SEBUAH VW Combi memasuki dusun Gendeng Bangunharjo, Bantul, Yogyakarta, itu biasa. Tetapi begitu orang melihat penumpang yang turun, seorang berbaju batik menenteng kamera, disertai perempuan berkebaya batik, penduduk dusun itu pun terkesiap. Lelaki itu Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono. Ia didampingi, siapa lagi, bila bukan garwa dalem, Kanjeng Raden Ayu Nindyo Kirono. "Ini memang kunjungan tidak resmi Ngarso Dalem," kata pemandu Sri Sultan, yang tak lain H. Boediardjo, bekas menpen. Inilah cara seorang Sultan menjamu tamunya, Selasa pekan lalu. Memang bukan sembarang tamu. Dokter Charles Schepen, dokter ahli mata di Boston, Amerika Serikat, dialah yang mengobati mata Sultan. Entah sengaja, entah kebetulan, di kampung penatah wayang kulit itu Sultan menghadiahkan wayang Wibisono kepada Dokter Schepen. Sementara itu, Nyonya Schepen memperoleh Rama dan Shinta. Rupanya, hadiah itu ada maknanya. Boediardjo, yang memang pintar mendalang, lalu bercerita. "Wibisono, orang asing dalam tentara Rama ketika menyerang Alengka. Ketika tentara Rama terkena penyakit mata dan buta, Wibisono yang mengobatinya. Cocok sekali tokoh ini untuk Mister," kata Boediardjo. Mendengar cerita itu sang dokter manggut-manggut. Orang Amerika itu tentu tak tahu, pasukan Rama bukannya kena penyakit mata, tapi tak bisa melihat karena dunia gelap gulita akibat panah Nagapasa milik Indrajit, anak Rahwana. Dan Wibisono, paman Indrajit, kebal terhadap kesaktian keponakannya, hingga bisa mengusir kegelapan. Bila Sri Sultan pernah mengalami kegelapan, tentulah cuma karena listrik mati, atau ada gerhana matahari, bukan karena Indrajit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini