Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Jangan lupa: kita di jakarta

Kuning intinya hitam yang disutradarai roland ganamet dipentaskan teater surya di pusat kebudayaan prancis, jakarta. tontonan ini sangat bersahaja. garapannya tidak memperlihatkan penggarapan sutradara.(ter)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Pusat Kebudayaan Perancis, Jakarta, dipertunjukkan sebuah drama tanggal 29 Maret lalu. Dimainkan oleh yang menyebut dirinya 'Teater Suria'. Sutradaranya Roland Ganamet, yang bertindak juga sebagai pemain bersama Nyoman Sukarja. Drama ini mengingatkan orang pada penyair Perancis Rene Daumal (lahir 1908). Brdasarkan teks Rene Daumal, disusunlah laku yang bernama Kuning Intinya Hitam Dalam selebaran pertunjukan dijelaskan peranan Rene, walaupun karena susunan bahasanya tidak keruan menjadi sangat pelik untuk dimengerti. Antara lain dikutip kata-kata Rene: "Aku pergi menuju ke suatu masa yang akan datang yang tidak ada, dengan meninggalkan di belakang saya pada setiap saat satu mayat." Tidak Berhasil Pementasan yang berniat mengolah kata kerja etre atau ada tersebut dimulai dengan memutar lagu India. Roland dan Nyoman berdiri berhadapan dan saling menyentuh, berputar perlahan-lahan. Ini berlangsung beberapa menit. Satu ketika Wayan melepaskan diri, lalu terdengar suara merobek udara. Adegan selesai. Adegan berikutnya Wayan menari dengan sebuah selendang, sedang Roland menyapu. Selendang kemudian dipungut Roland. Nyoman mempertahankannya. Berebut. Adegan berakhir dengan sebuah tablo. Mereka saling tarik selendang pakai mulut, sementara terdengar suara dalam bahasa Perancis yang tentu saja tidak dimengerti banyak penonton yang tampaknya cukup gemar. Roland juga memakai jaring. Ia menanggalkan baju. Masuk ke dalam jaring lalu mengucapkan sajak, dramatis dan panjang. Lampu juga dimainkan. Keadaan panggung yang gelap kemudian diisi oleh dua buah nyala yang saling menghampiri lalu masuk ke dalam jaring. Disaat yang lain Roland dan Nyoman masuk ke dalam kain kuning, bergulat di dalamnya. Tak lama kemudian seperti adegan kelahiran. Nyoman menyeruak ke luar perlahan-lahan. Roland mengikutinya. Jelas Roland hendak menampilkan sebuah gagasan. Tapi sangat sentimentil. Sikap analistisnya keterlaluan. Kemungkinan, visuil tontonan tersia-sia: ia lebih sibuk dengan memaparkan jalan fikiran secara verbal. Kalau fikiran-fikirannya ditontonkan saja, barangkali butir-butir yang mau ditampilkannya akan lebih muncul. Roland mungkin sekali bukan seorang aktor yang buruk, tapi ia tidak memperlihatkan penggarapan seorang sutradara. Apa yang dilakukannya sebagai tontonan amat bersahaja. Kita memang tidak berada di Paris, tapi juga jangan lupa: kita berada di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus