Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Masuk itb

Anindito Hamengkubuwono IX, 20, berhasil masuk ITB. Bercita-cita jadi arsitek. Ia bercerita tentang ketika ayahnya menjabat wakil presiden. (pt)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANINDITO adalah putera sulung Nyonya Tjiptamurti, garwa (isteri) ke Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Teman-temannya biasa -memanggilnya Anin, biarpun di Yogya atau di rumah orang sekeliling memanggilnya dengan sebutan ndara mas. Usianya kini 20 tahun, dan tahun kemarin berhasil masuk ITB. Cita-citanya ingin jadi arsitek, "dan insya Allah bisa terlaksana," ujar Anin. Ketika ITB "hangat" tempo hari, Anin berada di Bandung. Dia juga turut menjaga kampus. Katanya, dengan logat Jakarta: "Gua bela-belain dateng jam 12 malem buat jaga. Nggak ada rasa kepaksa." Dan dia kembali ke Jakarta bukan atas panggilan orangtua, tapi karena kemauan sendiri. Bekas murid SMA Jalan Batu ini memang lahir dan besar di Jakarta. Turut pencak silat, senang berburu dan jadi pramuka. Ketika masih di SMA termasuk anak yang biasa saja. Tidak senang kebut-kebutan, tidak doyan keluyuran, lebih-lebih malam. Setelah jam 18.00, Anin, keempat adiknya dan orangtuanya biasa berkumpul untuk santap atau nonton teve. Ketika ayahnya masih jadi Wakil Presiden, Anin juga harus dikawal ke mana pergi. Dia tidak senang. "Misalnya begini," kata Anin mencoba menerangkan. "Saya nongkrong makan soto di warung. Pengawal juga ikut nongkrong. Nggak enak 'kan, kalau dia kagak ikut makan. Saya tawari soto. Eh, jawabnya terimakasih melulu. Wah, gua jadi kagak enak makannya. " Salah seorang pengawal, ketika ditanya tentang hal itu, menjawab: "Bukan apa-apa. Tapi kami ini melihat puteri Sultan, putera raja, wah kami jadi lain sikapnya. Apalagi kalau kami asal Yogya. Perasaan ini tidak ada pada anak pejabat lain." Kini Anin dan keluarga Sultan tentu tidak dikawal lagi. Tapi penduduk sekitar Jalan Mendut 21 merasa kehilangan sesuatu. Dulu setiap Sabtu Pahing, mereka bisa nonton film yang biasa diputar di depan rumah, di lapangan. Sabtu Pahing adalah wiyosan (hari lahir) Sultan, dan sedikit "perayaan" ini dilakukan sejak 1975. "Ini maunya ayah. Supaya mereka yang tidak mampu nonton di bioskop, bisa nonton di tempat kami," menurut Anin. Film yang diputar biasanya film komedi atau film anak-anak. "Film Indonesia selalu diputar. Tapi sebangsa Akibat Pergaulan Bebas sih enggak." Anin kemudian menyebut beberapa judul film seperti Jangan Menangis Mama, Ibu Tiri, atau film-film Benyamin S. Ketika ditanya tentang enak-tidaknya jadi Wakil Presiden bagi sang ayah, Anin cepat menjawab: "Babe jadi wakil presiden atau kagak, eggak perlu.Sama saja kok." Anin merasa beruntung punya ayah seperti Sri Sultan. "Babe pokoknya orangnya baik. Sabar, kagak pernah marah. Kami tidak pernah merasa ketakutan di hadapannya. Asal kami tahu diri aja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus