CHICHA Koeswoyo, 16, sedang menulis catatan harian ketika gudang peluru di Cilandak meledak, pekan lalu. Masih mengenakan celana pendek dan kaus oblong, ia naik ke loteng rumahnya di Jalan H. Nawi, Cilandak, sekitar tiga kilometer dari pusat ledakan. "Wow, bagus sekali, seperti kembang api," kata Chicha. Tiba-tiba ia kaget melihat ke bawah. Pembantunya kemudian mengatakan, orang sedang panik dan sebagian mengungsi. Penyanyi yang meningkat remaja ini mengambil inisiatif, menyelamatkan dokumen-dokumen penting milik ayahnya, ke dalam kopor. Sebuah peluru menghantam tembok belakang garasi rumahnya yang bersebelahan dengan kamar Chicha. Peluru itu kemudian menghantam rak yang berisi jutaan pucuk surat penggemar Chicha. Surat itu berhamburan, tetapi raknya rupanya berhasil menghentikan peluru sehingga tidak menghantam tubuh Chicha yang sedang tiarap. Pada malam ledakan itu, beberapa menit setelah dua peluru singgah di rumahnya, Chicha serta adik dan ibunya mengungsi ke studionya di Kebayoran. Rumah yang hancur itu akan dirobohkan. "Papa mau bikin rumah baru di sana, sekalian dengan prasasti peringatan kejatuhan peluru," kata Chicha di tempat pengungsian. Akan halnya Rinto Harahap, 35, yang rumahnya diteror 12 peluru mortlr, tak bisa mengungsi malam itu. "Saya takut juga, tapi bagaimana? Ini rumah saya, ada studio rekaman yang harganya ratusan juta - masa saya tinggalkan?," ujar Rinto. Pencipta lagu-lagu pop lni hanya mengungsikan istri, ketiga anaknya, dan mertuanya ke Tebet. Rumah di Pondok Labu itu hanya berjarak satu kilometer dari pusat ledakan. Untung, studionya tidak terkena peluru. Kini, pada saat penduduk Cilandak menerima bantuan perbaikan rumah, Rinto Harahap sibuk mengurus klaim asuransi. Tanah dan bangunan seluas 4.200 m2 yang rusak berat itu diasuransikan Rp 500 juta. Rinto agaknya kenal pepatah: sedia payung sebelum hujan mortir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini