NYONYA Hartini Sukarno, menurut berita sebuah koran, mengirim
surat kepada seorang pendeta di Ambon. Kabarnya minta pengobatan
"jarak jauh", karena demam dan radang tenggorokan yang ia derita
tak kunjung sembuh. Betulkah? "Lha, lihat saja sekarang,"
ujarnya. "Apa saya sakit? Malah tambah gemuk sedikit."
Di rumahnya di Jalan Proklamasi, Jakarta, pagi itu Hartini
mengenakan rok batik. Tubuhnya masih lumayan, raut mukanya masih
menarik, biarpun usianya telah 55 tahun. Janda Bung Karno yang
satu ini rupanya yang paling mapan dalam hal perasaan dan
fikiran. "Ketika saya menikah dengan Bapak, saya sadar saya
menikah dengan orang besar. Saya juga sadar, saya menikah dengan
laki-laki yang tidak bisa memejamkan mata kalau ada wanita
cantik. Wanita adalah garam dalam hidupnya."
Karena itu ia tahu kedudukannya di "barisan" setelah Fatmawati.
Tapi Hartinilah satu-satunya isteri yang tetap mendampingi
Sukarno sampai akhir hayatnya. "Ketika Almarhum dalam tahanan
rumah, waktu sakitnya, itulah saat-saat yang paling sulit bagi
saya. Tetapi saya telah mendampinginya," katanya.
Bagaimana dengan soal pensiun janda Presiden? "Tampaknya akan
beres juga dalam waktu dekat ini." Pasal 20 UU tentang Hak
Keuangan/Administrasi Presiden/Wakil Presiden dan bekas
Presiden/Wakil Presiden antara lain menyatakan: "dalam hal
terdapat lebih dari seorang isteri, maka a. pensiun janda dibagi
rata di antara isteri-isteri yang sah." Kemungkinan besar, rapel
panjang tidak bisa diterima janda-janda Sukarno (Fatmawati,
Hartini dan Ratnasari Dewi). "Mungkin berlaku mundur hanya
sampai Januari tahun ini saja," ujar Hartini. Katanya lagi:
"Saya tidak peduli jumlahnya. Tapi pengakuan Pemerintah bahwa
saya ini isterinya sah, itu sudah karunia untuk saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini