Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MYRA Sidharta tersengat. Di usianya yang tidak lagi muda, 82 tahun, semangat psikolog-penulis ini sekonyong-konyong membubung tinggi. Kepada Tempo, hampir tak putus ia bercerita tentang keragaman di antara etnik Tionghoa yang berdomisili di Indonesia, tentang bermacam bahasa yang mereka pergunakan, juga jenis makanan yang biasa mereka masak. Pendeknya, ”Masing-masing memiliki cirinya sendiri, meski sama-sama kaum etnis Tionghoa.”
Perempuan kelahiran Belitung dengan panggilan akrab Moi ini mengakui, ”(Saya) semakin energetik dan kuat untuk terus berkarya dan menginspirasi orang lain.” Segenap daya ia kerahkan untuk berbagi pengetahuan tentang sastra dan budaya kaum peranakan, sekaligus menuntaskan sepuluh jilid ensiklopedia mengenai etnis Tionghoa Tanah Air.
Ya, Myra alias Moi ini baru saja menerima Nabil Award—singkatan Nation Building Award—Kamis pekan lalu. Itulah penghargaan istimewa bagi sosok yang berjasa memberikan pencerahan publik melalui penelitian, penerbitan karya ilmiah, atau aktivitas lain. Khususnya demi perbaikan kedudukan etnis Tionghoa dalam masyarakat Indonesia. ”Penghargaan terbesar yang pernah saya terima,” katanya. Kembali ke soal penerbitan ensiklopedia itu, ia masih kesulitan mendapatkan orang yang mengerti dan bisa menuliskan persoalan Tionghoa dengan baik. Ada saran untuk Myra?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo