SENIRUPAWAN Saptohoedoyo, 57 tahun, kini tidak hanya getol
mencari uang. Di galerinya, di dekat Lanuma Adisucipto,
Yogyakarta, tiap Kamis sore kini ada pengajian. Seminggu sekali
sekitar 80 ibu-ibu di kawasan galeri Sapto hadir. Ada ibu-ibu
yang bekerja sebagai pembuat keramik. Ada pula yang menjadi
buruh batik.
Mau tahu ustadznya? Ya, Sapto sendiri, yang rupa-rupanya selama
ini sudah mempelajari Al Quran. "Tapi kami sering juga
mengundang ustadz dari luar," kaunya. Menurut pengakuan Sapto,
bekas menantu pelukis Affandi itu, pengajian ini diadakannya
untuk "membalas jasa para ibu-ibu itu."
Masuk akal. Sebuah keramik hasil tangan ibu-ibu itu dibeli Sapto
Rp 1.500, begitu terpajang di galerinya lantas harga menjadi Rp
15 ribu. Itu harga umum. Artinya, bila ada turis ternyata sangat
berminat pada karya keramik tersebut, harga bisa jutaan. "Sebuah
keramik dari sini yang kini ada di Ceramic Centre, Tokyo,
diboyong dengan harga Rp 3 juta," tutur Sapto.
Tentu saja, keramik yang polos dari ibu-ibu itu, oleh Sapto
tidak hanya dibeli. Tapi juga "didandani" hingga "berseni".
Dan selain pengajian menceramahkan soal-soal spiritual, menurut
Sapto, sekali-dua juga diadakan ceramah ekonomi. Lho? "Itu 'kan
penting, agar para ibu pengusaha kecil itu bisa berdiri
sendiri," kata Sapto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini