Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Pengalamannya

Endang sukarta oleh Departemen P dan K ditugaskan jadi penunggu gedung perundingan Linggardjati. Waktu itu ia ikut jadi saksi. (pt)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASIB gedung yang dulu jadi tempat perundingan, di Linggarjati, masih belum baik juga. Gedung tua yang nyaris ambruk itu sejak 1965 sudah dimaksud diperbaiki. Tahun itu Nyonya Ratu Aminah Hidayat meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pemugaran. Tahun 1970, Hotel Duta Indonesia mencoba memugarnya, tapi hotel itu lantas tamat riwayatnya.. Ketika Nyonya Poppy Syahrir dan Bung Hatta meninjau ke sana di tahun 1975, keduanya menganggap betapa SOS-nya gedung tersebut. Akhirnya Pertamina turun tangan. Belum selesai mendandani monumen, Pertamina sendiri melorot. Akhirnya tahun 1977 Departemen P & K mengeluarkan biaya tidak kurang dari Rp 37 juta. Dan Pebruari kemarin, gedung yang sudah dipugar itu diresmikan oleh (waktu itu) Menteri P & K Syarief Thayeb. Gedungnya tegak kembali. Hanya isinya masih kosong. Perabotan yang dulu memenuhi gedung tersebut, kabur entah ke mana. Yang ada, dan yang asli dari dulu, cuma satu: Endang Sukarta, yang usianya kini sudah setengah abad. Dia ini penduduk asli Linggajati (demikian nama asli Linggarjati), yang tadinya jadi pelayan Hotel Merdeka. Hotel tersebut tidak lain adalah Gedung Linggarjati itu. Sebelum namanya berobah jadi Merdeka, ketika zaman Jepang hotel ini bernama Hokay Riokay, dan di zaman Belanda bernama Hotel Restoornd. "Saya kagum dan terharu melihat bagaimana Syahrir bertengkar dengan van Mook," kata Sukarta--biarpun dia tidak mengerti apa yang dibicarakan. Sukarta, tugasnya waktu itu melayani keperluan para tamu. "Saya selalu melihat perundingan dengan suasana tegang," ujarnya. "Tidak ada tentara Belanda di sekitar tempat perundingan. Yang ada tentara kita yang berjaga-jaga dengan senjata sederhana." Sukarta kemudian berkata, hanya Sutan Syahrir yang tidak tinggal di hotel itu. Almarhum menginap di sebuah rumah Tionghoa, 1,5 km dari tempat perundingan.Rumah Tionghoa tersebut kini jadi gudang mesiu. Sukarta, saksi hidup yang perlu di"rawat", kini oleh Departemen P & K ditugaskan jadi penunggu gedung. Katanya lagi tentang perundingan Linggarjati: "Perundingan biasanya dilakukan malam hari. Siang hari para utusan mengadakan pertemuan dan membuat rumusan-rumusan." Dalam perundingan itu antara lain terdapat juga Lord Killairn sebagai pihak penengah. Pihak Indonesia diwakili antara lain oleh Maria Ulfah Santoso Mohammad Rum, A.K. Gani dan Susannto Tirtoprodjo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus