PEKAN depan orang-orang hukum akan saling berjumpa lagi. Setelah
di permulaan Pebruari yang lalu mereka berloka karya di Manado.
Tapi syukurlah, seperti juga pertemuan-pertemuan ilmiah
sebelumnya. Lokakarya yang akan dilangsungkan di Malang ini,
tentulah bukan "untuk arisan atau untuk omong-omong saja"
seperti yang berkali-kali ditegaskan Menteri Mochtar
Kusumaatmadja. Soalnya terdengar juga oleh Menteri dugaan-dugaan
kasar bahwa menjelang April ada saja instansi pemerintah yang
suka royal dengan proyek, mungkin ketimbang biaya yang sudah
disediakan hangus.
Lokakarya Pemantapan PedomanPedoman tentang Sistim Penemuan
Kembali Peraturan Perundang-undangan RI ini adalah pertemuan
ilmiah terakhir dalam satu paket kegiatan Badan Pembinaan Hukum
Nasional, (BPHN), Departemen Kehakiman. Pertemuan-pertemuan lain
selama 1976/1977 adalah: Lokakarya Evaluasi Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (di Jakarta) Simposium Pola
Umum Perencanaan Hukum dan Perundang-undangan (di Banda Aceh),
Simposium Hukum Perindustrian, (di Ujung Pandang) Seminar Hak
Paten (di Jakarta) Seminar Merek (di Jakarta) Simposium Hukum
Perburuhan (di Palembang) Lokakarya Penyusunan Program
Legislatif (di Manado).
Dari pertemuan yang paling akhir (Manado) yang membahas masalah
program perundang-undangan di pihak pemerintah, tersembul
beberapa pokok fikiran. Misalnya tentang perlunya koordinasi
dalam persiapan tahap perencanaan dan penyelesaian pembuatan
Rancangan Undang-Undang (RUU). BPHN akan membuat rancangan
akademis, sedangkan departemen-departemen menyiapkan naskah RUU
masing-masing. Disepakati pula mengenai vitalnya biro-biro hukum
departemen dan lembaga non departemen, yang bertanggungjawab
atas fungsi mereka dalam bidang perundang-undangan. Lalu tentang
BPHN sendiri. Bahan itu bertugas melaksanakan penelitian dan
usaha lain yang diperlukan dalam menunjang usaha penyusunan RUU.
Yang juga tampak penting adalah peranan Badan tersebut dalam
menilai undang-undang yang ada, yang berkaitan dengan
efektivitas serta keserasian dalam hubungan kebutuhan warga
masyarakat yang berkembang.
Tak Semua SH
Lokakarya di Manado itu tak hpa memesankan akan perlunya dicari
upaya yang paling efektif untuk menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan. "Hal ini tidak saja menyangkut masalah
yuridisnya, tapi juga menyangkut kepentingan masyarakat luas",
demikian laporan Panitia Pengarah Lokakarya yang diketuai Teuku
Mohammad Radhie, SH Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hukum BPHN. Tentang hal yang terakhir ini. Dr. Subagio salah
seorang pemrasaran menganjurkan agar diterbitkan sebuah surat
kabar khusus yang akan memuat peraturan perundang-undangan yang
baru disahkan. Di samping itu ia juga melihat potensi tenaga
KKN (Kuliah Kerja Nyata): sembari mereka masuk ke desa, mereka
memberikan syarahan mengenai sesuatu peraturan yang mereka
dengar sudah diterbitkan.
Untuk berhasilnya penyusunan program legislatif. Lokakarya
merasa perlu ditempa tenaga-tenaga perancang undang-undang yang
memenuhi syarat. Dalam hubungan ini para sarjana hukum menilai
DPR perlu nempunyai unit tenaga ahli perancang undang-undang
yang dapat membantu Dewan menggunakan inisiatifnya untuk
mengajukan RUU. "Bukankah tak semua anggota DPR adalah SH",
komentar Radhie tentang hal ini. Fakta menunjukkan bahwa
setelah Pemilu 1971 tak sekalipun Dewan itu nengajukan RUU.
Prof. Dr. Ismail Suny, yang menyampaikan kuliah pada pertemuan
tersebut, ada nenyinggung bab perlunya unit ahli ini di Dewan.
Sedangkan drs. Sumiskun yang diharapkan memberi ceramah
sekitar program perundang-undangan dari sudut pilak legislatif,
berhalangan hadir. Suara Dewan tak terdengar pada Lokakarya yang
dihadiri 84 SH itu.
Apakah makna dari sekian banyak kegiatan BPHN. Departemen
Kehakiman itu? Seperti juga pada sambutan-sambutannya pada
setiap kegiatan ilmiah di atas, di layar TVRI akhir Pebruari
yang lalu, Meneteri Mochtar Kusumaatmadja sekali lagi
menegaskan perlunya pembinaan hukum yang berencana. Pembinaan
Hukum nasional, artinya menurut Menteri adalah pembaharuan
terhadap hukum yang berlaku sehingga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat secara berencana. Jadi tidak lagi main
spontan-spontanan, seperti pada waktu yang sudah-sudah.
Misalnya untuk bidang hukum pertambangan, perkebunan dan laut.
Di samping itu dilakukan pula pembinaan sepenggal-sepenggal.
Sebagai contoh kini sedang disiapkan sebuah RUU tentang
Perseroan Terbatas yang selama ini merupakan bagian dari Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Sedihnya pembangunan hukum tidak langsung tentara seperti
pembangunan jalan dan gedung-gedung. Tapi toh seperti yang
kemudian dikatakan Radhie, dengan usaha-usaha yang telah
dilakukan BPHN, Bapenas telah dicoba di yakinkan akan
bidang-bidang hukum yang perlu diperhatikan. Dan kalau Bappenas
sudah mengangguk-angguk tersedialah ruangan dalam
Repelita-Repelita selanjutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini