Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di mana ada vespa, di situ ada Ostelio Remi. Naik vespa sejak usia 15, Remi dan kendaraan roda dua itu tak terpisahkan selama hampir empat setengah dekade. Tiga tahun di Jakarta, Atase Kebudayaan dan Direktur Pusat Kebudayaan Italia ini diantarkan vespa Piaggio Gran Turismo 200 cc ke mana dia suka. Ke pesta, pertemuan diplomatik, kondangan, rapat. Mobil dinas Remi jadinya jarang bertuan. ”Dan sopir saya lowong melulu,” ujar Remi sembari tertawa.
Remi, 59 tahun, tak hafal jalanan Jakarta. Jadi, salah satu ”staf lokal”-nya selalu membonceng. Si pembonceng yang memandu arah: belok kiri, kanan, putar balik, lurus. Nah, hotel-hotel dan gedung-gedung di Jakarta tak menyediakan parkir khusus untuk si roda dua ini. Remi yang amat sayang pada vespanya puyeng juga. Maka, terbitlah ide menitipkannya di pos satpam.
Gayung bersambut. Para petugas satpam amat gembira melihat vespa yang kinclong nan gagah itu. Mereka berkerumun, menelisik pernak-perniknya. Kian riang hati mereka karena tuan vespa tak segan memberi persenan besar. ”Begitu saya datang, mereka selalu menyambut dengan riang,” tutur Remi seraya terbahak.
Mengapa diplomat, novelis—salah satu novelnya, Nomedi nello Capitale, ditulisnya di Mogadishu pada 1981—dan profesor perbandingan sastra ini lengket nian pada vespa? ”La Vespa e la mia liberta, ” ujarnya kepada Tempo. Maksudnya, kurang-lebih, ”Vespa memberi saya kebebasan”.
Di Jakarta, sudah pastilah vespa itu membebaskan Remi dari segala kemacetan…
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo