Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Agar Bappenas Yakin

BPHN mengadakan lokakarya. Pedoman sistem penemuan kembali peraturan perundang-undangan dibahas lagi. Dengan harapan, pembangunan hukum masuk dalam repelita selanjutnya.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN depan orang-orang hukum akan saling berjumpa lagi. Setelah di permulaan Pebruari yang lalu mereka berloka karya di Manado. Tapi syukurlah, seperti juga pertemuan-pertemuan ilmiah sebelumnya. Lokakarya yang akan dilangsungkan di Malang ini, tentulah bukan "untuk arisan atau untuk omong-omong saja" seperti yang berkali-kali ditegaskan Menteri Mochtar Kusumaatmadja. Soalnya terdengar juga oleh Menteri dugaan-dugaan kasar bahwa menjelang April ada saja instansi pemerintah yang suka royal dengan proyek, mungkin ketimbang biaya yang sudah disediakan hangus. Lokakarya Pemantapan PedomanPedoman tentang Sistim Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan RI ini adalah pertemuan ilmiah terakhir dalam satu paket kegiatan Badan Pembinaan Hukum Nasional, (BPHN), Departemen Kehakiman. Pertemuan-pertemuan lain selama 1976/1977 adalah: Lokakarya Evaluasi Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (di Jakarta) Simposium Pola Umum Perencanaan Hukum dan Perundang-undangan (di Banda Aceh), Simposium Hukum Perindustrian, (di Ujung Pandang) Seminar Hak Paten (di Jakarta) Seminar Merek (di Jakarta) Simposium Hukum Perburuhan (di Palembang) Lokakarya Penyusunan Program Legislatif (di Manado). Dari pertemuan yang paling akhir (Manado) yang membahas masalah program perundang-undangan di pihak pemerintah, tersembul beberapa pokok fikiran. Misalnya tentang perlunya koordinasi dalam persiapan tahap perencanaan dan penyelesaian pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU). BPHN akan membuat rancangan akademis, sedangkan departemen-departemen menyiapkan naskah RUU masing-masing. Disepakati pula mengenai vitalnya biro-biro hukum departemen dan lembaga non departemen, yang bertanggungjawab atas fungsi mereka dalam bidang perundang-undangan. Lalu tentang BPHN sendiri. Bahan itu bertugas melaksanakan penelitian dan usaha lain yang diperlukan dalam menunjang usaha penyusunan RUU. Yang juga tampak penting adalah peranan Badan tersebut dalam menilai undang-undang yang ada, yang berkaitan dengan efektivitas serta keserasian dalam hubungan kebutuhan warga masyarakat yang berkembang. Tak Semua SH Lokakarya di Manado itu tak hpa memesankan akan perlunya dicari upaya yang paling efektif untuk menyebarluaskan peraturan perundang-undangan. "Hal ini tidak saja menyangkut masalah yuridisnya, tapi juga menyangkut kepentingan masyarakat luas", demikian laporan Panitia Pengarah Lokakarya yang diketuai Teuku Mohammad Radhie, SH Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum BPHN. Tentang hal yang terakhir ini. Dr. Subagio salah seorang pemrasaran menganjurkan agar diterbitkan sebuah surat kabar khusus yang akan memuat peraturan perundang-undangan yang baru disahkan. Di samping itu ia juga melihat potensi tenaga KKN (Kuliah Kerja Nyata): sembari mereka masuk ke desa, mereka memberikan syarahan mengenai sesuatu peraturan yang mereka dengar sudah diterbitkan. Untuk berhasilnya penyusunan program legislatif. Lokakarya merasa perlu ditempa tenaga-tenaga perancang undang-undang yang memenuhi syarat. Dalam hubungan ini para sarjana hukum menilai DPR perlu nempunyai unit tenaga ahli perancang undang-undang yang dapat membantu Dewan menggunakan inisiatifnya untuk mengajukan RUU. "Bukankah tak semua anggota DPR adalah SH", komentar Radhie tentang hal ini. Fakta menunjukkan bahwa setelah Pemilu 1971 tak sekalipun Dewan itu nengajukan RUU. Prof. Dr. Ismail Suny, yang menyampaikan kuliah pada pertemuan tersebut, ada nenyinggung bab perlunya unit ahli ini di Dewan. Sedangkan drs. Sumiskun yang diharapkan memberi ceramah sekitar program perundang-undangan dari sudut pilak legislatif, berhalangan hadir. Suara Dewan tak terdengar pada Lokakarya yang dihadiri 84 SH itu. Apakah makna dari sekian banyak kegiatan BPHN. Departemen Kehakiman itu? Seperti juga pada sambutan-sambutannya pada setiap kegiatan ilmiah di atas, di layar TVRI akhir Pebruari yang lalu, Meneteri Mochtar Kusumaatmadja sekali lagi menegaskan perlunya pembinaan hukum yang berencana. Pembinaan Hukum nasional, artinya menurut Menteri adalah pembaharuan terhadap hukum yang berlaku sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara berencana. Jadi tidak lagi main spontan-spontanan, seperti pada waktu yang sudah-sudah. Misalnya untuk bidang hukum pertambangan, perkebunan dan laut. Di samping itu dilakukan pula pembinaan sepenggal-sepenggal. Sebagai contoh kini sedang disiapkan sebuah RUU tentang Perseroan Terbatas yang selama ini merupakan bagian dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sedihnya pembangunan hukum tidak langsung tentara seperti pembangunan jalan dan gedung-gedung. Tapi toh seperti yang kemudian dikatakan Radhie, dengan usaha-usaha yang telah dilakukan BPHN, Bapenas telah dicoba di yakinkan akan bidang-bidang hukum yang perlu diperhatikan. Dan kalau Bappenas sudah mengangguk-angguk tersedialah ruangan dalam Repelita-Repelita selanjutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus