SEKALIPUN hujan terus merintik Jum'at malam 9 Desember lalu,
pengunjung peringatan 1000 hari meninggalnya Ali Sastroarnidjojo
cukup banyak. Bung Hatta mengawali acara dengan menggunting pita
janur sebagai tanda dibukanya pameran foto kegiatan Pak Ali
semasa hidup.
Selesai acara sambutan, Bu Kasur yang malam itu. jadi pembawa
acara, menyilakan tiga gadis cilik maju ke depan. Mereka
cucu-cucu Pak Ali yang bertugas menyerahkan buku tulisan Ali
Sastroamidjojo yang berjudul TonggakTonggak Di Perjalananku
kepada Dewan Harian Angkatan '45 -- diwakilkan kepada Ny. S.K.
Trimurti.
Ada yang menarik dalam buku tentang pengalaman perjoangan dan
kunjungan Pak Ali ke berbagai neglra itu. Almarhum pergi ke Kuba
ata undangan Pemerintah Fidel Castro, ujung tahun 1959, ketika
antara Indonesia dan Kuba sedang dipersiapkan pelaksanaan
perwakilan diplomatik.
Pak Ali dan Nyonya, dan seorang sekretaris, cuma bisa tinggal di
Havana empat hari. Tapi sampai hari terakhir belum berhasil
bertemu dengan Fidel Castro. Menlu Cuba waktu itu. Dr. Raul Roa,
mengatakan bahwa Castro tidak pernah duduk di kantornya:
sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengunjungi daerah,
tanpa memberitahu ke mla pergi.
Tibalah malam yang ketiga. Raul Roa mengadakan jamuan resmi
untuk tamunya dari Indonesia. Para Menteri kabinetCastro serta
pejabat sipil dan militer yang lain turut hadir. Ada pula
seorang tamu lain: Che Guevara dan isterinya. Setelan semua
duduk, ada sebuah kursi yang kosong. Dan tetap kosong sampai
hidangan kopi disajikan, pertanda jamuan makan akan berakhir.
Raul Roa jadi gelisah - tapi sekonyorlg-konyong, masuklall
seseorang dalam pakaian perjoangan lengkap dan pistol di
pinggang. Itulah Fidel Castro, yang kemudian mengajak Pak Ali
rminum kopi di ruangan lain.
Castro menanyakan Ali bagaimana kesannya tentang Kuba. "Saya
belum mempunyai kesan apapun, karena baru bisa melihat Havana
saja," jawab Ali. Castro serta-merta mengajak tamunya
mengunjungi daerah. Malam itu juga. Untuk itu Castro
memerintahkan agar ketiga tamunya dipinjami "pakaian perjoangan"
pula, karena pakaian diplomat tidak akan cocok untuk kunjungan
ke tempat yang agak kotor.
Rombongan dikawal "orang-orang perjoangan bcrambut gondrong".
Kuba waktu itu baru setahun dibebaskan dari rezim Batista.
Castro dengan pengiringnya jalan terlebih dulu. Dan menjelang
subuh barulah rombongan Ali Sastroamidjojo berjumpa kembali
dengan Fidel Castro, yang sedang sibuk memberi petunjuk kepada
sopir dan pekcrja di tepi sebuah danau besar, Zapata namanya.
Castro mengajak tamunya ke rumah peristirahatannya di pulau di
tengah danau. Acara Inikan siang tiba. Tapi dalam rumah
ternyata cuma ada nasi saja. Lauk-pauk sudah habis. Tidak habis
akal, Castro mengajak tamunya memancing ikan dulu. Castro
bersama seorang yang lain, dr. Hermine mendayung perahu mereka
ke sebuah tempat yang katanya banyak ikan dan agak tersembunyi
Dan, di tempat itulah mereka bertiga membicarakan soal politik.
Setelah berhasil mendapat ikan cukup banyak, mereka kembali.
Ikan lekas digoreng. Hidangan hari itu cuma nasi, ikan goreng,
kecap dan cabe. Sendok garpu kurang, dan banyak yang makan cuma
dengan tangan. Tidak terkecuali Ali Sastromidjojo.
Kesan Pak Ali: "Castro menyangkal bahwa ia seorang komunis.
Revolusi Cuba adalah revolusi kediktatoran daripada Batista,
yang menyebabkan penderitaan rakyat Cuba bertahun-tahun
lamanya. Castro seorang pemimpin yang besar sekali kharismanya.
Ia bersikap dan bertingkah-laku agak serampangan dan tidak
memperdulikan peraturan protokol sama sekali. Tapi dia sangat
disayangi oleh rakyatnya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini