DALAM kereta api Bandung-Jakarta, ia duduk termangu menyaksikan
sawah-sawah yang kering. Sebuah lagu mengalun dalam dirinya --
dan itulah lagu yang kemudian berjudul Kemarau. Melodi dan
liriknya dibuat sendiri oleh Yulius Frank Tekol alias Si Uce itu
(29 tahun). Mungkin mendengar nyanyian yang dibawakan Grup New
Rollies itu, Emil Salim dan Adam Malik tersentuh -- lantas
memberi piagam serta hadiah Tabanas Rp 100 ribu kepada
penciptanya, pada Hari Lingkungan 4 Juni lalu.
Uce sendiri tak bisa datang -- sehingga Delly, si penyanyi,
mewakilinya. "Saya tidak percaya mendengar kabar itu. Lagi pula
saya sedang sakit perut, di Bandung," kata Uce yang bersama
grupnya sedang sibuk rekaman album kelima.
Masuk grup (waktu itu masih bernama) Rollies, 1974. Uce pegang
bas. Sebelumnya jadi pemain band sebuah hotel, lalu main di klab
malam Bandung. Di hotel itulah ia bertemu Isabella (23) yang
lantas dikawininya tahun 1973 dan melahirkan 1 anak lelaki.
Sekolahnya berhenti di SMA. "Sebetulnya mau melanjutkan kuliah
di Pelayaran atau Arsitektur, tapi ternyata musik telah
merenggut keinginan itu," katanya. "Tapi saya tidak takut.
Dengan musik saya yakin bisa hidup. Kalau Idris Sardi dan Oma
Irama bisa, kenapa saya tidak?"
Ia sudah bikin kira-kira 20 lagu. Antara lain Kadilan, Pengemis
Tua, Guru. "Tapi Kemarau itu sama sekali tak dimaksud untuk
kepentingan lingkungan atau Hari Lingkungan," ujarnya, "sebab
lirik itu hanya potret sekilas saja." Tapi tentang penghargaan
itu, "Ibu pun sampai menitikkan air mata karenanya," tutur anak
pertama di antara 6 bersaudara yang merupakan hasil
"persilangan" yang unik itu. Bayangkan saja: ibunya berdarah
Jawa-Belgia, ayahnya Menado-Portugis campur Ambon. Dan isterinya
sendiri: Cina-Perancis.
Kata Delly, Uce diharap datang oleh Adam Malik dan Emil Salim
yang ingin melihatnya. "Cuma saya belum ada waktu," kata Uce
yang wajahnya kayak Jawa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini