DI Scottweg atau jang sekarang di ganti mendjadi Djalan
Budi-kemuljaan, tinggal satu keluarga dengan nama Malcolm.
Dirumah jang mungil tersebut berdiam pula seroang gadis jang
tjantik: kulit bersih, mata bening, mulut mungil, dengan nama
Gladys. Sama seperti anak-anak Indo atau mereka jang
menginginkan pendidikan jang baik, Gladys oleh orangtuanja
disekolahkan di HBS Carpentir Alting Stichting, di Merdeka
Timur. Itu terdjadi ditahun-tahun 50--an. Ketika terdjadi aksi
Irian Barat (1957), rumah orangtua Gladys njaris diserbu pemuda
demonstran anti Belanda. Malcolm, disangka Belanda. Berkat Saleh
Bisjir jang waktu itu masih mendjadi kawan baik dari keluarga
Malcolm, rumah selamat. Tetapi semendjak itu menempellah sebuah
bendera ketjil ditembok rumah dengan warna hidjau putih merah
tanpa gambar singa kuning jang memegang sebuah pedang. Bendera
keradjaan Iran, karena Malcolm adalah orang asal Iran.
Beberapa saat setelah peristiwa itu, Gladys sirupawan dinikah
oleh Saleh Bisjir sidjutawan. Perkawinan madu dan bunga itupun
tidak lama diketjap Gladys, karena sang suamipun kemudian
meninggal. Itu 4 tahun jang lalu. Gladys jang kemudian tanpa
sebab mengganti namanja mendjadi Fara hidup bagaikan dalam
tjeritera: muda, tjantik, kaja, dan ..... djanda lagi!
Kehidupannja bagaikan bintang-bintang film Hollywood, walau
namanja didunia film baru seketjil figuran sadja: main golf,
naik kuda, auto-rally, modeshow. Bergelimang duit. Mukanja jang
mirip Liz Taylor sering terpampang dimadjalah-madjalah pop. Jang
terachir dia memenangkan Queen of Metropolitan Ban 1971 dengan
pakaian Cleopara. Ibu dari satu anak ini menolak ketika
ditan-jakan umumja. Tetapi apa jang kau tudju, Fara? Dengan
tersenjum manis, wanita jang bisa bitjara empat bahasa inipun
mendjawab "Ingin djadi produser, sekali sekali...".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini