ADA Semarang, ada Surabaya. Kedua kota itu - berbeda cara menyambut Ratu Sejagat, Astrid Herrera, 21. Di luar dugaan, Gubernur Jawa Tengah, Ismail, yang tersohor anti segala yang kebarat-baratan, begitu penting menempatkan ratu ini untuk promosi kewisataan di daerahnya. Sikap Ismail pun jelas. "Ini tamu penting. Pokoknya, setelah salaman, tangan tak perlu dicuci," ujarnya berseloroh. Di rumah dinas gubernur, berbagai hidangan disiapkan dan sejumlah pejabat diundang. Celakanya, Nona Astrid mendadak masuk angin setibanya di Semarang. "Rupanya, untuk melihat ratu dunia diperlukan kesabaran," kata Ismail, yang gelisah menunggu. Makanan untuk sang ratu akhirnya disantap para pejabat. Setelah makanan habis, baru Astrid datang - lewat dua jam dari jadwal. Pertemuan berlangsung sepuluh menit. Gubernur, di situ, menyerahkan lambang Pemda Ja-Teng dan maket mini Candi Borobudur. "Sekejap tak apa-apa. Yang penting, sudah dapat salaman tiga kali," ucap Ismail. Di Surabaya, tak ada pejabat yang menyambut ratu dari Venezuela ini. Malah, Astrid Herrera, diperlakukan sebagai artis luar negeri, bukan duta kecantikan. Akibatnya, panitia perlu izin untuk pemunculan Astrid di depan umum. Izin tak diperoleh, acaranya jadi berantakan. Ia gagal membuka pertunjukan perdana sirkus Chipperfields, dan penonton kecewa. Gagal pula menghadiri pemilihan peragawan dan peragawati terbaik se-Jawa Timur. Di Jakarta, Astrid selalu disambut sebagai tamu. Ia menemui Menko Kesra Alamsyah Ratuperwiranegara, juga "menghadap" Menteri Urusan Wanita Lasiyah Sutanto (yang tidak setuju adanya ratu-ratuan di Indonesia). Bahkan beberapa jam sebelum pulang ke negerinya, Ahad lalu, ia jadi tamu Ir. Ciputra di Dunia Fantasi Taman Impian Jaya Ancol. "Indonesia negeri yang cantik. Sayang, belum banyak wisatawan asing yang datang," itu kata perpisahan Astrid, yang ke negerinya membawa oleh-oleh flu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini