Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Aneka Berkah Rahmah El Yunusiyyah

Rahmah El Yunusiyyah merupakan tokoh pendidikan asal Sumatera Barat. Pesantren perempuan yang dia bangun kini berusia 100 tahun.

11 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Potret pendiri Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, Rahmah El Yunusiyyah, dalam majalah "Pedoman Isteri", Januari 1932. Dok. Perpusnas RI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rahmah El Yunusiyyah merupakan tokoh pendidikan dan emansipasi perempuan di Sumatera Barat.

  • Rahmah mendirikan Diniyyah Puteri, pesantren perempuan pertama se-Asia, di Padang Panjang pada 1 November 1923.

  • Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, menganugerahinya gelar syekhah di saat belum ada perempuan yang didapuk sebagai syekh atau ulama besar.

Rahmah El Yunusiyyah mungkin bukan nama yang dikenal luas. Namun, bagi ribuan masyarakat Padang Panjang pada khususnya dan Sumatera Barat pada umumnya, dia adalah pahlawan di bidang pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahmah adalah penggerak emansipasi perempuan asal Negeri Minangkabau. Dia membangun Perguruan Diniyyah Puteri di Padang Panjang pada 1923. Sekolah itu merupakan pesantren Islam khusus perempuan pertama di Asia dan telah menelurkan sederet tokoh. Dari pahlawan nasional HR Rasuna Said sampai Nurhayati Subakat, pembuat kosmetik Wardah. Pada 1 November lalu, Diniyyah Puteri genap berusia seratus tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam Rahmah El Yunusiyyah dalam Arus Sejarah Indonesia, Hendra Sugianto menuliskan Rahmah lahir di Padang Panjang pada 16 Oktober 1900 dari pasangan Muhammad Yunus Al Khalidy dan Rafi'ah. Ayahnya pernah belajar di Mekkah selama empat tahun. Kakeknya, Imanuddin, sekeluarga dengan Haji Miskin, satu dari delapan ulama pemimpin awal Perang Padri pada awal abad XIX.

Rahmah adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Kakaknya adalah Zainuddin Labay El Yunusy, ulama reformis Minangkabau. Rahmah kecil banyak membaca buku karya abangnya itu. Pada 1915, Zainuddin membuka Sumatera Thawalib di Padang Panjang, yang dikenal sebagai sekolah Islam modern pertama. Zainuddin membangun maktab itu bersama Haji Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka. Rahmah ikut bersekolah di sana.

Rahmah tidak merasa sreg dengan sistem sekolah yang mencampurkan murid laki-laki dan perempuan. “Ibu saya pernah bercerita bahwa nenek (Rahmah) berpandangan perempuan dan laki-laki punya peran yang berbeda. Jadi, sekolahnya tidak bisa disamakan,” kata Fauziah Fauzan El Muhammady, pemimpin Pondok Pesantren Diniyyah Puteri, dalam perayaan satu abad Diniyyah Puteri di Padang Panjang pada Sabtu, 4 November lalu.

Pendiri Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, Rahmah El Yunusiyyah (depan, tengah). ANTARA /HO-Humas Diniyyah Puteri Padang Panjang

Maka, Rahmah pun membangun sekolah khusus perempuan. Saat dibuka pada 1 November 1923, di tengah keterbatasan fasilitas pendidikan, kehadiran Diniyyah Puteri membuka akses yang besar bagi anak-anak perempuan ke bangku sekolah.

Rahmah membangun sekolah itu hanya dengan bantuan abangnya, Zainuddin Labay. Dalam buku 55 Tahun Diniyyah Puteri, Leo Salim dkk menuliskan pemerintah Hindia Belanda pernah menawari bantuan dana untuk operasional sekolah, tapi ditolak oleh Rahmah dengan mengatakan pesantren itu akan hidup dengan sendirinya tanpa sokongan pemerintah. Rahmah khawatir pemerintah Hindia-Belanda akan ikut campur tangan dalam pengajaran. Leo Salim menuliskan Diniyyah Puteri sering diintai pemerintah.

Pada masa revolusi fisik, Rahmah memiliki peran ganda: guru sekaligus pejuang. Dia mempelopori pembentukan unit perbekalan Tentara Keamanan Rakyat di Padang Panjang. Tanggung jawabnya tak hanya urusan makanan, tapi juga persenjataan.

Pada awal dibuka, Diniyyah Puteri dihuni 70 murid. Mereka menempati dua bangunan di sebidang lahan di sisi barat kota Padang Panjang. Kedua bangunan tersebut masih berdiri setelah melewati sejumlah renovasi dan menjadi cagar budaya sejak 2007. Kini, Diniyyah Puteri berkembang menjadi sekolah multi jenjang, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi dengan 12 gedung.

Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Facebook/Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang 

Kabar dibangunnya pesantren khusus perempuan di sudut Andalas ini sampai ke Mesir. Universitas Al-Azhar di Kairo pun menyematkan gelar syekhah untuk Rahmah. Saat itu belum ada perempuan yang diakui sebagai syekh atau ulama besar. 

Al-Azhar pun kemudian ikut membuka fakultas khusus perempuan. Jusuf Kalla, yang hadir dalam perayaan satu abad Diniyyah Puteri, kagum mendapati keberadaan sekolah khusus perempuan pada 1923, saat pendidikan masih menjadi barang langka bagi warga pribumi pada masa penjajahan.

Diniyyah Puteri seperti melampaui zaman. Sejak awal, mereka tidak menerapkan sistem pemeringkatan alias ranking. "Bagi nenek Rahmah, yang penting adalah hati dan akhlak," kata Fauziah. Sementara itu, kurikulum nasional baru menghapus peringkat mulai 2013.

Emma Yohanna, anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Sumatera Barat, bersekolah di sana setelah lulus SD pada 1967. Saat itu, Rahmah yang sudah sepuh—berusia sekitar 67 tahun—masih aktif mengajar. Oleh murid-muridnya, Rahmah dipanggil Etek. Sebutan itu singkatan dari Mak Etek alias ibu kecil, panggilan yang biasa disematkan kepada adik dari ayah. Emma pernah dihukum langsung oleh Rahmah. "Tapi tidak dongkol karena malah jadi dekat dengan Etek," kata Emma, yang kini berusia 68 tahun.

Usulan Menjadi Pahlawan Nasional

Keluarga dan pengurus Diniyyah Puteri Padang Panjang tiga kali mengusulkan agar Rahmah El Yunusiyyah diangkat sebagai pahlawan nasional. Pemerintah tidak menyetujuinya, tapi memberikan penghargaan Bintang Mahaputera Pratama dan Mahaputera Adipradana. Bintang Mahaputera disematkan kepada orang yang dianggap berjasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Indonesia. Pratama merupakan bintang Mahaputera kelas IV dan Adipradana kelas II. 

Penghargaan terakhir itu diberikan pemerintah pada 2013. Kini, keluarga kembali mengusulkan status pahlawan nasional bagi Rahmah El Yunusiyyah. "Harapan kami, tahun depan sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional," kata Fauziah.

FACHRI HAMZAH | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Fachri Hamzah

Fachri Hamzah

Kontributor Tempo di Padang, Sumatera Barat

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus