Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Durian Dan Demokrasi

Demokrasi adalah pilihan yang terbaik di antara segala hal yang serba tak sempurna. Juga pengakuan jujur tentang ketidak-sempurnaan manusia. Dan keyakin bahwa kekuasaan perlu moral & pembatasan diri.

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEMOKRASI adalah suatu persetujuan antara oknum dan masyarakat. Oknum tak boleh ditindas dan diperkosa hak-haknya, tapi oknum di dalam menjalankan hakhaknya tak boleh pula merugikan masyarakat. Kalau saya kelebihan duit saya boleh memesan beduk yang berpenampang dua meter dan pakai kulit gajah bengkak, mendirikan sebuah menara setinggi limapuluh meter dan membeli pengeras suara yang terbaik yang saya tempatkan di puncak menara di hadapan beduk saya. Itu hak saya dan masyarakat tak boleh mengganggu saya selama saya tak mengganggu masyarakat. Tapi kalau saya kejangkitan beduk-mania dan memukul beduk antara jam satu malam dan jam tiga dinihari di muka pengeras-suara dengan volume terbesar, masyrakat berhak bertindak terhadap saya. Saya dapat dituntut berdasarkan pasal 503 ayat I KUHP. Kalau saya dibiarkan menggila dan merajalela, anak-anak akan sakit jantung dan orang tua-tua akan kena penyakit tekanan darah tinggi. Jadi demokrasi adalah suatu persetujuan hak masyarakat atas oknum pro bono publico (untuk kebaikan orang banyak), supaya oknum tak sewenang-wenang. Demokrasi adalah persetujuan bersama tentang kewajiban oknum kepada masyarakat Tapi hak dan kewajiban itu terbatas, tidak boleh sewenang-wenang dan menindas oknum. Saya tak suka durian baunya saja membuat saya jadi pening. Sebagian terbesar anggota masyarakat Indonesia suka durian, hingga saya dianggap aneh, kebelanda-belandaan. Tapi terhadap baunya saja saya sudah alergik, seperti terhadap minuman salicyl yang ketika kecil sehari wajib saya minum 3 x 1 sendok makan selama tiga bulan penuh! Oleh karena itu masyarakat tak berhak memaksa saya makan durian dan minum salicyl. Paksaan mengenai itu adalah teror! Teror tak dapat dibenarkan, baik teror minoritas terhadap majoritas, maupun sebaliknya. Akomodasi Mengapa? Karena kalau saya tak makan durian dan tak minum salicyl, masyarakat tak 'kan dirugikan. Jadi demokrasi adalah akomodasi (penyesuaian secara saling mengalah) timbal-balik antara oknum dan masyarakat. Persetujuan itu menjunjung tinggi nilai-nilai dasar moral, agama dan hak-hak asasi manusia. Saya tak boleh men-subversi wanita yang bukan isteri saya (maafkan paradoks ini, karena kalau isteri saya sesungguhnya perbuatan saya bukan subversi!) saya tak boleh dipaksa makan babi dan saya tak boleh memaksa orang lain berpuasa (di dalam agama tiada paksaan, hanya ada aqidah yang dijalankan berdasarkan kesadaran sendiri, karena setiap insan bertanggungjawab sendiri-sendiri) saya berhak atas pekerjaan dan nafkah, berhak diperlindungi terhadap kekerasan dan kesewenang-wenangan, berhak memilih jodoh sendiri dan menganut agama yang saya yakini dan masih banyak hak lainnya. Nilai-nilai dasar tersebut tak boleh dihapuskan oleh mesin-suara majoritas terhadap minoritas. Impitan mesin suara itu saya alami pada awal tahun 1952 di bawah apa yang dinamakan "sentralisme demokratik": sebelum pertukaran pikiran, dilakukan suatu pemungutan suara apakah saya berhak berbicara, karena saya menentang suatu pendirian yang menurut saya tak benar. Tapi semua orang lain berhak suara, kecuali saya. Maka terjadilah penghamburan uang rakyat oleh segelintir orang yang suka membagi-bagi milik rakyat. Sejak itu saya bebaskan diri saya daripada suatu bentuk demokrasi yang memperbedakan perlakuan terhadap orang yang sama haknya. Namun akhirnya ketika demokrasi macam itu tumbang, saya ikut remuk ditimpa bangkainya! Sampai sekarang saya belum menemukan tukang las yang sanggup mereparasi keremukan saya. Demokrasi tak mewajibkan keseragaman: alangkah celakanya kaum lelaki kalau semua wanita berseragam jean biru-biru atau drill hijau-hijau atau poplin merah-merah atau serba sama lainnya. Dan alangkah merananya kaum wanita jika semua lelaki mencintai catur atau main bola lebih daripada mencintai isterinya. Tapi demokrasi pun tidak mengidealisasikan non-konformisme, hingga setiap orang boleh nyentrik dengan idiosinkrasinya masing-masing, misalnya hingga ada seorang gurubesar yang memberi kuliah dengan pakaian karateka dan berblangkon. Jadi apakah sebenarnya demokrasi? Demokrasi adalah pilihan yang terbaik dari antara segala yang serba tak sempurna. Demokrasi adalah pengakuan jujur tentang ketidak-sempurnaan manusia. Demokrasi adalah keyakinan, bahwa kekuasaan pun perlu berlandaskan moral dan pembatasan diri secara sukarela.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus