USIANYA memang sudah uzur. K.H. Abdul Mu'thi, 78 tahun, 20
September lalu telah meninggal, setelah beberapa lama dirawat di
RS Islam Jakarta. Dikebumikan di Karet, turut mengantar
rekan-rekan almarhum antara lain Mohamad Natsir, Sjafruddin
Prawiranegara, Mohamad Roem, Burhanuddin Harahap, dan Kasman
Singodimedjo. Untuk shalat jenazah, Prof. Dr. Hanka jadi imam
di mesjid Al-Muhsinin, Salema Bluntas Jakarta. Lahir di
Jombang, tahun 1898, almarhum pernah melanjutkan studinya ke
Mesir. Almarhum adalah tokoh Muhammadiyah bersama Hamka dan AR
Sutan Mansur. "Almarhum adalah seorang pejoang yang banyak
beramal tapi tidak dikenal", kata Moh. Natsir dalam upacara
pelepasan jenazahnya.
KH Mu'thi semula pendiri perkumpulan Muhammadiyah di Kudus dan
jadi ketua sejak 1923. Dua tahun kemudian almarhum mulai
berkenalan dengan penjara. Menjelang 1945, almarhum jadi ketua
pengurus Masyumi Jakarta. Pernah pula diangkat jadi Mayor
Jenderal di zaman Yogya dan bertindak sebagai Kepala Kantor
Pendidikan Politik Tentara dalam lingkungan MBAD. Di zaman
Sukarno, almarhum masuk lagi dalam tahanan bersama Sjafruddin
Prawiranegara, Moh. Natsir dan Burhanuddin Harahap. "Bukan
almarhum yang punya hutang, tapi Muhammadiyah yang punya
hutang", ujar Kasman Singodimedjo dalam upacara pemakaman,
sambil menahan isak. Orang-orang dekatnya biasanya memanggil
almarhum dengan sebutan Pak Kyai. Tulisan-tulisannya banyak
dimuat di Suara Muhammadiyah. Hidup seorang diri (biarpun
anaknya sudah besar-besar) di kamar berukuran 3 x 3 meter di
bilangan Menteng Raya, Pak Kyai biasa melakukan masak sendiri
dengan kompor buatannya sendiri. Dia lebih senang pergi naik bis
kota atau jalan kaki. Menjelang Pemilu II, salah seorang pernah
datang kepadanya. Menyodorkan sejumlah uang (jutaan) asal Pak
Kyai mau menuruti ajakannya. Bujukan ini ditolaknya sehingga
sampai di akhir hayatnya, almarhum tetap hidup dalam
kesederhanaan. Almarhum menolak mengkomersialisasikan
kekyaiannya, rupanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini