Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Peristiwa Ledakan Di Cilandak

Pencipta lagu, 35, ketika rumahnya dihantam 12 peluru mortir pada peristiwa ledakan di Cilandak, malam itu tak sempat mengungsi menjaga studio rekamannya. (pt)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHICHA Koeswoyo, 16, sedang menulis catatan harian ketika gudang peluru di Cilandak meledak, pekan lalu. Masih mengenakan celana pendek dan kaus oblong, ia naik ke loteng rumahnya di Jalan H. Nawi, Cilandak, sekitar tiga kilometer dari pusat ledakan. "Wow, bagus sekali, seperti kembang api," kata Chicha. Tiba-tiba ia kaget melihat ke bawah. Pembantunya kemudian mengatakan, orang sedang panik dan sebagian mengungsi. Penyanyi yang meningkat remaja ini mengambil inisiatif, menyelamatkan dokumen-dokumen penting milik ayahnya, ke dalam kopor. Sebuah peluru menghantam tembok belakang garasi rumahnya yang bersebelahan dengan kamar Chicha. Peluru itu kemudian menghantam rak yang berisi jutaan pucuk surat penggemar Chicha. Surat itu berhamburan, tetapi raknya rupanya berhasil menghentikan peluru sehingga tidak menghantam tubuh Chicha yang sedang tiarap. Pada malam ledakan itu, beberapa menit setelah dua peluru singgah di rumahnya, Chicha serta adik dan ibunya mengungsi ke studionya di Kebayoran. Rumah yang hancur itu akan dirobohkan. "Papa mau bikin rumah baru di sana, sekalian dengan prasasti peringatan kejatuhan peluru," kata Chicha di tempat pengungsian. Akan halnya Rinto Harahap, 35, yang rumahnya diteror 12 peluru mortlr, tak bisa mengungsi malam itu. "Saya takut juga, tapi bagaimana? Ini rumah saya, ada studio rekaman yang harganya ratusan juta - masa saya tinggalkan?," ujar Rinto. Pencipta lagu-lagu pop lni hanya mengungsikan istri, ketiga anaknya, dan mertuanya ke Tebet. Rumah di Pondok Labu itu hanya berjarak satu kilometer dari pusat ledakan. Untung, studionya tidak terkena peluru. Kini, pada saat penduduk Cilandak menerima bantuan perbaikan rumah, Rinto Harahap sibuk mengurus klaim asuransi. Tanah dan bangunan seluas 4.200 m2 yang rusak berat itu diasuransikan Rp 500 juta. Rinto agaknya kenal pepatah: sedia payung sebelum hujan mortir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus