Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nadaa Nafiisa merampungkan film pendek terbarunya, Galeri Hati, pada Sabtu, 10 Juni 2023.
Sutradara tuli ini baru menyelesaikan MondiBlanc Film Workshop di Jakarta dan bersiap menempuh pendidikan sarjana film di New York berbekal beasiswa.
Nadaa Nafiisa menjadi asisten sutradara Hanung Bramantyo dalam film layar lebar.
Seorang perempuan tengah asyik melukis di kanvas sehingga tidak menyadari kekasihnya muncul di belakang. Ketika si pria mengambil fotonya, pelukis itu meradang. Mereka berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Alasannya, si perempuan mengalami trauma akibat pelecehan seksual lewat foto pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adegan tersebut merupakan bagian dari Galeri Hati karya Andi Nadaa Nafiisa—dipanggil Nada. Film ini merupakan hasil dari sanggar kerja Filmmaker Profession Support 2022. Galeri Hati merepresentasikan pengalaman traumatik yang tidak ditutup rapat oleh korban, bahkan dari orang terdekat. Sutradara Nada merupakan seorang tuli, dengan aktor dan aktris yang juga tuli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjalanan pembuatan film pendek Nada dimulai sejak 2016, saat dia masih duduk di bangku SMA. "Diminta untuk kerjakan proyek bebas dari kelas Multimedia," kata Nada kepada Tempo pada Selasa, 13 Juni 2023. Wawancara berlangsung via teks.
Film pertama itu menjadi pemicu bagi Nada belajar membuat film secara lebih mendalam. Dia pun ikut kelas produksi, penyutradaraan, dan penulisan skrip di MondiBlanc Workshop pada 2022. Yayasan MondiBlanc Film Workshop adalah lembaga pendidikan film nonprofit berbasis produksi dan beasiswa.
Nada Nafiisa (kiri) saat produksi film film Galeri Hati. Dok Dapur Film
Setelah mengikuti sanggar karya, Nada menerima tantangan menyutradarai Galeri Hati. Film ini berkisah tentang Lisa, perempuan muda difabel yang menderita trauma akibat pelecehan seksual.
Menurut Nada, pelecehan seksual terhadap orang tuli sulit terungkap. Penyebabnya, dari kurangnya ruang bagi korban untuk berekspresi dengan bahasa isyarat sampai minimnya dukungan psikologis. Semua merupakan dampak dari rendahnya kesadaran akan pentingnya komunikasi dengan bahasa isyarat bagi masyarakat non-difabel. “Saya berharap cerita dari film ini memiliki berdampak bagi komunitas tuli,” ujar Nada. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, lebih dari 5 persen penduduk Indonesia tuli.
Produksi Galeri Hati memiliki banyak tantangan. Sebagai sutradara film, Nada harus menjembatani komunikasi antara kru non-difabel dan teman tuli. “Saya butuh juru bahasa isyarat,” ujar perempuan berusia 26 tahun ini. Karena keterbatasan anggaran, Nada dan kawan-kawan mengandalkan bantuan sukarelawan.
Selama proses syuting, Nada meminta produser memberi waktu seluruh kru belajar bahasa isyarat tingkat dasar dan memahami cara berkomunikasi dari perspektif orang tuli yang memiliki bahasa sendiri. Perbedaan indra pendengar ini diatasi dengan berbagai cara berkomunikasi. “Misalnya ketik di laptop atau presentasikan apa yang sedang diajarkan,” kata dia. Contoh lain adalah saat aba-aba "Action" dan "Cut". “Kami matikan lampu atau laser lampu sebagai tanda mulai atau stop agar dapat ditanggapi oleh aktor atau kru tuli secara visual.”
Nada juga mengajarkan rekan-rekannya yang tuli agar memiliki kemampuan bahasa isyarat yang selevel. “Karena kemampuan bahasa dalam komunitas tuli bervariasi, sesuai dengan pemahaman lingustik bahasa isyaratnya,” ujar Nada.
Menurut dia, sistem pendidikan Indonesia masih kurang mengembangkan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), sehingga banyak anak tuli kesulitan mengembangkan penguasaan bahasa. Saat pembacaan naskah, misalnya, Nada perlu menjelaskan ulang teks sekaligus memperagakan visual yang diinginkan agar pemain lebih memahami konsep cerita.
Kerja keras Nada dan kawan-kawan berbuah manis. Galeri Hati rampung dan ditayangkan perdana pada Sabtu, 10 Juni 2023. Nosa Normanda, kritikus film sekaligus kepala program MondiBlanc Film Workshop, mengatakan bahwa karya tersebut merupakan satu terobosan film inklusif di Indonesia. Sinema ini tak hanya memberdayakan teman tuli, tapi juga memberikan skil baru bagi non-difabel, yakni bahasa isyarat dasar. Bersama film produksi MondiBlanc lainnya, Galeri Hati rencananya didistribusikan ke festival film nasional dan internasional untuk selanjutnya memasuki pasar.
Nada terus mempertajam keahliannya lewat pendidikan formal. Sempat gagal pada 2018 hingga 2022, dia menyabet beasiswa jurusan design and imaging technology di National Technical Institute for the Deaf (NTID), program pendidikan sarjana di Rochester Institute of Technology (RIT), New York. Dia dijadwalkan memulai pendidikannya pada Agustus mendatang.
Nada Nafiisa dan lukisan diri hadiah dari Hanung Bramantyo. Dok Pribadi
Dia juga dilirik oleh tim sutradara Hanung Bramantyo untuk memproduksi film panjang tentang dunia tuli. “Awalnya saya tidak pede karena merasa belum pantas untuk terlibat dalam proyek besar ini,” ujar Nada. Namun, terdorong hasrat besar untuk belajar, dia diterima sebagai asisten sutradara Hanung di film Dunia tanpa Suara, yang dijadwalkan tayang mulai awal Juli 2023.
Menurut Nada, dunia perfilman Indonesia belum membuka pintu lebar bagi penyandang disabilitas. Hanya segelintir penyandang tuli yang dipekerjakan sebagai peran kru maupun aktor. “Karena sebagian besar masih asing akan budaya tuli,” katanya.
Tak mudah mengangkat isu inklusivitas di dunia sinema. Namun, lewat kerjanya, Nada berupaya membuktikan bahwa orang tuli juga bisa berkarya.
Nadaa Nafiisa
ILONA ESTERINA PIRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo