PUNCAK acaranya memang bukan duduk bersanding seperti pengantin
baru. Presiden Soeharto, 61 tahun, dan Ny. Siti Suhartinah, 59
tahun -- dalam peringatan 35 tahun perkawinan mereka, 26
Desember -- bergandeng tangan dan bersama-sama memotong tumpeng.
Serentak, 6 anak, 3 menantu, 7 cucu dan hadiri yang tidak lebih
dari 30 orang mengiringinya dengan tepuk tangan berirama sambil
menyanyikan: "Panjang Umurnya".
Piring pertama diserahkan kepada Ny. Sumoharyomo, ibu mertua Pak
Harto. Mengenakan kemeja batik berwarna dasar kuning muda,
Presiden tampak tersenyum lebar seraya merangkul dan mencium Ibu
Tien. Masih ada satu "hadiah" tambahan Pak Harto. Ia memegang
kedua pipi Ny. Tien dan mengecup dahinya. Sang istri pun kontan
membalas mencium kedua pipi suaminya. Mungkin merasa belum
lengkap, Ibu Tien pun berbalik, dan mengecup cepat dahi Pak
Harto.
Acara yang cuma dihadiri keluarga ini diselenggarakan di
Kalitan, Solo. Tidak berbeda banyak dengan acara tahun
sebelumnya, misalnya di Istana Cipanas (1980) atau Istana
Tampaksiring Bali (1981), kenduri khas Jawa itu ditandai dengan
satu tumpeng besar yang dikelilingi 34 tumpeng kecil, serta
bubur merah-putih. Tidak lupa lauk kesukaan Pak Harto: lalapan
dan sambal goreng hati. "Kenduri ini sebagai ungkapan
kegembiraan para putra-putri dan ucapan terima kasih keluarga
atas bimbingan Bapak dan Ibu," kata Ny. Indra Rukmana, ketika
membuka acara. Putri tertua Presiden itu diam sejenak, kemudian
mengajak segenap yang hadir membaca Al Fatihah.
Undangan lain, kecuali pengawal pribadi, yang hadir adalah
Gubernur Ja-Teng Soepardjo Roestam, Pangdam VII Diponegoro
Mayjen Ismail, Sekretaris Militer Presiden Kardono, dan Kepala
Rumah Tangga Istana Sampoerno. Acara malam itu disemarakkan oleh
Gepeng dari Srimulat. Lakonnya: Abimanyu mantu -- yang jadi
penganten adalah Djudju dan Bambang Gentolet. Yang minta
Srimulat kabarnya adalah Pak Harto sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini