dan istrinya merobek-robek karcisnya begitu penundaan diumumkan. Maklum, sebagian besar penonton di Singapura yang terdiri dari masyarakat Indonesia dan Brunei, yang telah membayar ongkos berjuta-juta rupiah khusus untuk melihatnya di sebuah stadion berkapasitas 40.000 orang, ada yang harus pulang karena harus bekerja atau sekolah. ''Karcisnya sudah gue robek dan bakar,'' kata Renny Jayusman, penyanyi dan aktris teater, yang kecewa. Maklum, ongkos kemahabintangannyasangat mahal. ''Masa kecil saya tak pernah ada. Ketika saya ingin bermain bola di lapangan, Ayah memaksa saya ikut pertunjukan. Saya menangis, karena saya ingin sekali bermain,'' katanya kepada Oprah Winfrey dalam wawancara khusus Februari silam di televisi Amerika. Imbalannya, kini Jackson bisa menentukan kapan ia berjingkrak, kapan ia sakit, atau kapan ia ingin memberikan wawancara (yang jarang sekali terjadi), dan kapan ia hanya bersedia bicara melalui rekaman kepada ratusan wartawan pekan lalu. Sebenarnya ada orang lain yang ikut menentukan. Itulah dokter pribadi Jackson, Dokter David Forecast. ''Sesungguhnya dia bersikeras ingin manggung, tapi sayalah yang melarang. Ia muntah-muntah dan pingsan,'' tutur dokter itu. Di panggung, Jackson memang memerlukan kondisi fisik yang prima. Lihatlah, di National Stadium Singapura, di pertunjukan hari pertama yang tak tertunda, 29 Agustus lalu, bertepatan dengan ulangtahunnya ke-34, dan pertunjukan itu dihadiri oleh kawan dekatnya, Elizabeth Taylor, Jackson menyapu habis panggung yang luas itu dengan gerakan kaki moonwalk. Selama dua setengah jam, sebuah paket hiburan yang terkemas dengan megah, rapi, profesional, dan gempita disajikan. Ia memang superman seperti kata Rolling Stone, majalah musik berwibawa. Lagu-lagu Wanna Be Startin' Somethin', Thriller, Black or White, atau Smooth Criminal yang mengentak-entak ia bawakan sembari berjingkrak, berputar puluhan kali, meloncat- loncat, lalu mendarat dengan lututnya. ''Saya ini tuan, dan sekaligus budak dari musik dan ritme,'' katanya suatu kali. Dan panggung pun meluas: penonton yang penuh ikut berjingkrak jika Jackson berjingkrak, ikut berdansa ketika Jackson berdansa, ikut menyanyi ketika Jackson menyanyikan hits-nya. Lalu mereka menangis dan berteriak histeris setiap kali Jackson meneriakkan ''I love you!'' Dan tampaknya Jackson adalah ''raja'' yang mendengarkan suara ''rakyat''-nya. Ia tampaknya menyadari bahwa albumnya yang terakhir, Dangerous, tak sehebat Off the Wall atau Thriller. Maka, ia menyanyikan semua lagunya yang menjadi hits sejak ia masih menjadi anggota Jackson Five. Lagu ABC, I'll be There, yang biasa didengar orang ketika suara Jackson masih melengking-lengking, kini dinyanyikan dengan vibrasi yang berbeda dan diselingi pemutaran slides masa jaya Jackson Five. Lihatlah penonton histeris sepanjang lagu saat ia menyanyikan Thriller. Di panggung muncul penari-penari bertopeng zombie dan tengkorak-tengkorak yang ikut menari. Ia menyulut kegairahan ketika menyanyikan lagu Dangerous seraya berkali-kali mengelus selangkangannya dan menunjuk siluet seorang wanita bertubuh seperti biola. Sayang, momentum yang menggairahkan dan panas itu mencair ketika ia mulai menyanyikan lagu mendayu-dayu dengan lirik menyayat-nyayat. Duetnya dengan Siedah Garret dalam I Just Can't Stop Loving You, Will You be There, dan Heal the World, diiringi kor yang indah, tak menampilkan keunikan apa pun. Dan seperti pada pementasan-pementasan sebelumnya, Jackson bisa menjadi emosional ketika menyanyi tentang perdamaian. Ia berbisik-bisik tentang kepedihan hati sembari meneteskan air mata. Aduh.... Tapi, maklumlah. Jackson adalah seorang mahabintang yang ingin ''menyembuhkan dunia'' lewat lagu-lagunya. Orang boleh menertawakan kekonyolan beberapa lagunya, orang boleh marah- marah karena ia seenaknya menunda pertunjukan, orang boleh menyebarkan gosip tentang tuduhan pelecehan seksual terhadap seorang anak lelaki, atau tentang kulitnya yang kok berwarna putih. Tapi Jackson akan terus menyanyi, berdansa moonwalk, mengumpulkan uang, dan menyebarkannya ke anak-anak telantar. Sampai nanti, seorang mahabintang lain muncul...dan Jackson surut, masuk dalam sejarah musik pop. Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini