Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA perayaan ulang tahun yang ke-70 mantan aktivis Rahman Tolleng bertabur cerita masa lalu. Kamis malam pekan lalu, pesta kecil bekas pemimpin redaksi surat kabar Mahasiswa Indonesia dan Suara Karya itu dirayakan di rumah sahabatnya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Datang sederet tokoh demonstran 1960-an dan 1970-an yang umumnya kini sudah jadi penggede. Tampak lawyer kawakan yang menjadi penasihat Presiden SBY, Adnan Buyung Nasution, mantan sekretaris kabinet dan Jaksa Agung di era Presiden Wahid, Marsillam Simanjutak, wartawan senior Fikri Jufri, eks pentolan Forum Demokrasi Todung Mulya Lubis, serta sejumlah tokoh lainnya.
Bergantian mereka mengucapkan selamat kepada Rahman. ”Dia masih segar walau usianya tujuh puluh tahun,” kata seorang sahabat. ”Olahraganya apa nih, kok masih segar di usia tua?” tanya seorang wartawan. Rahman cuma menjawab dengan senyuman, tapi buru-buru ia koreksi soal usianya. ”Mereka tahunya usia saya sudah tujuh puluh, padahal baru enam sembilan,” katanya, cekikikan.
Soal usia Rahman memang ada dua versi. Menurut kartu penduduk, ia lahir pada 1938, tapi sejatinya mantan politikus kawakan ini lahir setahun setelah itu. Usia ganda itu sudah berlangsung sejak masa kecilnya di Bone, Sulawesi Selatan. Saat Rahman didaftarkan di Sekolah Dasar, gurunya menolak karena usianya baru lima tahun. Rahman kecil ngotot ingin masuk sekolah. Sang guru mengalah. Nah, biar pantas, usianya pun dikatrol satu tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo