BERKERINGAT, gemetar, dan gugup. Itu yang dihadapi Dewi Yul, 24, ketika pertama kali muncul di aula IAIN Walisongo, Semarang, Jumat pekan lalu. Penyanyi ini diundang sebagai orang film dalam sebuah sarasehan yang diselenggarakan Studi Informasi Film Musik Semarang (SIFIMS). Acara nyaris menjadi pengadilan buat Dewi Yul, yang dikaitkan dengan keberanian para artis Indonesia melakukan adegan panas. "Saya memang repot menjawabnya," ujar Dewi. Seorang mahasiswi bertanya mestikah sebuah adegan panas divisualisasikan oleh bintang film. Bukankah bisa diatasi dengan simbol-simbol? "Film itu sebenarnya sudah simbol. Di film itu, saya bukanlah Dewi Yul yang sebenarnya. Dewi yang sebenarnya adalah Dewi yang ada di sini," jawab Dewi Yul setelah mengucapkan assalamulaikum dengan fasih. Giliran dosen yang minta tanggapan Dewi, sekitar film sebagai tontonan dan tuntunan umat Islam. "Saya menyadari, sebagai Muslim memang belum sebaik para Muslim di gedung ini," kata Dewi mengawali. "Tetapi kalau dikaji lebih dalam ajaran Islam itu, dan betul-betul dilaksanakan, tidak bakalan ada film. Kita pun tak bakalan bisa berdialog seperti ini. Karena di gedung ini banyak cowok. Dalam Islam, lelaki dengan wanita yang bukan muhrimnya, bertatapan mata saja sudah haram," ucap Dewi panjang. Tapi, ia menambahkan, "Tapi, Pak Dosen kita 'kan tidak kolot. Islam kita Islam yang mengikuti kemajuan zaman." Nadanya setengah berseloroh. Akhirnya pertemuan berjalan santai. Mungkin karena Dewi banyak mengumbar senyum dan mahasiswa bersimpati dengan jawaban-jawaban Dewi. "Untungnya, saya ini pernah belajar di madrasah di Cirebon," tutur Dewi kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini