DI Pusat Kebudayaan Perancis, Jakarta, dipertunjukkan sebuah
drama tanggal 29 Maret lalu. Dimainkan oleh yang menyebut
dirinya 'Teater Suria'. Sutradaranya Roland Ganamet, yang
bertindak juga sebagai pemain bersama Nyoman Sukarja.
Drama ini mengingatkan orang pada penyair Perancis Rene Daumal
(lahir 1908). Brdasarkan teks Rene Daumal, disusunlah laku yang
bernama Kuning Intinya Hitam Dalam selebaran pertunjukan
dijelaskan peranan Rene, walaupun karena susunan bahasanya tidak
keruan menjadi sangat pelik untuk dimengerti. Antara lain
dikutip kata-kata Rene: "Aku pergi menuju ke suatu masa yang
akan datang yang tidak ada, dengan meninggalkan di belakang saya
pada setiap saat satu mayat."
Tidak Berhasil
Pementasan yang berniat mengolah kata kerja etre atau ada
tersebut dimulai dengan memutar lagu India. Roland dan Nyoman
berdiri berhadapan dan saling menyentuh, berputar
perlahan-lahan. Ini berlangsung beberapa menit. Satu ketika
Wayan melepaskan diri, lalu terdengar suara merobek udara.
Adegan selesai.
Adegan berikutnya Wayan menari dengan sebuah selendang, sedang
Roland menyapu. Selendang kemudian dipungut Roland. Nyoman
mempertahankannya. Berebut. Adegan berakhir dengan sebuah tablo.
Mereka saling tarik selendang pakai mulut, sementara terdengar
suara dalam bahasa Perancis yang tentu saja tidak dimengerti
banyak penonton yang tampaknya cukup gemar.
Roland juga memakai jaring. Ia menanggalkan baju. Masuk ke dalam
jaring lalu mengucapkan sajak, dramatis dan panjang. Lampu juga
dimainkan. Keadaan panggung yang gelap kemudian diisi oleh dua
buah nyala yang saling menghampiri lalu masuk ke dalam jaring.
Disaat yang lain Roland dan Nyoman masuk ke dalam kain kuning,
bergulat di dalamnya. Tak lama kemudian seperti adegan
kelahiran. Nyoman menyeruak ke luar perlahan-lahan. Roland
mengikutinya.
Jelas Roland hendak menampilkan sebuah gagasan. Tapi sangat
sentimentil. Sikap analistisnya keterlaluan. Kemungkinan, visuil
tontonan tersia-sia: ia lebih sibuk dengan memaparkan jalan
fikiran secara verbal. Kalau fikiran-fikirannya ditontonkan
saja, barangkali butir-butir yang mau ditampilkannya akan lebih
muncul. Roland mungkin sekali bukan seorang aktor yang buruk,
tapi ia tidak memperlihatkan penggarapan seorang sutradara. Apa
yang dilakukannya sebagai tontonan amat bersahaja. Kita memang
tidak berada di Paris, tapi juga jangan lupa: kita berada di
Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini